KAJIAN TEORI LENGKAP SKRIPSI INVESTASI
KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI LENGKAP SKRIPSI INVESTASI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Investasi
2.1.1 Pengertian Investasi
Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang dana tersebut (Ahmad, 2004). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa investasi adalah penyaluran sumber dana yang ada sekarang dengan mengharapkan keuntungan dimasa mendatang dengan cara menempatkan uang atau dana dalam pembelian efek berupa saham dengan harapan mendapatkan keuntungan atas dana yang diinvestasikan dalam perdagangan saham tersebut di bursa efek.
2.1.2 Tipe-Tipe Investasi
Menurut Jogiyanto (2003), investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa
investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung dilakukan
dengan membeli langsung aktiva keuangan dari suatu perusahaan baik melalui
perantara atau dengan cara yang lain. Sebaliknya investasi tidak langsung
dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan investasi yang membeli
portofolio aktiva-aktiva keuangan dari perusahaan-perusahaan lain.
a. Investasi Langsung
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat
diperjual-belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market),
atau pasar turunan (derivative market). Pasar uang bersifat untuk jangka pendek
karena aktiva yang dapat diperjual-belikan di pasar uang berupa aktiva yang
mempunyai risiko gagal kecil. Salah satu contohnya adalah sertifikat deposito
yang dapat dinegosiasi (dapat dijual kembali). Berbeda dengan pasar uang, pasar
modal lebih bersifat untuk investasi jangka panjang. Yang diperjual-belikan di
pasar modal adalah aktiva keuangan berupa surat-surat berharga pendapatan tetap
(fixed-income securities) dan saham-saham (securities). Surat-surat berharga
yang dapat diperdagangkan di pasar turunan (derivative market) adalah opsi
(option) dan future contract. Disebut dengan surat-surat berharga turunan karena
nilainya merupakan jabaran dari surat berharga lain yang terkait. Contoh dari opsi
(option) misalnya adalah waran (warrant).
b. Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari
perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan
jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana
yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya.
2.1.3 Tujuan Investasi
Menurut Tandelilin (2010) ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan
investasi, antara lain sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seseorang
yang bijaksana akan berfikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari
waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan
tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa
yang akan datang.
b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan
perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko
penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak
melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di
masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang
melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
2.1.4 Proses Investasi
Menurut Tandelilin (2010) proses investasi meliputi pemahaman dasar-dasar
keputusan investasi dan bagaimana mengorganisir aktivitas-aktivitas dalam
proses keputusan investasi. Hal mendasar dalam proses keputusan investasi
adalah pemahaman hubungan antara return harapan dan risiko suatu investasi.
Hubungan risiko dan return harapan dari suatu investasi merupakan hubungan
yang searah dan linier. Artinya, semakin besar return harapan, semakin besar
pula tingkat risiko yang harus di pertimbangkan. Ada beberapa proses investasi
yaitu (Tandelilin, 2010):
a. Dasar Keputusan Investasi
Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return harapan, tingkat risiko serta
hubungan antara return dan risiko. Berikut ini akan dibahas masing-masing dasar
keputusan investasi:
1. Return
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan.
Pada konteks manajemen investasi, tingkat keuntungan investasi disebut
sebagai return. Pada konteks manajemen investasi, perlu dibedakan antara
return harapan (expected return) dan return aktual atau yang terjadi
(realized return). Return harapan merupakan tingkat return yang
diantisipasi investor di masa datang. Sedangkan return yang terjadi atau
return aktual merupakan tingkat return yang telah diperoleh investor pada
masa lalu.
2. Risiko
Sudah sewajarnya jika investor mengharapkan return yang setinggi-
tingginya dari investasi yang dilakukannya. Tetapi, ada hal penting yang
harus selalu dipertimbangkan yaitu berapa besar risiko yang harus
ditanggung dari investasi tersebut. Umumnya semakin besar risiko, maka
semakin besar pula tingkat return harapan.
3. Hubungan Tingkat Risiko dan Return Harapan
Hubungan tingkat risiko dan return harapan merupakan hubungan yang
bersifat searah dan linier. Artinya, semakin besar risiko suatu aset, semakin
besar pula return harapan atas aset tersebut, demikian sebaliknya.
b. Proses Keputusan Investasi
Proses keputusan investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan
(going process). Proses keputusan investasi terdiri dari lima tahap keputusan
yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan investasi yang terbaik.
Tahap-tahap keputusan investasi meliputi lima tahap keputusan, yaitu:
1. Penentuan Tujuan Investasi
Tujuan investasi masing-masing investor bisa berbeda-beda tergantung
pada investor yang membuat keputusan tersebut. Investor biasanya lebih
menyukai investasi pada sekuritas yang mudah diperdagangkan ataupun
pada penyaluran kredit yang lebih berisiko tetapi memberikan harapan
return yang tinggi.
2. Penentuan Kebijakan Investasi
Tahapan ini dimulai dengan penentuan keputusan alokasi aset (asset
allocation decision). Keputusan ini menyangkut pendistribusian dana yang
dimiliki pada berbagai kelas aset yang tersedia (saham, obligasi sekuritas
luar negeri).
3. Pemilihan Strategi Portofolio
Strategi portofolio yang dipilih harus konsisten dengan dua tahap
sebelumnya. Ada dua strategi portofolio yang bisa dipilih, yaitu strategi
portofolio aktif dan strategi portofolio pasif. Strategi portofolio aktif
meliputi kegiatan penggunaan informasi yang tersedia dan teknik-teknik
peramalan secara aktif untuk mencari kombinasi portofolio yang lebih baik.
Strategi portofolio pasif meliputi aktivitas informasi pada portofolio yang
seiring dengan kinerja indeks pasar.
4. Pemilihan Aset
Setelah strategi portofolio ditentukan, tahap selanjutnya adalah pemilikan
aset-aset yang akan dimasukkan dalam portofolio. Tahap ini memerlukan
pengevaluasian setiap sekuritas yang ingin dimasukkan dalam portofolio.
Tujuan tahap ini adalah untuk mencari kombinasi portofolio yang efisien,
yaitu portofolio yang menawarkan returndiharapkan tertinggi dengan
tingkat risiko tertentu atau sebaliknya menawarkan return diharapkan
tertentu dengan tingkat risiko terendah.
5. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Portofolio
Jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja telah dilewati dan ternyata
hasilnya kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi
dari tahap pertama, demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi
yang paling optimal.
