MAKALAH MANAJEMEN OPERASIONAL PERENCANAAN KAPASISTAS
MAKALAH MANAJEMEN OPERASIONAL PERENCANAAN KAPASISTAS
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perencanaan kapasitas adalah keputusan strategis jangka panjang yang menetapkan keseluruhan tingkat sumber daya yang dimiliki sebuah perusahaan (Maria Pampa dkk, 2011:76). Peramalan permintaan yang akan datang akan memberikan pertimbangan untuk merancang kapasitas. Merancang suatu kapasitas adalah tahapan pertama yang harus dilakukan sebelum perusahaan memutuskan suatu produk baru atau perubahan jumlah volume produk.
Kapasitas yang tidak sesuai dapat menyebabkan kehilangan pelanggan dan menghambat pertumbuhan perusahaan. Sementara kelebihan kapasitas dapat menguras sumber daya perusahaan dan menghambat melakukan investasi dalam kegiatan-kegiatan yang lebih menguntungkan. Dari berbagai macam kapasitas sumber daya yang dimiliki, perusahaan selalu berusaha untuk mendapatkan kapasitas produksi yang optimal atau sering disebut sebagai luas produksi optimal, yaitu jumlah dan jenis produksi yang harus dihasilkan, yang dapat menghasilkan laba maksimum atau biaya minimum.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin membahas tentang perencanaan kapasitas.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana konsep kapasitas?
- Bagaimana perencanaan kebutuhan kapasitas?
- Apa yang dimaksud skala ekonomis dan skala non-ekonomis?
- Apa saja metode kuantitatif perencanaan kapasitas produksi?
- Apa yang dimaksud kapasitas dan skedul produksi induk?
Berdasarkan rumusan masalah diperoleh tujuan pembahasan sebagai berikut:
- Menjelaskan konsep kapasitas.
- Memberikan informasi perencanaan kebutuhan kapasitas.
- Menjelaskan tentang skala ekonomis dan skala non-ekonomis.
- Menjelaskan metode kuantitatif perencanaan kapasitas produksi.
- Memberikan informasi tentang kapasitas dan skedul produksi induk.
Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).
PEMBAHASAN
Konsep Kapasitas
Kapasitas adalah suatu tingkat keluaran, suatu kuantitas keluaran dalam periode tertentu, dan merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu (Handoko, 2012:297). Kapasitas dapat disesuaikan dengan tingkat penjualan yang sedang berfluktuasi yang dicerminkan dalam skedul produksi induk. Hubungan antara kapasitas dan skedul-skedul induk adalah sangat penting. Karena skedul produksi mencerminkan apa yang akan diproduksi organisasi, kemampuan untuk memenuhi rencana ini tergantung pada kapasitas yang tersedia sekarang atau dalam jangka pendek di waktu mendatang, atau tergantung pada kemampuannya untuk memperluas kapasitas ini dalam jangka waktu lebih panjang.
Salah satu masalah sehubungan dengan konsep kapasitas adalah unit (satuan) keluaran. Unit produksi adalah tidak homogen oleh karena itu perusahaan penting mempertimbangkan konsep campuran produk ketika menyusun rencana untuk masa mendatang, yaitu dengan memerinci kapasitas masing-masing jenis dan ukuran produk secara individual. Waktu menimbulkan masalah lain dalam konsep kapasitas. Setiap perusahaan akan berbeda-beda dalam menentukan berapa lama tingkat keluaran yang harus dicapai. Konsep “tingkat pengoperasian terbaik” perlu digunakan untuk mengatasi masalah yang ada.
Menuurut Handoko (2012:299) beberapa definisi kapasitas secara umum diterima, dapat diperinci sebagai berikut:
Design capacity, tingkat keluaran per satuan waktu untuk mana pabrik dirancang.
Rated capacity, tingkat keluaran per satuan waktu yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan memproduksinya.
Standard capacity, tingkat keluaran per satuan waktu yang ditetapkan sebagai sasaran pengoperasian bagi manajemen, supervise, dan para operator mesin; dapat digunakan sebagai dasar bagi penyusunan anggaran
Actual/operating capacity, tingkat keluaran rata-rata per satuan waktu selama periode waktu yang telah lewat.
