MAKALAH PERANTARA DAGANG ASPEK HUKUM DALAM BISNIS
PERANTARA DAGANG
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Perkembagan
dunia bisnis di Indonesia saat ini, menunjukkan peningkatan yang sangat pesat,
dari waktu kewaktu, baik secara kuantitas maupun kualitas, pelaku usaha sekarangpun
tidak lagi dimoopoli pelaku usaha dosmetik, tetapi sudah melibatkan pihak
asing, yang untuk mendistribusikan produknya kedalam negeri, situsi ini tidak
mengherankan, mengingat indonesia memiliki potensi yang cukup besar dengan
jumlah penduduk keempat terbesar di dunia.
Dimana pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya
bertujuan untuk mendapatkan laba sesuai dengan tujuan pokok yang diharapkan.
Diantaranya yaitu agar perusahaan dapat menjaga kelangsungan hidup serta
kelancaran operasinya. Hal ini tentunya bisa tercapai dengan mengaktifkan dan
mengefisienkan kerja perusahaan.
Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya baik perusahaan yang bergerak
dalam bidang jasa maupun barang mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh
keuntungan. Selain itu perusahaan juga ingin memberikan kepuasan kepada
konsumen atas produk yang yang dihasilkannya, karena kepuasan konsumen menjadi
tolak ukur dari keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk yang
berkualitas dan diinginkan oleh konsumen
Mempelajari
hukum dagang pasti akan membahas tentang perusahaan. Berbicara mengenai
perusahaan maka akan berbicara mengenai orang yang menjalankan usaha atau
perusahaan tersebut, atau dikenal dengan istilah pengusaha, serta akan
membicarakan tentang orang-orang yang tertibat di dalamnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
maksud agen dalam hukum dagang?
2.
Bagaimana
maksud pedangang keliling dalam hukum dagang?
3.
Bagaimana
maksud makelar dalam hukum dagang?
4.
Bagaimana
maksud komisioner dalam hukum dagang?
5.
Bagaimana
maksud ekspenditur dalam hukum dagang?
C.
TUJUAN
MASALAH
1.
Mengetahui
maksud agen dalam hukum dagang
2.
Mengetahui
maksud pedangang keliling dalam hukum dagang
3.
Mengetahui
maksud makelar dalam hukum dagang
4.
Mengetahui
maksud komisioner dalam hukum dagang
5.
Mengetahui
maksud ekspenditur dalam hukum dagang
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
WAKIL
PENGUSAHA ATAU AGEN
Pengertian
agen
Terdapat klasifikasi peraturan keagenan
dalam bidang Hukum perdata,yaitu keagenan sebagai bentuk perjanjian khusus dan
keagenan sebagai lembagapedagang perantara selain komisioner dan makelar.
Keagenan sebagai perjanjiankhusus berarti bentuk khusus dari perjanjian
pemberian kuasa. sebagai bentuk perjanjian khusus, maka keagenan merupakan
perjanjian bernama selainperjanjian khusus bernama lainnya yang telah diatur
dalam KUHPerdata. Dengandemikian ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian
dalam KUHPerdata dapat diberlakukan terhadap keagenan.
Keagenan yang memiliki peranan penting dalam suatu
kegiatan pemasaran. Dimana agen berperan sebagai perantara yang mewakili
penjual atau pembeli dalam transaksi dan dalam hal ini hubungan kerja dengan
kliennya. Keagenan itu sendiri erat kaitannya dengan distribusi
Banyak istilah dalam teori hukum praktek ditujukan
untuk pengertian agen atau distributor ini. Misalnya adalah sebagai berikut :
1. Agen
2. Distributor
3. Broker
4. Pialang
5. Dealer
6. Komissioner
7. Ekspeditur
8. Representative
9. Perantara
10. Calo
Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk
pengertian agen ini, tetapi istilah “agen” (dalam bahasa Inggris disebut
“agent”) lebih sering digunakan dalam literature dan lebih mempunyai
karakteristik yang umum, sehingga dalam tulisan ini akan konsisten digunakan istilah
agen, kecuali memang ada hal-hal khusus yang ingin ditekankan.