2.2 Pasar Modal dan Saham
2.2.1 Pengertian Pasar Modal
Menurut Ahmad (2004), pasar modal merupakan sarana pembentuk modal
akumulasi dana yang diarahkan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengerahan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional.
Pasar modal adalah sarana mempertemukan antara pihak memiliki dana (surplus
fund) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit fund), dimana dana yang
diperdagangkan merupakan dana jangka panjang (P3E Semarang dalam Anogara,
et al, 2001).
Menurut Jogiyanto (2003), pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk
meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau
mengeluarkan obligasi. Saham merupakan bukti pemilikan sebagian dari
perusahaan. Obligasi (bond) merupakan suatu kontrak yang mengharuskan
peminjam untuk membayar kembali pokok pinjaman ditambah dengan bunga
dalam kurun waktu tertentu yang sudah disepakati. Untuk menarik pembeli dan
penjual untuk berpartisipasi, pasar modal harus bersifat likuid dan efisien. Suatu
pasar modal dikatakan likuid jika penjual dapat menjual dan pembeli dapat
membeli surat-surat berharga dengan cepat. Pasar modal dikatakan efisien jika
harga dari surat-surat berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara akurat.
2.2.2 Instrumen Pasar Modal
Instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga (securities) yang
diperdagangkan di bursa. Instrumen pasar modal ini umumnya bersifat jangka
panjang. Instrumen yang sudah ada di pasar modal terdiri dari saham, obligasi,
dan sertifikat. Sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek adalah saham,
obligasi, sedangkan sertifikat diperdagangkan di luar bursa melalui bank
pemerintah (Anogara, 2001).
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pasar Modal
Menurut Rijayanto (1990) dalam Anoraga (2006) Perkembangan suatu pasar
modal dipengaruhi oleh partisipasi yang aktif, baik dari perusahaan yang akan
menjual sahamnya (go public) maupun investor serta pihak-pihak lain yang
terlibat dalam kegiatan pasar modal. Dengan ini dapat diartikan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan atau transaksi dalam pasar
modal seperti partisipasi aktif dari perusahaan yang potensial untuk go public,
peran aktif para investor untuk menanamkan dananya dengan membeli surat
berharga, dan adanya lembaga-lembaga pasar modal. Dengan adanya faktor
tersebut ditambah dengan kualitas yang memadai dan perilaku baik dan rasa
tanggung jawab sosial yang besar dapat meningkatkan perkembangan bagi pasar
modal. Selain itu, peraturan dan pengawasan terhadap pasar modal juga ikut
mempengaruhi perkembangan pasar modal. Dengan adanya peraturan dan
pengawasan yang memadai dan efektif maka akan mendorong investor untuk
terjun ke dalam pasar modal.
2.2.4 Pengertian Saham
Jogiyanto (2007) mendefinisikan saham sebagai bukti kepemilikan suatu
perusahaan atau bukti penanaman modal yang dilakukan oleh investor pada
perusahaan yang membutuhkan tambahan modal. Pada umumnya saham dapat
diklasifikasikan berdasarkan hak atas kepemilikannya berupa saham preferen dan
saham biasa, yaitu:
a. Saham Preferen
Saham preferen merupakan jenis saham yang bersifat gabungan antara surat
obligasi dan saham biasa. Investor yang memiliki saham preferen memiliki hak
atas pembagian dividen tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu apabila terjadi
likuidasi. Oleh karena itu saham preferen dianggap mempunyai risko yang lebih
kecil dibandingkan dengan saham biasa.
b. Saham Biasa
Saham biasa adalah jenis saham yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai bukti
kepemilikan suatu perusahaan yang menempatkan pemegang saham biasa
memiliki hak pembagian dividen dan hak atas harta perusahaan setelah pemegang
saham preferen. Dalam setiap kegiatan investasi tentunya para investor
mengharapkan suatu keuntungan dari setiap kegiatan investasi yang dilakukan.
Secara umum, terdapat dua keuntungan yang dapat diperoleh investor dalam
membeli atau memiliki saham suatu perusahaan, yaitu:
1) Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan
berdasarkan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dinamakan dividen.
Dividen diberikan kepada pemegang saham setelah mendapat persetujuan dari
pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen yang
dibagikan oleh perusahaan dapat berupa dividen tunai yaitu dividen berupa uang
tunai untuk setiap lembar saham yang dimiliki. Selain dividen tunai, pemegang
saham dapat menerima dividen dalam bentuk saham yaitu para pemegang saham
diberikan dividen dalam bentuk saham, sehingga jumlah saham yang dimiliki
investor akan bertambah.
2) Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli saham saat ini dan harga jual
saham di masa yang akan datang. Capital gain terbentuk berdasarkan harga
saham yang meningkat dari waktu ke waktu. Investor yang melakukan kegiatan
investasi jangka pendek atau jual beli saham (trader) sangat antusias terhadap
capital gain, karena capital gain merupakan salah satu bentuk return saham yang
sangat cepat berfluktuasi setiap waktunya.
2.3 Efisiensi Pasar
2.3.1 Definisi Efisiensi Pasar Modal
Secara umum, efisiensi pasar (market efficiency) didefinisikan oleh Beaver
(1989) dalam Jogiyanto (2003) sebagai hubungan antara harga-harga sekuritas
dengan informasi. Pasar modal dikatakan efisien bila informasi dapat diperoleh
dengan mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga semua informasi yang
relevan dan terpercaya telah tercermin dalam harga-harga saham (Brealey/Myers
dalam Anoraga, 2001).
Ciri penting dari efisiensi pasar adalah gerakan acak (random walk) dari harga
pasar saham. Samuelson (1986) dalam Anogara (2001), menjelaskan bahwa
karena pasar modal efisien, maka harga saham secara cepat bereaksi terhadap
berita-berita baru yang tidak terduga, sehingga arah gerakannya pun tidak bisa
diduga. Sepanjang sesuatu kejadian bisa diduga, kejadian itu sudah tercermin
pada harga pasar.
2.3.2 Pengertian Informasi
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena
informasi pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran, baik
untuk keadaan masa lalu, saat ini, maupun keadaan masa yang akan datang bagi
kelangsungan suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi
merupakan faktor yang memberikan arti penting bagi si penerima, khususnya
dalam hal untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, informasi yang lengkap,
relevan, akurat, dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor.