Peak capacity, jumlah keluaran per satuan waktu (lebih rendah daripada rated, lebih besar daripada standard) yang dapat dicapai melalui maksimilasi keluaran. Dilakukan dengan kerja lembur, menambah tenaga kerja, dan sebagainya.
Manajemen operasi juga menekankan pentingnya dimensi waktu kapasitas. Pada umumnya dapat dibedakan sebagai berikut:
Perencanaan kapasitas jangka panjang ( > 1 tahun). Di mana sumber daya – sumber daya produktif memakan waktu lama untuk menyelesaikannya, seperti bangunan, peralatan atau fasilitas. Perencanaan ini memerlukan partisipasi manajemen puncak.
Perencanaan kapasitas jangka menengah (6-18 bulan). Kapasitas dapat bervariasi karena alternatif seperti penarikan tenaga kerja, peralatan baru, sub contracting, dan pembelian peralatan bukan utama.
Perencanaan kapasitas jangka pendek ( < 1 bulan). Dikaitkan pada proses penjadwalan harian atau mingguan dan menyangkut pembuatan penyesuaian-penyesuaian untuk menghapuskan variance antara keluaran yang direncanakan dan keluaran nyata.
Perencanaan Kebutuhan Kapasitas
Perencanaan kapasitas berkaitan dengan pemilihan ukuran yang akan digunakan oleh setiap industri dan strategi kapasitas untuk memilih satu fasilitas yang besar ataukah membangun beberapa fasilitas yang kecil-kecil. Menurut Maria Pampa, dkk (2011:79) umumnya, kapasitas ditunjukkan oleh dua ukuran, yaitu:Ukuran berdasarkan output, dipilih oleh perusahaan yang berorientasi pada product focused. Ukuran output akan tepat digunakan ketika perusahaan menawarkan produk atau jasa yang standar dengan jumlah yang relatif kecil. Contoh: perusahaan otomotif dan perusahaan furniture.
Ukuran berdasarkan input, dipilih oleh perusahaan yang berorientasi pada process focus. Ukuran ini digunakan oleh perusahaan yang menawarkan produk dan jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen dan jumlah yang dihasilkan relatif banyak. Contoh: Rumah Sakit mengukur kapasitas dengan ukuran jumlah pasien yang dilayani per hari. Perusahaan photo copy mengukur kapasitas usahanya berdasarkan mesin photo copy yang dimiliki.
Rata-rata penggunaan kapasitas dapat diukur dengan presentase pemakaian kapasitas untuk berproduksi dibagi dengan kapasitas yang tersedia, dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Persentase penggunaan kapasitas = (pemakaian Kapasitas Senyatanya)/(kapasitas yang tersedia)
Sedangkan cadangan kapasitas atau selisih kapasitas dipakai senyatanya dikurangi dengan kapasitas yang tersedia, disebut capacity cushion. Jadi capacity cushion = 1 – persentase penggunaan kapasitas. Danang Sunyoto & Danang Wahyudi (2011:50) mengatakan bahwa besar kecilnya capacity cushion tergantung pada beberapa faktor berikut, yaitu:
Keberanian pengusaha untuk menghadapi ketidakpastian.
Pengaruh penggunaan mesin terhadap kerusakan.
Sifat fluktuasi permintaan dan risiko kekurangan hasil produksi.
Kemungkinan subkontrak.
Rated capacity adalah ukuran kapasitas di mana fasilitas tertentu sudah digunakan dengan maksimal. Kapasitas yang dijadikan patokan (rated capacity) akan selalu kurang atau sama denbgan kapasitas riilnya. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Rated capacity = (kapasitas) × (pemanfaatan) × (efisiensi)
Contoh:
PT X memiliki sebuah pabrik untuk memproses roti. Fasilitas ini efisiensinya 90%, dengan utilitas 80%. Untuk memproduksi roti, digunakan 3 lini proses. Tiga lini tersebut beroperasi 7 hari dalam seminggu dengan 3 kali pergantian (shift) setiap 8 jam setiap hari. Setiap lininya di desain untuk memproses 120 roti setiap jam. Berapakah rared capacity fasilitas tersebut?
Jawab:
Kapasitas = (3 lini x 7 hari x 3 shift x 120 roti x 8 jam) = 60.480 roti
Pemanfaatan (utilitas) = 80%
Efesiensi = 90%
Rated capacity = Kapasitas x Pemanfaatan x Efisiensi
= 60.480 x 80% x 90%
= 43.546 roti
Bagi perusahaan tidak ekonomik untuk menambah dan mengurangi tenaga kerja dengan naik dan turunnya penjualan. Penggunaan kerja lembur, subkontrak dari luar, atau penimbunan persediaan biasanya menjadi alternatif keputusan yang diambil oleh seorang manajer. Sisi positif kerja lembur adalah menaikkan upah karyawan sehingga akan membuat karyawan lebih senang.
Kerja lembur meminimumkan kebutuhan penarikan lebih banyak karyawan dan kemudian memberhentikan mereka. Sisi negatifnya adalah bahwa pendapatan karyawan berfluktuasi karena kerja lembur tidak dilakukan secara teratur dan terus menerus. Masalah lain adalah turunnya produktivitas bila pekerjaan tidak didasarkan atas kecepatan mesin.
Pada dasarnya penentuan jumlah unit kapasitas (misal jam kerja karyawan atau mesin) yang diperlukan selama periode waktu tertentu dibuat melalui perhitungan rasio permintaan terhadap kapasitas satu unit sumber daya. Berikut adalah contoh perhitungan penentuan kebutuhan kapasitas.
Contoh:
Suatu perusahaan menghadapi permintaan akan produknya sebesar 200 unit. Ada 22 hari kerja per bulan. Waktu pengoperasian standar per unit sebesar 8 jam dan ini memerlukan waktu setengah jam untuk persiapan setiap unit. 200 unit produk akan diproses dalam 10 kumpulan. Pada akhir setiap kumpulan mesin harus diuji dan disesuaikan kembali sebelum kumpulan berikutnya diproses; waktu penyiapan ini memerlukan 4 jam. Efisiensi organisasional diperkirakan 95% dan mesin-mesin beroperasi dengan efisiensi 90% berarti selama mesin-mesin dioperasikan dengan kecepatan wajar, diperlukan waktu penundaan untuk pemeliharaan selama 48 menit per hari. Mesin-mesin dijalankan 8 jam per hari dan para operator mesin bekerja sesuai tingkat standar (1,00). Berapa jumlah mesin yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan bulanan?
Jawab:
Hstd = ∑_(i=1)^X▒〖 [ O_i (T_i+S_i )+ B_i 〖 N〗_i]〗
Hstd = 200 (8 + 0,5) + 4 (10) = 1.740 jam standar
Hact = H_std/(E_o P_w E_m )= 1.740/(0,95 (1,00)0,90 ) = 2.035,1 jam nyata
Nr = H_act/H_avl = 2.035,1/(22 (8)) = 11,56 mesin
Skala Ekonomis dan Skala Non-Ekonomis
Menurut Handoko (2012:307) Economies berarti penghematan biaya-biaya produksi atau kenaikan produktivitas. Economies of scale merupakan skala produksi yang dapat menurunkan baiaya rata-rata per unit barang atau jasa, ketika tingkat output meningkat (Maria Pampa, dkk, 2011:80). Penurunan biaya rata-rata per unit tersebut disebabkan oleh:Penyebaran biaya tetap ke semua unit produksi.
Penurunan biaya konstruksi.
Pemotongan biaya pembelian material.
Penemuan proses produksi yang menguntungkan.
Economies of scale adalah pengehematan biaya yang disebabkan karena penggunaan sumber daya skala besar atau produksi dengan cara masal. Pengurangan biaya ini terjadi bila semua faktor produksi dikembangkan secara proporsional (Sumayang, 2003:113).
Faktor-faktor yang disebut economies scale ini memungkinkan operasi perusahaan untuk memproduksi produk atau jasa secara massa. Bila perusahaan memperbesar skala pabrik dengan menaikkan volume produksi melalui penambahan kapasitas pabrik, maka ada kemungkinan peningkatan produktivitas.
Menurut Maria Pampa, dkk (2012:308) diseconomies of scale adalah tingkat output yang meningkat pada suatu titik tertentu akan menyebabkan meningkatnya biaya rata-rata per unit produk dan jasa. Kenaikan biaya rata-rata oleh semakin meningkatnya output yang dihasilkan dapat disebabkan oleh kenaikan biaya tetap jangka panjang, dan semakin kompleksnya perusahaan menggunakan peralatan yang menimbulkan inefisiensi.