Menurut Ang (1997) dalam Anogara (2001), informasi merupakan kunci sukses
berinvestasi di pasar modal. Semakin cepat dan semakin banyak informasi yang
penting yang anda serap maka anda akan semakin mempunyai kesempatan untuk
meraih keuntungan yang besar dan tidak normal yang terjadi di lantai bursa efek.
Jadi, informasi mempunyai peranan yang sangat penting yang harus didapatkan
oleh setiap pemodal dalam berbagai hal. Beberapa pertimbangan penting
mengenai informasi di pasar modal meliputi faktor-faktor, yaitu kualitas
informasi, jenis informasi, kecepatan informasi, volume informasi.
2.3.3 Informasi Dalam Keputusan Investasi
Keputusan dalam investasi berkaitan dengan informasi. Hasil keputusan ini
sangat ditentukan oleh informasi yang memiliki decision maker. Informasi
merupakan data yang diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan
bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau masa yang akan datang
Wijanto (1991) dalam Anogara (2001). Sifat yang harus dimiliki oleh informasi
tersebut menurut Anogara (2001) adalah:
a) Relevan,
b) Akurat,
c) Konsisten/komparabilitas,
d) Obyektivitas,
e) Ketepatan waktu,
f) Dapat dimengerti
Secara umum dapat dikatakan bahwa informasi berguna jika dapat membantu
penilaian dalam mengambil keputusan, termasuk keputusan investasi. Dengan
kata lain, seorang pengambil keputusan (investor) akan membuat keputusan yang
lebih baik jika menggunakan informasi yang tepat.
Menurut Jogiyanto (2003) secara detail, efisiensi pasar dapat didefinisikan dalam
beberapa macam definisi, yaitu:
1. Definisi Efisiensi Pasar Berdasarkan Nilai Intrinsik Sekuratis
Konsep awal dari efisiensi pasar yang berhubungan dengan informasi
laporan keuangan berasal dari praktek analis sekuritas yang mencoba
menemukan sekuritas-sekuritas dengan harga yang kurang benar
(mispriced). Sekuritas-sekuritas yang dihargai kurang benar (mispriced)
merupakan sekuritas-sekuritas yang harganya menyimpang dari nilai
intrinsiknya atau nilai fundamentalnya.Untuk konteks seperti ini, maka
efisiensi pasar (market efficiency) diukur dari seberapa jauh harga-harga
sekuritas menyimpang dari nilai intrinsiknya.
2. Definisi Efisiensi Pasar Berdasarkan Akurasi dari Ekspektasi Harga
Menurut Fama (1970) dalam Jogiyanto (2003) suatu pasar sekuritas
dikatakan efisien jika harga-harga sekuritas “mencerminkan secara penuh”
informasi yang tersedia.Definisi dari Fama menekankan pada dua aspek,
yaitu “fully reflect” dan “information available”. Pengertian dari “fully
reflect” menunjukkan bahwa harga dari sekuritas secara akurat
mencerminkan informasi yang ada. Pasar dikatakan efisien menurut Fama
ini jika dengan menggunakan informasi yang tersedia (information
available), investor-investor secara akurat dapat mengekspektasi harga dari
sekuritas bersangkutan.
3. Definisi Efisiensi Pasar Berdasarkan Distribusi Informasi
Definisi efisiensi pasar sebelumnya yang hanya menekankan pada akurasi
harga akibat informasi yang tersedia mengabaikan distribusi dari
informasinya.Beaver (1989) dalam Jogiyanto (2003) memberikan definisi
efisiensi pasar yang didasarkan pada distribusi informasi yaitu pasar
dikatakan efisien terhadap suatu informasi, jika harga-harga sekuritas
bertindak seakan-akan setiap orang mengamati sistem informasi tersebut.
Definisi ini secara implisit mengatakan bahwa jika setiap orang mengamati
suatu sistem informasi yang menghasilkan informasi, maka setiap orang
dianggap mendapatkan informasi yang sama. Definisi Beaver ini
mempunyai arti bahwa pasar dikatakan efisien terhadap satu set informasi
yang spesifik (dihasilkan dari suatu sistem informasi) jika harga yang
terjadi setelah informasi diterima oleh pelaku pasar sama dengan harga
yang akan terjadi jika setiap orang mendapatkan set informasi tersebut atau
disebut dengan full-information price.
4. Definisi Efisiensi Pasar Didasarkan pada Proses Dinamik
Awal dari literatur efisiensi pasar mengasumsikan bahwa kecepatan
penyesuaian (speed of adjustment) dari harga sekuritas karena penyebaran
informasi yang ada terjadi dengan seketika.Konsep terbaru dari efisiensi
pasar tidak mengharuskan kecepatan penyesuaian harus terjadi dengan
seketika, tetapi terjadi dengan cepat (quickly) setelah informasi disebarkan
untuk tersedia bagi semua orang.Jones (1995) dalam Jogiyanto (2003)
memberikan definisi pasar efisien yang memasukkan unsur dari kecepatan
penyesuaian yaitu suatu pasar yang efisien adalah pasar yang harga-harga
sekuritasnya secara cepat dan penuh mencerminkan semua informasi yang
tersedia terhadap aktiva tersebut.
2.3.4 Bentuk-Bentuk Efisiensi Pasar
Fama (1970) dalam Jogiyanto (2003), menyajikan tiga macam bentuk utama dari
efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi, yaitu informasi
masa lalu, informasi sekarang yang sedang dipublikasikan dan informasi privat
sebagai berikut:
a) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form), pasar yang harga-harga
sekutritasnya secara penuh mencerminkan (fully reflect) informasi masa
lalu. Informasi ini merupakan informasi yang sudah terjadi, dimana data
masa lalu tidak berhubungan dengan nilai sekarang. Fama (1970) dalam
Anoraga (2001), efisiensi pasar bentuk lemah, mengandung arti bahwa
kelebihan pendapatan atas dasar informasi historis mengenai harga dan
pendapatan. Ini berarti historis dari harta atau pendapatan atas saham tidak
akan memberikan dasar bagi peramalan yang paling baik tentang harga atau
pendapatan yang akan datang. Ramalan dari efisiensi bentuk lemah
bertentangan langsung dengan kegiatan para peramal saham atau analisis
teknis.
b) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi strong form), pasar yang harga-
harga dari sekuritasnya secara penuh mencerminkan semua informasi yang
dipublikasikan. Informasi tersebut termasuk informasi yang berada di
laporan-laporan keuangan perusahaan emiten.
c) Efisiensi pasar bentuk kuat, pasar yang harga-harga dari sekuritasnya secara
penuh mencerminkan semua informasi termasuk informasi privat. Jika
pasar efisien dalam bentuk ini, maka tidak ada investor atau grup dari
investor yang dapat memperoleh abnormal return karena mempunyai
informasi privat.