Sebagai contoh karena perusahaan “terlalu besar” pengawasan yang efektif dari manajemen terhadap operasi perusahaan mulai sulit dilakukan atau karena perusahaan mendominasi pasar maka perusahaan menjadi lengah dalam memberikan tanggapan perubahan-perubahan proses dan permintaan.
Metode Kuantitatif Perencanaan Kapasitas Produksi
Untuk menentukan kapasitas produksi optimum, terdapat berbagai macam faktor yang harus diperhatikan. Faktor tersebut pada umumnya disebut sebagai faktor produksi menurut Mitra Bestari (dalam Danang Sunyoto dan Danang Wahyudi 2011), seperti:
Kapasitas bahan baku, yaitu jumlah bahan baku yang mampu disediakan dalam waktu tertentu. Jumlah ini dapat diukur dari kemampuan para supplier untuk memasok penyediaan bahan baku.
Kapasitas jam kerja mesin, yaitu jumlah jam kerja normal mesin yang mampu disediakan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
Kapasitas jam kerja, yaitu jumlah jam kerja normal yang mampu disediakan. Jumlah jam kerja dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja dan jam kerja yang berlaku apakah satu shift, dua shift, dst.
Modal kerja, yaitu kemampuan penyediaan dana untuk melaksanakan proses produksi, misal untuk membeli bahan baku, membayar upah, dsb.
Dari berbagai macam faktor tersebut, diusahakan untuk memperoleh kombinasi jumlah dan jenis produksi yang akhirnya dapat menghasilkan keuntungan atau biaya minimum. Metode kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengkombinasikan berbagai faktor tersebut adalah:
Metode Break-Even Point
Analisis break-even digunakan untuk menentukan jumlah produk yang harus dihasilkan, agar perusahaan minimal tidak menderita rugi. Untuk menghitung titik break-even, perlu ditentukan terlebih dahulu biaya tetap dan variabel untuk berbagai volume penjualan. Ini dapat dilakukan untuk operasi keseluruhan atau proyek individual. Titik break-even merupakan titik dimana penghasilan total sama dengan biaya total.
P × Q = F + ( V × Q )
Keterangan:
P = harga per unit
Q = kuantitas yang dihasilkan
F = biaya tetap total
V = biaya variabel per unit
Karena Q tidak diketahui padahal yang dicari adalah Q, dapat digunakan aljabar. Didapat persamaan sebagai berikut:
Q = F/(P-V)
Contoh:
Harga penjualan produk A adalah Rp100.000,- per unit dan baiay bahan mentah dan tenaga kerja langsung sebesar Rp80.000,- per unit, dan biaya tetap per bulan Rp20.000.000,- Titik Break Even dalam unit keluaran dapat dihitung sebagai berikut:
Q = 20.000.000/(100.000-80.000)=1.000 unit
Secara grafik, analisis BEP dalam contoh dapat digambarkan sebagai berikut:
Istilah (P-V) disebut “kontribusi” yaitu jumlah kelebihan atau selisih harga per unit di atas atas biaya variabel per unit. Hubungan ini dapat digunakan manajer dalam perencanaan kapasitas mereka. Sebagai contoh, manajer dapat menentukan pengaruh pada laba/rugi perubahan-perubahan kuantitas yang dihasilkan. Bila manajer ingin mengetahui pada volume berapa laba akan sebesar Rp5.000.000,- maka dapat dihitung sebagai berikut:
Q = (F-laba yang diinginkan )/(P-V)
Q = (20.000.000+5.000.000)/(100.000-80.000)
Q = 1.250 unit
Bagaimana pun juga, manajer harus memasukkan pajak pendapatan. Oleh karena itu, rumusan untuk mencari volume yang dihasilkan menjadi :
Q = (F+(laba yang diinginkan )/(1-tingkat pajak) )/(P-V)
Misalnya, tingkat pajaknya 40%, jumlah yang harus dihasilkan untuk memeperoleh laba Rp5.000.000,- adalah:
Q = (20.000.000 5.000.000/(1-0,4))/(100.000-80.0000)
Q = 1.417 unit
Untuk maksud perencanaan kapasitas, penting mengetahui “rasio kontribusi” untuk produk individual. Rumusan perhitungannya adalah:
Rasio Kontribusi = (P-V)/P ×100
Dengan menggunakan contoh di atas, dapat diketahui Rasio Kontribusi sebagai berikut:
CR = (Rp100.000-Rp80.000)/Rp100.000 ×100=20%
Setelah manajer mengetahui besarnya rasio kontribusi, dia dapat mempromosikan penjualan produk yang mempunyai kontribusi paling besar dan barangkali menghentikannya dari garis produk bagi yang mempunyai rasio kontribusi rendah. Sehingga dapat memperoleh opportunity costs tinggi.