Salah satu jenis informasi privat adalah jenis informasi yang berasal dari orang
dalam (insider information) yang mempunyai akses atas informasi berharga
mengenai keputusan penting yang telah direncanakan oleh perusahaan. Sehingga
dengan modal informasi tersebut mereka melakukan analisa dan mengambil
posisi transaksi yang sesuai. Pada saat mengumumkan perseroan tersebut
dikeluarkan, maka informasi tersebut menjadi tersedia bagi masyarakat dan akan
meningkatkan harga saham tersebut. Informasi privat yang demikian mampu
memberikan keuntungan abnormal yang konsisten bagi para pemodal yang
memiliki informasi tersebut.
Setiap investor menginginkan kondisi yang memberi berbagai kemudahan baik
dalam informasi yang tersedia secara akurat dan pelayanan yang cepat. Dengan
kondisi seperti itu maka keputusan informasi yang dibuat bisa menjadi lebih
cepat dan mampu dipertanggungjawabkan secara baik. Sebab dalam kondisi
pasar yang jauh dari keakuratan informasi menyebabkan timbulnya spekulasi
adalah jauh lebih tinggi dalam setiap analisa, dan jika ini berlanjut maka akan
menyebabkan informasi itu menjadi mahal yang berujung menimbulkan kondisi
pasar yang tidak sehat.
Kondisi pasar yang efisien memberikan kondisi harga yang tidak bias, dan
kondisi pasar yang tidak efisien memungkinkan timbulnya harga yang bias.
Investor menginginkan berbagai informasi berlangsung secara baik dan terbuka
tanpa ada yang ditutupi, dengan kondisi begitu reaksi investor adalah jelas dalam
mengambil berbagai keputusan. Namun itu bisa terjadi sebaliknya pada saat
informasi berlangsung secara tidak terbuka, investor mencoba untuk
mengestimasi atau memperkirakan berbagai kondisi pasar yang akan terjadi di
masa depan.
2.4 Teori Asimetri Informasi
2.4.1 Definisi Teori Asimetri Informasi
Istilah informasi asimetris pertama kali diperkenalkan oleh George Akerlof pada
tahun 1970. Informasi asimetris merupakan perbedaan informasi yang didapat
antara salah satu pihak dengan pihak lainnya dalam kegiatan ekonomi (Akerlof,
1970 dalam Prasetya, 2012). Menurut Brigham (2010) ketidaksamaan informasi
(information asymmetry) adalah asumsi dimana investor dan manajer memiliki
informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada
yang dimiliki oleh investor. Telah diketahui bahwa manajer perusahaan pasti
lebih mengetahui tentang informasi berkaitan dengan kondisi dan prospek
perusahaan dibandingkan dengan investor atau analis, dampak yang mungkin
muncul dengan adanya information asymmetry adalah timbulnya kegagalan
pasar.
Menurut Jogiyanto (2003), information asymmetry adalah kondisi yang
menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak
memilikinya. Atau informasi yang tidak simetris (information asymmetry) adalah
informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat
informasi saja (informed investor).
Menurut Rock dalam Martani (2003) kesenjangan informasi (asymmetric
information) terjadi antar investor yaitu investor yang memiliki informasi
(informed investor) dan investor yang tidak memiliki informasi (uninformed
investor). Investor yang memiliki informasi hanya akan membeli saham yang
akan memberikan return tinggi dimasa mendatang, sedangkan investor yang
tidak memiliki informasi akan membeli saham yang return-nya tinggi atau tidak.
Informasi asimetris ini misalnya saja terjadi antara investor yang akan melakukan
investasi di dalam pasar modal. Investor harus mengetahui saham dengan baik
sebelum investor tersebut melakukan investasi. Hal ini membuat investor akan
mencari tahu saham dengan lengkap serta tepat untuk perusahaan agar
mendapatkan capital gain di masa mendatang. Namun, dalam pencarian
informasi tidaklah mudah. Beberapa investor justru mendapatkan informasi yang
sangat minim mengenai saham di pasar modal. Hal ini dikarenakan agen
perusahaan tidak mungkin memberikan kondisi perusahaan secara lengkap
kepada publik. Informasi tersebut merupakan rahasia perusahaan yang diberikan
kepada pihak terpercaya dan pada waktu yang tepat. Dalam menyikapi hal ini,
investor yang cerdas akan mencari informasi kemudian melakukan analisis untuk
mendapatkan gambaran yang tepat. Informasi yang didapat akan mengalami
perbedaan antara investor dengan agen perusahaan, perbedaan inilah dinamakan
information asymmetry (Prasetya, 2012).
2.4.2 Tipe Information Asymmetry
Menurut Scott (2003), ada dua tipe asimetri informasi yaitu:
1. Adverse selection
Adverse selection is a type of information asymmetry whereby one or more
parties to a bussines transaction, or potential transaction, have an infromation
advantage over other parties.
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi yang mana satu pihak atau lebih
yang melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial
memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena
beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam lainnya lebih
mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan, sehingga
mengakibatkan pihak investor luar dirugikan.
2. Moral Hazard
Moral Hazard is a type of information asymmetry whereby one or more parties to
a bussines transaction, or potential transaction, can observe their action in
fullfillment of the transaction but other parties cannot.
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi yang mana pihak pemegang saham
atau pemberi pinjaman tidak dapat sepenuhnya mengamati kegiatan yang
dilakukan oleh seorang manajer. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan
yang dapat berdampak tidak baik bagi perusahaan dan pemegang saham.
Ketidakseimbangan informasi pada umumnya dapat terjadi karena adanya
transaksi jual beli antara para broker dan investor, dimana broker mengalami
kekurangan informasi dan dilain pihak investor memiliki banyak informasi.
Disamping itu, ketidakseimbangan informasi juga dapat terjadi apabila saham
perusahaan dinilai terlalu tinggi atau terlalu rendah dari nilai pasarnya. Untuk
meminimalisasi risiko tersebut para investor harus melakukan penelitian saham
secara akurat agar bisa mendapatkan keuntungan.
2.4.3 Pengukuran Information Asymmetry
Pengukuran information asymmetry dalam penelitian ini, penulis menggunakan
pengukuran pendekatan proksi bid-ask spread. Bagehot (1971) dalam Yassin
(2015), kegiatan perdagangan yang mana didasarkan oleh informasi dapat
diketahui dari perbedaan harga beli tertinggi dan harga jual terendah. Semakin
besar informasi privat, semakin besar perbedaan harga jual tertinggi dengan harga
beli terendah (bid-ask spread). Dengan kata lain semakin besar information
asymmetry maka bid-ask spread pun akan meningkat.
Kegiatan jual beli saham atau sekuritas lain di pasar modal, seorang investor
biasanya menggunakan jasa dealer atau broker. Dealer atau broker inilah yang
siap untuk menjual saham pada investor pada harga ask. Jika investor yang sudah
memiliki saham ingin menjualnya maka dealer atau broker akan membeli saham
tersebut dengan harga bid. Perbedaan harga antara bid dan ask inilah yang
dinamakan spread. Jadi bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi saat
dealer bersedia membeli suatu saham dan harga jual terendah dimana dealer
bersedia untuk menjual saham tersebut (Diantimala dan Hartono, 2002) dalam
Faramita (2011).
Menurut Komalasari,dkk (2001) penggunaan bid-ask spread sebagai proksi dari
asimetri informasi dikarenakan dalam mekanisme pasar modal, pelaku pasar juga
menghadapi masalah keagenan. Partisipan pasar saling berinteraksi di pasar
modal guna mewujudkan tujuannya yaitu membeli atau menjual sekuritas,
sehingga aktivitas yang mereka lakukan utamanya dipengaruhi oleh informasi
yang diterima baik secara langsung (laporan publik) maupun tidak langsung
(insider trading). Dealers memiliki daya pikir yang terbatas terhadap persepsi
masa depan dan dapat menghadapi potensi kerugian ketika berhadapan dengan
informed traders. Hal ini dapat menimbulkan adverse selection yang mendorong
dealer untuk menutupi kerugian dari pedagang terinformasi dengan
meningkatkan spread-nya terhadap pedagang likuid. Jadi dapat dikatakan bahwa
asimetri informasi yang terjadi antara dealer dan pedagang terinformasi tercermin
pada spread yang ditentukannya.
Menurut Stoll (1989) & Mardiyah (2001) dalam jurnal Muliati (2011)
menyatakan bahwa bid ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen biaya
yang berasal dari:
a) Pemilikan saham (inventory holding), biaya pemilikan saham trade off
antara memiliki terlalu banyak saham dan memiliki terlalu sedikit saham,
atas biaya pemilikan saham tersebut akan menimbulkan oportunity cost;
b) Pemrosesan pesanan (order processing), biaya pemrosesan pesanan terdiri
dari biaya administrasi, pelaporan proses komputer, telepon, dan lain-lain;
c) Informasi asimetri. Biaya pemilikan menunjukkan trade off antara memiliki
terlalu banyak saham dan memiliki terlalu sedikit saham. Atas biaya
pemilikan saham tersebut akan menimbulkan opportunity cost. Biaya
pemrosesan pesanan meliputi biaya administrasi, pelaporan, proses
komputer, telepon, dan lainnya. Sedangkan biaya informasi asimetri lahir
karena adanya dua pihak trader yang tidak sama dalam memiliki dan
mengakses informasi. Pihak pertama adalah informed trader yang memiliki
informasi superior dan pihak lainnya yaitu uninformed trader yang tidak
memiliki informasi. Ketidakseimbangan informasi tersebut menyebabkan
munculnya perilaku adverse selection dan moral hazard dalam
perdagangan saham antar trader. Jika kedua belah pihak bertransaksi, maka
uninformed trader menghadapi risiko rugi jika bertransaksi dengan
informed trader. Upaya mengurangi risiko rugi tersebut tercermin dalam
bid ask spread.
Menurut Cohen (1986) dalam jurnal Rahmawati et al. (2006) menjelaskan bahwa
spread dealer untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid dan ask yang
ditentukan oleh dealer secara individual, ketika ia hendak memperdagangkan
saham tersebut. Sedangkan spread pasar untuk suatu saham merupakan
perbedaan harga bid tertinggi dan ask terendah diantara beberapa dealer atau
pedagang saham. Di Bursa Efek Indonesia, spread dealer adalah spread yang
tidak dapat diobservasi karena dealer juga beroperasi ganda sebagai pialang
(broker). Maka sebaiknya penelitian yang berkaitan dengan bid-ask spread
menggunakan spread pasar market (market spread).
Lev (1998) dalam Rahmawati (2006) menyatakan bahwa bid-ask spread
merupakan salah satu ukuran dalam likuiditas pasar yang digunakan sebagai
pengukur asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham
perusahaan. Sedangkan Richardson (1998) menyatakan bahwa bid ask-spread
merupakan proksi asimetri informasi karena mampu menilai tingkat likuiditas
pasar maupun masalah adverse selection yang dihadapai oleh para pemain di
pasar modal. Lebih lanjut lagi, bid-ask spread dapat dijadikan sebagai proksi
yang baik untuk melihat adanya asimetri informasi diantara pihak-pihak yang
bertransaksi di pasar modal.
2.5 Tingkat Pengembalian Saham (Return Saham)
Return saham menurut Bodie (1998) dalam Saputra et al (2002) pengertian
tingkat pengembalian investasi adalah penghasilan yang diperoleh selama periode
investasi per sejumlah dana yang diinvestasikan. Secara praktis, tingkat
pengembalian suatu investasi adalah persentase penghasilan total selama periode
inventasi dibandingkan harga beli investasi tersebut. Apabila harga jual suatu
sekuritas melebihi harga belinya maka terjadilah capital gain. Demikian
sebaliknya, apabila harga jual lebih kecil daripada harga beli maka terjadilah
capital loss. Dapat dikatakan bahwa pendapatan yang diperoleh investor dari
saham merupakan pendapatan yang tidak tetap baik itu pendapatan yang berasal
dari capital gain maupun dividen. Dikatakan tidak tetap karena jumlah capital
gain yang diperoleh bergantung pada transaksi jual beli yang terjadi di pasar,
sedangkan besarnya dividen yang dibagikan dipengaruhi oleh laba dan kebijakan
badan usaha.