Analisis break-even harus digunakn dengan hati-hati karena banyaknya asumsi yang dibuat. Pertama, adalah sulit untuk memisahkan biaya tetap dari biaya variabel dalam banyak operasi.
Kedua, biaya variabel tidak selalu konstan seperti garis lurus. Kadang economies of scale mengakibatkan biaya variabel per unit turun dengan naiknya volume yang dihasilkan. Pada saat lain, diseconomies of scale bekerja sebaliknya dan menyebabkan biaya variabel per unit naik dengan naiknya volume. Begitu juga, biaya tetap mungkin tidak selamanya konstan dengan berubahnya “range” volume. Dan volume yang semakin besar mungkin hanya akan menurunkan harga dengan mempengaruhi margin kontribusi, tidak menaikkan laba.
Learning Curves
Konsep “learning curve” menganggap bahwa praktek pengerjaan suatu barang mengarah ke perbaikan. Bila seorang karyawan mengerjakan sesuatu yang belum pernah dia kerjakan, ada kemungkinan keluaran kedua lebih memerlukan waktu sedikit dibanding keluaran pertama, waktu yang diperlukan untuk keluaran ketiga lebih sedikit daripada keluaran kedua, dan seterusnya. Semakin banyak pengalaman pengerjaan suatu barang dapat selalu mengarahkan ke metode-metode yang lebih ekonomik. Ada beberapa alasan mengapa waktu nyata yang diperlukan per unit keluaran menurun sejalan dengan naiknya jumlah unit yang diproduksi, yaitu:
Karyawan menjadi familiar denga apa yang harus dilakukan.
Ketrampilan individual berkembang.
Perbaikan dalam perencanaan dan organisasi kerja, metode kerja, dan peralatan yang semakin baik.
Pola kerja menjadi lebih ritmik.
Lingkungan kerja yang lebih menguntungkan.
Learning curve garis lurus secara matematik dapat dinyatakan dalam fungsi garis eksponensial dengan rumusan sebagai berikut:
Y = C XS atau dalam fungsi logaritmik log Y = S log X + log C
Dengan keterangan:
X = jumlah unit produk yang dibuat
C = jam tenaga kerja langsung yang diperlukan oleh produksi pertama
Y = jumlah jam kerja rata-rata per unit produk
S = Slope atau log〖%-2 〗/log2
Sebagai contoh suatu perusahaan baru menerima kontrak pembuatan produk sejumlah 50 unit. Produk pertama memerlukan 2.000 jam tenaga kerja langsung dengan learning curve yang berlaku 80% (-0,322). Waktu rata-rata yang dibutuhkan per unit produk dapat dihitung:
log Y = -0,322 log 50 + log 2.000
log Y = 2,75396
Y = 567,491 jam tenaga kerja langsung
Learning curve dapat membantu dalam pembuatan keputusan manajerial. Pertama, dengan cara menghitung jam tenaga kerja langsung rata-rata per produk. Setelah mengetahui hasilnya, kemudian dapat dilakukan penghitungan biaya langsung per produk. Jadi, perusahaan akan mengetahui jumlah kontribusi laba serta kontribusi laba total. Atas dasar ini manajer dapat membuat keputusan, dengan memperhatikan factor-faktor lainnya yang relevan. Masalah ketiga adalah learning curve mungkin membesar-besarkan penghematan tenaga kerja. Untuk mencapai pengurangan biaya tenaga kerja langsung, diperlukan teknisi industrial, para penyelia, dan lain-lain yang membuat perbaikan. Tetapi mereka adalah tenaga kerja tidak langsung, dan biaya mereka biasanya dimasukkan ke dalam biaya overhead bukan ke biaya tidak langsung. Oleh karena itu banyak perusahaan mencoba memperhitungkan hal ini dengan cara pembebanan waktu para spesialis pada pekerjaan tertentu. Masalah yang terakhir adalah adanya kecenderungan salah intrepretasi terhadap penghematan yang diperkirakan kecuali perusahaan merubah caranya dalam menyusun laporan akuntasi biaya.
Kapasitas dan Skedul Produksi Induk
Pada umumnya rencana penjualan dan produksi merupakan rencana kegiatan operasional untuk selama waktu tertentu, misal satu tahun. Untuk merealisasikan rencana penjualan tersebut, perlu didukung oleh pola produksi yang mampu menentukan besarnya tingkat produksi setiap satuan waktu tertentu yang direncanakan. Terdapat 3 tipe pola produksi (Danang Sunyoto & Danang Wahyudi, 2011:58), yaitu:
Pola produksi konstan, yaitu jumlah produksi yang dihasilkan selalu sama dalam setiap waktu. Setiap terjadi produksi di bawah permintaan, maka kekurangannya ditutup dari persediaan atau melakukan sub kontrak. Sebaliknya setiap terjadi kelebihan produksi di atas permintaan, perusahaan harus menanggung biaya simpan.
Pola produksi bergelombang, yaitu jumlah produksi setiap satuan waktu mengikuti fluktuasi permintaan. Apabila permintaan berada di atas kapasitas produksi normal, perusahaan dapat memenuhi kekurangan dengan cara kerja lembur. Dengan pola produksi ini, perusahaan tidak mungkin mengalami kelebihan produksi, karena biaya simpan dapat dihindari.
Pola produksi moderat, yaitu jumlah produksi dalam beberapa periode tertentu konstan dan dalam periode tertentu mengalami kenaikan untuk kemudian konstan kembali.
Skedul induk adalah rencana tertulis yang menunjukkan berapa banyak setiap barang akan dibuat dalam setiap periode waktu di waktu yang akan datang (Handoko, 2012:325). Dalam kenyataannya, bagaimanapun juga skedul-skedul induk biasanya diubah setiap waktu untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi.
Produksi untuk Pesanan
Bila produk dibuat atas dasar pesanan langganan, pekerjaan penyusunan skedul induk sebagian besar merupakan peninjauan kembali beban kerja pesanan yang telah diterima. Ini berarti para penyusun skedul
harus mengetahui ukuran beban kerja menyeluruh yang akan dibebankan pada setiap departemen utama untuk mengerjakan pesanan yang diterima.
Hal ini menunjukkan kuantitas dan waktu kapasitas yang tersedia dalam setiap departemen utama. Selanjutnya, perlu juga diperhatikan urutan pembebanan kerja dalam departemen-departemen yang berbeda agar tidak terjadi penundaan. Skedul produksi untuk pesanan menunjukkan jumlah pesanan yang direncanakan untuk diselesaikan dan dikirim per periode waktu, sehingga pemberian perintah pengerjaan pesanan dapat dilakukan sesuai skedul yang telah disusun.
Produksi untuk Persediaan
Perusahaan-perusahaan manufaktur hampir semuanya memproduksi untuk persediaan, produk-produk dirancang dan dibuat untuk memenuhai permintaan. Penyusunan skedul produksi induk dimulai dengan forecast penjualan. Forecast ini mempunyai terlalu banyak ekstrim bawah dan atas untuk digunakan secara langsung, yang mengakibatkan program produksi berfluktuasi. Untuk mengatasinya, dengan penimbunan persediaan selama periode-periode di mana permintaan rendah. Besar tingkat persediaan tergantung pada biaya relatif penyimpanan persediaan versus biaya perubahan tingkat produksi.
Perubahan tingkat produksi mungkin melibatkan kerja lembur, penghentian produksi, pembelian mesin baru atau membiarkan mesin-mesin tertentu menganggur, dan biaya sejenis lainnya. Setelah skedul produksi sementara disusun, maka perusahaan harus menentukan apakah kapasitas pabrik yang tersedia dapat memenuhinya, sebelum skedul disetujui.