Menurut Tandelilin (2001), return merupakan salah satu faktor yang memotivasi
investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya. Tujuan investor dalam
berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor resiko
investasi yang harus dihadapinya. Sedangkan menurut Sulaiman dan Handi
(2008), return saham adalah keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham
investor atas investasi yang dilakukannya yang terdiri atas dividen dan capital
gain/loss. Jadi dapat disimpulkan bahwa return saham adalah tingkat
pengembalian yang diperoleh dari investasi saham yang ditanam oleh pemegang
saham (investor).
Menurut Jogiyanto (2003), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi.
Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspetasi yang
belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return
realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi
dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan
sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return histori ini juga berguna
sebagai dasar penentuan return ekspetasi (expected return) dan risiko di masa
datang. Return ekspetasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan
diperoleh oleh investor di masa datang. Berbeda dengan return realisasi yang
sifatnya sudah terjadi, return ekspetasi sifatnya belum terjadi. Pada umumnya
nilai return yang sering digunakan adalah return total.
Return pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu capital gain/loss dan yield.
Capital gain merupakan selisih dari harga investasi saat ini dengan harga periode
yang lalu. Jika harga investasi sekarang lebih tinggi dari harga investasi periode
lalu berarti terjadi keuntungan modal (capital gain) dan sebaliknya apabila harga
investasi saat ini lebih rendah dari harga investasi pada periode sebelumnya maka
terjadi capital loss. Yield merupakan presentase penerimaan kas periodik
terhadap harga investasi. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas
atau setara dengan kas sehingga dapat diuangkan dengan cepat. Salah satu contoh
yield adalah deviden.
Tidak semua saham memberikan return dalam bentuk capital gain. Dalam bursa
saham pergerakan harga saham perusahaan sangatlah cepat dan nilai capital gain
bersifat relatif dan sangat bergantung pada harga pasar dalam instrumen investasi
yang bersangkutan. Karena dengan adanya pergerakan harga yang terjadi di bursa
saham maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen investasi. Investasi
yang dapat memberikan capital gain adalah seperti obligasi dan saham,
sedangkan yang tidak memberikan komponen return capital gain adalah seperti
sertifikat deposito, tabungan dan sebagainya. Return saham sesungguhnya
diperoleh dari capital gain/loss hal ini dikarenakan capital gain/loss adalah suatu
hasil yang sudah pasti didapat oleh investor.
2.6 Ukuran Perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan (SIZE) sebagai alasan bahwa investor menanamkan modalnya
dengan mempertimbangkan besar kecilnya suatu perusahaan. Besar atau kecilnya
suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan dalam menanggung risiko
yang mungkin timbul akibat berbagai situasi yang dihadapi perusahaan berkaitan
dengan operasinya (Ismail, 2004 dalam Triwulandari, 2013).
Ukuran perusahaan menurut Ibrahim (2008), merupakan suatu skala
pengklasifikasian besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain
dengan total aktiva, total penjualan, nilai pasar saham, dan lain-lain. Adapun
menurut Hartono (2000) dalam Ulfa (2011), besar kecilnya perusahaan dapat
diukur dengan total aktiva/besar harta perusahaan dengan menggunakan
perhitungan logaritma total aktiva. Jadi berdasarkan beberapa penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya
perusahaan yang dapat diukur melalui total asset, total penjualan, dan kapitalisasi
pasar.
Ukuran perusahaan pada dasarnya terbagi menjadi tiga yaitu, perusahaan besar,
perusahaan sedang, dan perusahaan kecil. Pengukuran ini didasarkan pada total
asset perusahaan. Karena biasanya perusahaan yang besar memiliki aktiva yang
besar juga dan ini akan mencerminkan bahwa perusahaan tersebut mampu
menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Selain itu
juga dapat memberikan kepastian untuk prospek masa depan perusahaan bagi
investor dalam memprediksi risiko yang akan terjadi jika berinvestasi.
Umumnya perusahaan yang berukuran besar tentunya dapat menarik investor
untuk menanamkan investasi karena dianggap dapat mengelola saham dengan
baik sehingga mampu memberikan return yang diharapkan oleh investor.
Sebagaimana dikemukakan oleh Lauterbach dan Vaninsky (1999) dalam Ulfa
(2011), bahwa perusahaan yang mempunyai ukuran besar (SIZE) secara khas
mempunyai net income yang lebih besar daripada perusahaan dengan ukuran
kecil. Kemampuan net income yang lebih besar diharapkan memberikan laba
yang superior bagi pemilik perusahaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa ukuran
perusahaan yang besar akan dapat memberikan return yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
2.7 Return on Asset (ROA)
Dari sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk menilai prospek
perusahaan di masa mendatang adalah dengan melihat sejauh mana pertumbuhan
profitabilitas perusahaan, salah satunya adalah Return On Asset (ROA). Indikator
ini sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauh mana aktiva yang
dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba yang nantinya akan mempengaruhi
peningkatan harga saham.
Menurut Kasmir (2014), return on investment merupakan rasio yang
menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam
perusahaan. Return on investment juga merupakan suatu ukuran tentang
efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya. Disamping itu, return on
investment menujukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal
pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil rasio ini berarti semakin kurang
baik dalam pengelolaan seluruh kegiatan operasi perusahaan, demikian pula
sebaliknya.
2.8 Earning per Share (EPS)
Salah satu ukuran profitabilitas yang sering dikutip dari laporan keuangan adalah
laba per lembar saham (earning per share). Menurut Indra (2006), Earning per
Share (EPS) menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan
bagi semua pemegang saham perusahaan. EPS adalah rasio profitabilitas dari laba
bersih yang tersedia bagi pemegang saham terhadap jumlah saham yang beredar.
Earning per Share (EPS) menurut Weygant, et al (2010) dalam Ulfa (2011)
berguna untuk menunjukkan laba bersih yang dihasilkan oleh setiap lembar biasa
yang beredar di pasar. Sedangkan menurut Suardana (2009), Earning per Share
(EPS) adalah perbandingan antara laba setelah pajak dan saham yang beredar.
Jadi dapat disimpulkan Earning per Share (EPS) adalah laba bersih yang akan
diterima oleh pemegang saham dari setiap jumlah saham yang beredar.