Seperti telah disebutkan, salah satu fungsi utama skedul produksi induk bagi produksi untuk persediaan adalah mencari penyelesaian konflik terbaik antara penjualan berfluktuasi dan keinginan perusahaan akan produksi yang relatif stabil dengan menggunakan persediaan untuk mempersempit perbedaan-perbedaaan.
Banyak perusahaan membuat produk-produk akhir yang dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, tetapi biasanya dibuat dari bahan atau komponen yang memerlukan jangka waktu lebih panjang untuk membeli atau memproduksinya. Yang berbeda dari program-program produksi dan skedul produksi adalah dalam hal suatu program yang disetujui tidak memberikan wewenang kepada bagian pengendalian produksi untuk memproduksi segala sesuatu.
Berbagai perusahaan membuat ribuan produk yang menyebabkan sulit untuk menyusun skedul-skedul produksinya secara individual. Sebagai contoh, suatu perusahaan obat biasanya memproduksi ratusan atau bahkan ribuan jenis dan dalam banyak ukuran pembungkusan. Perusahaan ini dapat menggunakan skedul-skedul induk hanya untuk kelas-kelas produk. Persediaan-persediaan yang direncanakan juga ditunjukkan hanya untuk kelas-kelas produk.
Skedul produksi induk adalah rencana yang berubah-ubah secara dinamik yang harus diperbaharui secara terus menerus dengan berjalannya waktu. Karena skedul induk sangat penting, perusahaan biasanya menggunakan para spesialis yang bertanggung jawab atas penyusunan dan pemeliharaan skedul produksi induk, dan biasa disebut “master schedulers”.
KESIMPULAN
Kapasitas produksi ditentukan oleh kapasitas sumber daya yang dimiliki, seperti: kapasitas mesin, kapasitas tenaga kerja, kapasitas bahan baku, dan kapasitas modal. Kapasitas juga sangat erat kaitannya dengan skedul produksi seperti yang tertera dalam jadwal produksi induk, karena jadwal produksi induk mencerminkan apa dan berapa yang harus diproduksi dalam waktu tertentu.
Dari pembahasan yang telah dilakukan didapat simpulan sebagai berikut:
Sehubungan dengan konsep kapasitas adalah unit (satuan) keluaran. Unit produksi adalah tidak homogen oleh karena itu perusahaan penting mempertimbangkan konsep campuran produk ketika menyusun rencana untuk masa mendatang, yaitu dengan memerinci kapasitas masing-masing jenis dan ukuran produk secara individual.
Perencanaan kapasitas berkaitan dengan pemilihan ukuran yang akan digunakan oleh setiap industri dan strategi kapasitas untuk memilih satu fasilitas yang besar ataukah membangun beberapa fasilitas yang kecil-kecil.
Economies of scale merupakan skala produksi yang dapat menurunkan baiaya rata-rata per unit barang atau jasa, ketika tingkat output meningkat. Faktor-faktor yang disebut economies scale ini memungkinkan operasi perusahaan untuk memproduksi produk atau jasa secara massa. Diseconomies of scale adalah tingkat output yang meningkat pada suatu titik tertentu akan menyebabkan meningkatnya biaya rata-rata per unit produk dan jasa. Untuk memperoleh kombinasi jumlah dan jenis produksi yang akhirnya dapat menghasilkan keuntungan atau biaya minimum. Metode kuantitatif yang dapat digunakan metode BEP dan Learning Curves.
Skedul induk adalah rencana tertulis yang menunjukkan berapa banyak setiap barang akan dibuat dalam setiap periode waktu di waktu yang akan datang Dalam kenyataannya, bagaimanapun juga skedul-skedul induk biasanya diubah setiap waktu untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Hani T. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA Anggota IKAPI.
Pampa Maria, Heni Kusumawati & Rahmat Hardani. 2011. Manajemen Operasi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.
Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi & Operasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Sunyoto, Danang & Danang Wahyudi. 2011. Manajemen Operasional: Teori, Soal-Jawab, & Soal Mandiri. Yogyakarta: CAPS.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang
0 Response to "MAKALAH MANAJEMEN OPERASIONAL PERENCANAAN KAPASISTAS"
Post a Comment