Earning per Share (EPS) merupakan hasil atau pendapatan yang akan diterima
oleh pemegang saham untuk setiap lembar saham yang dimilikinya atas
keikutsertaannya dalam perusahaan. Laba per lembar saham biasanya merupakan
indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang umumnya terhadap
korelasi yang kuat antara pertumbuhan laba dan pertumbuhan harga saham.
Laba merupakan alat ukur utama kinerja keuangan suatu perusahaan, karena itu
para pemodal seringkali memusatkan perhatian pada besarnya Earning per Share
(EPS) dalam melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai Earning per Share
(EPS) tentu saja akan menyejahterahkan pemegang saham karena semakin besar
laba yang disediakan untuk pemegang saham.
Semakin meningkatnya jumlah Earning per Share (EPS) akan meningkatkan
daya tarik investor dalam menanamkan dana ke dalam perusahaan, sehingga
harga saham akan meningkat. Meningkatnya harga saham akan berpengaruh
terhadap meningkatnya total return yang diperoleh investor. Earning per Share
(EPS) yang besar menunjukkan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam
menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham. Peningkatan Earning
per Share (EPS) menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan
kemakmuran para investor dan dari hal tersebut akan mendorong investor untuk
menambah jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan. Dan jika laba yang
diperoleh meningkat, kemungkinan dividen yang dibagikan akan meningkat,
sehingga permintaan akan saham pun naik. Hal ini yang menimbulkan
peningkatan harga saham yang selanjutnya akan meningkatkan return saham
(Suardana, 2009).
2.9 Penelitian Terdahulu
1. Yassin, et al (2015) dalam penelitian yang berjudul “The Relationship
between Information Asymmetry and Stock Return in the Presence of
Accounting Conservatism”. Pengujian ini dilakukan terhadap 26
perusahaan yang terdaftar di Amman Stock Exchange (ASE) untuk periode
2006-2012 menggunakan analisis Seemingly Unrelated Regression (SUR).
Variabel dependen penelitian ini adalah return saham, sedangkan variabel
independennya adalah information asymmetry, trading volume, risk,
previous day’s stock return dan variabel kontrol yang digunakan yaitu
accounting conservatism. Yassin, et al menemukan information asymmetry,
trading volume, risk, previous day’s stock return berpengaruh signifikan
positif terhadap return saham. Dan accounting conservatism tidak memiliki
dampak yang signifikan terhadap return saham.
2. Penelitian yang dilakukan Pujianto (2013) dengan judul “Pengaruh
Asimetri Informasi Terhadap Return Saham”. Populasi dalam penelitian ini
adalah perusahaan-perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2006-2010. Sampel penelitian berjumlah 20
perusahaan dengan teknik purposive sampling dan metode penelitian
menggunakan metode analisis deskriptif asosiatif. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa asimetri informasi memiliki pengaruh yang cukup
signifikan terhadap return saham, terjadinya peningkatan informasi akan
menurunkan return saham dalam perusahaan manufaktur.
3. Penelitian Permana (2010) dengan judul “Pengaruh Kinerja Keuangan dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Return Saham Perbankan yang Terdaftar di
BEI tahun 2004-2008”. Penelitian dilakukan atas 20 perusahaan perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2004-2008. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah return saham, sedangkan EPS, ROA,
LEV, PER dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Hasil
penelitian ini berdasarkan metode regresi berganda menyatakan bahwa
EPS, ROA, LEV, PER, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif secara
simultan terhadap return saham, hal ini terlihat dari F hitung = 2,404 lebih
besar dari F tabel = 2,35. Secara parsial ROA dan PER berpengaruh positif
terhadap return saham, dimana ROA memiliki pengaruh paling dominan
dengan nilai koefisien beta lebih besar dibandingkan dengan variabel-
variabel lainnya yaitu sebesar 0,461.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Nama
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
1
Yassin, M
Mohammed,
et al (2015)
The
Relationship
between
Information
Asymmetry and
Stock Return in
the Presence of
Accounting
Conservatism
Independen:
Information
Asymmetry,
Trading
Volume, Risk,
Previous
day’s stock
return
Dependen:
Stock Return
Kontrol:
Accounting
Conservatism
Information
Asymmetry
berpengaruh secara
positif terhadap Stock
Return. Hasil
penelitian
menyimpulkan bahwa
peningkatan
information
asymmetry antara
investor menyebabkan
adanya peningkatan
return saham
2
Pujianto,
Agustinus
Resa Dwi
(2013)
Pengaruh
Asimetri
Informasi
Terhadap Return
Saham
Independen:
Asimetri
Informasi
Dependen:
Return
Saham
Penelitian ini
menggunakan metode
analisis deskriptif
asosiatif. Dan hasil
yang diperoleh dari
penelitian ini
menyimpulkan bahwa
asimetri informasi
memiliki pengaruh
yang cukup signifikan
terhadap return
saham, terjadinya
peningkatan informasi
akan menurunkan
return saham dalam
perusahaan
manufaktur.
3
Permana,
Fajar Galih
(2010)
Pengaruh
Kinerja
Keuangan dan
Ukuran
Perusahaan
Independen:
EPS, ROA,
LEV, PER
dan Ukuran
Perusahaan
Hasil penelitian ini
berdasarkan metode
regresi berganda
menyatakan bahwa
EPS, ROA, LEV,
Terhadap Return
Saham
Perbankan yang
Terdaftar di BEI
tahun 2004-
2008
(SIZE)
Dependen:
Return
Saham
PER, dan ukuran
perusahaan
berpengaruh positif
secara simultan
terhadap return
saham. Secara parsial
ROA dan PER
berpengaruh positif
terhadap return
saham, dimana ROA
memiliki pengaruh
paling dominan.
Sumber: Jurnal dan skripsi, data diolah 2015
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sampel yang
digunakan pada penelitian ini sebanyak 10 perusahaan yang terdaftar di indeks
SRI-KEHATI periode 2010-2014 dan penelitian ini menggunakan variabel SIZE,
ROA, dan EPS sebagai variabel kontrol dimana variabel tersebut diidentifikasi
dapat berpengaruh pada tingkat pengembalian saham.
2.10 Kerangka Pemikiran
Investor dalam berinvestasi pasti mengharapkan return yang maksimal. Tak
hanya mempertimbangkan keuntungan dari perubahan harga saham namun juga
investor harus mempertimbangkan risiko dari perubahan harga saham. Untuk itu
investor dalam melakukan investasinya memerlukan informasi yang berkaitan
dengan pergerakan harga saham agar dapat memilih harga saham yang layak
untuk dipilih. Bagi para investor, informasi dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Salah satu cara untuk
mengetahui reaksi investor terhadap informasi tersebut adalah dengan adanya
perubahan harga saham. Harga saham akan berfluktuasi dan fluktuasi harga
saham tersebut bergantung pada informasi baru yang akan diperoleh. Di pasar
modal, investor menghadapi kondisi information asymmetry dimana sebagian
para pelaku pasar memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pelaku
pasar lainnya dan hal itu akan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian yang
akan diterima.
Asymmetric information theory yang digagas oleh Arkelof (1970) dalam Prasetya
(2012) yang menyatakan bahwa asimetris informasi merupakan perbedaan
informasi yang didapat antara salah satu pihak dengan pihak lainnya dalam
kegiatan ekonomi. Ketidakseimbangan informasi ini dapat terjadi karena
beberapa hal seperti adanya asumsi dimana investor dan manajer memiliki
informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan dari pada
yang dimiliki oleh investor. information asymmetry juga dapat terjadi jika
sebagian investor mempunyai informasi lebih banyak dan yang lainnya tidak
memilikinya atau informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor
yang mendapat informasi saja (informed investor). Selain itu, information
asymmetry juga dapat terjadi apabila saham perusahaan dinilai terlalu tinggi atau
terlalu rendah dari nilai pasarnya.
Berdasarkan asymmetric information theory, informasi yang dimiliki oleh
investor akan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian saham yang akan
diterima oleh investor tersebut. Apabila information asymmetry meningkat maka
bid-ask spread pun akan naik sehingga akan meningkatkan retrun saham, karena
kegiatan perdagangan yang berdasarkan informasi dapat mempengaruhi
perbedaan antara bid dan ask, sehingga semakin tinggi atau besar informasi privat
yang dimiliki maka semakin besar bid-ask spread dan akan meningkatkan return
saham yang akan diterima investor. Karena pihak yang memiliki informasi dapat
lebih baik mengetahui kinerja perusahaan dan dapat lebih tepat dalam membuat
keputusan berinvestasi dengan mamanfaatkan informasi yang ia miliki. Sehingga
semakin banyak informasi yang diketahui oleh informed trader maka akan
semakin menguntungkan bila uninformed trader tidak mengetahui informasi
sebanyak yang dimiliki oleh informed trader. Dengan kata lain information
asymmetry memiliki arah pengaruh positif terhadap return saham.
Ukuran (SIZE) perusahaan bisa diukur menggunakan total aktiva, penjualan atau
modal perusahaan. Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan. Semakin besar total aktiva
semakin mampu perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin besar perusahaan
menghasilkan laba, maka akan besar membagikan deviden. Selain itu, jika
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham
akan meningkat dan tentu return juga akan meningkat Husnan (1993) dalam
Adiwiratama (2012). Hal ini berarti SIZE perusahaan mempunyai hubungan
positif dengan return saham.
Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan
untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan total aset yang dimilikinya atas investasi yang dilakukan. Return
on Asset (ROA) merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total
investasi asset. Semakin besar Return on Asset (ROA) maka menunjukkan
semakin besar perusahaan mampu memberikan return saham atas investasi
berupa aset yang dimiliki. Ketika mengetahui besarnya Return on Asset (ROA),
investor dapat menilai seberapa besar laba yang dapat dihasilkan dengan aset
yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan Return on Asset (ROA) yang
tinggi, menyebabkan permintaan terhadap saham perusahaan tersebut meningkat.
Sesuai dengan hukum permintaan, maka semakin tinggi permintaan saham,
semakin tinggi juga harga saham tersebut. Dan kenaikan harga saham itu
menyebabkan kenaikan return saham juga. Dengan kata lain Return on Asset
(ROA) memiliki arah pengaruh positif terhadap tingkat pengembalian saham.
Earning per Share (EPS) merupakan rasio keuangan yang digunakan investor
untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
berdasarkan saham yang dimiliki. Earning per Share (EPS) ini menunjukkan
laba bersih perusahaan yang akan dibagikan kepada semua pemegang saham.
Perkembangan Earning per Share (EPS) perusahaan yang tinggi akan
mengindikasikan bahwa perusahaan mampu mengatur pengalokasian dana yang
diperoleh secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka para investor dapat dengan mantap dan yakin
bahwa perusahaan sangat potensial dan mempunyai prospek investasi yang
sangat bagus dimasa yang akan datang. Maka dari itu tujuan investor untuk
mendapatkan return yang tinggi dapat tercapai.
Semakin tinggi perubahan Earning per Share (EPS) akan menarik minat investor
berinvestasi di perusahaan tersebut. Akibatnya permintaan akan saham tersebut
akan meningkat dan harga saham juga ikut meningkat. Harga saham yang tinggi
akan mendorong investor untuk menjual saham tersebut. Dan jika saham tersebut
terjual dengan harga yang tinggi maka investor akan mendapatkan return yang
tinggi. Maka hubungan antara Earning per Share (EPS) dengan tingkat
pengembalian saham memiliki arah pengaruh yang positif. Berdasarkan
penjelasan kerangka pikir diatas maka dapat digambarkan kedalam model
penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Penelitian
Information Asymmetry
(X1)
Tingkat Pengembalian
Saham
(Y)
SIZE (Ukuran Perusahaan)
(X2)
ROA (Return on Asset)
(X3)
EPS (Earnings per Share)
(X4)
2.11 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dijelaskan pada bagian di atas maka
hipotesis penelitian ini adalah:
Ho1 : Information Asymmetry berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat
pengembalian saham.
Ha1 : Information Asymmetry berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengembalian saham.
Ho2 : SIZE berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengembalian saham.
Ha2 : SIZE berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian saham.
Ho3 : Return on Asset (ROA) berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat
pengembalian saham.
Ha3 : Return on Asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengembalian saham.
Ho4 : Earning per Share (EPS) berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat
pengembalian saham.
Ha4 : Earning per Share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengembalian saham.
Ho5 : Information Asymmetry, SIZE, ROA, EPS secara simultan berpengaruh
tidak signifikan terhadap tingkat pengembalian saham.
Ha5 : Information Asymmetry, SIZE, ROA, EPS secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengembalian saham.
0 Response to "KAJIAN TEORI LENGKAP SKRIPSI INVESTASI"
Post a Comment