Disamping itu, kitab Undang-Undang Hukum Dagang
memperkenalkan istilah “makelar” dan “komisioner” yang dalam praktek sudah
tidak popular lagi.Sedangkan dalam bidang properti dan real estate lebih
dikenal dengan istilah broker atau agen. Selanjutnya, dalam bidang jual beli
saham di pasar modal, yang lebih dikenal adalah pialang (broker) atau dealer.
Sebenarnya, yang dimaksud dengan agen adalah seseorang
atau suatu perusahaan yang mewakili pihak lainnya (yang disebut dengan
prinsipal) untuk melakukan kegiatan bisnis (misalnya menjual produk) untuk dan
atas nama principal kepada pihak ketiga dalam suatu wilayah pemasaran tertentu,
dimana sebagai imbalan atas jerih payahnya itu, agen akan mendapatkan komisi
tertentu.
Agen merupakan perantara yang ketiga, agen mempunyai
perbedaan baik dengan pedagang besar mupun pengecer. Hal ini diperlihatkan pada
masalah hak kepemilikan barang yang dijualnya. Kalau pedagang besar dan
pengecer memiliki hak milik pada barang yang dijual maka kalau pada agen
sebaliknya. Biarpun sebagai agen mereka bisa menjual dalam partai besar tetapi
tetap hak miliknya ada pada produsennya
Apabila dalam wilayah tertentu hanya ditunjuk 1 (satu)
agen, maka untuk hal seperti itu disebut dengan agen tunggal (sole agent).
Golongan
Agen
Pada dasarnya perantara agen dapat digolongkan kepada
dua golongan, yaitu
1. Agen
Penunjang
Agen penunjang merupakan agen yang mengkhususkan
kegiatannya dalam beberapa aspek pemindahan barang dan jas. Mereka terbagi
dalam beberapa golongan, yaitu :
a. Agen
pengangkutan borongan ( Bulk Transportation Agent )
b. Agen
penyimpanan ( Storage Agent )
c. Agen
pengangkuta khusus ( Specialty Shipper )
d. Agen
pembelian dua penjualan ( Purchaseand Sales Agent )
Kegiatan agen penunjang adalah membantu untuk
memindahkan barang-barang sedemikian rupa sehingga mengadakan hubungan langsung
dengan pembeli dua penjual. Jadi agen penunjang ini melayani kebutuhan-kebutuhan
dari setiap kelompok secara serempak. Dalam praktek agen semacam ini dapat
dilakukan sendiri oleh si penerima barang.
2. Agen
pelengkap
Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa
tambahan dalam penyaluran barang dengan tujuan memperbaiki adanya
kekurangan-kekurangan. Apabila pedagang atau lembaga lain tidak dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyaluran barang, maka
agen pelengkap dapat menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukan antara lain
berupa :
a. Jasa
pembimbing/konsultasi
b. Jasa
financial
c. Jasa
informasi
d. Jasa khusus
lainnya
Berdasarkan berbagai macam jasa yang mereka tawarkan
tersebut, agen pelangkap dapat digolongkan kedalam :
a. Agen yang
membantu di bidang keuangan, seperti bank
b. Agen yang
membantu dalam mengambil keputusan, seperti biro iklan, lembaga penelitian,
doter,dsb.
c. Agen yang
membantu dalam penyediaan informasi, seperti televisi, dsb
d. Agen khusus
yang tidak masuk dalam tiga golongan dimuka.
Kedua macam perantara ( agen dan pedagang ) tsb
sama-sama pentingnya dalam pemasaran. Perlu diketahui bahwa agen dapat menyewa
agen-agen yang lain. Sebagai contoh : sebuah biro periklanan dapat menggunakan
radio atau televise sebagai media periklanan bagi perusahaan, begitu pula dalam
hal pengangkutan, perusahaan angkutan dapat menyewa alat-alat transport kepada
perusahaan lain.
Jenis-Jenis
Keagenan
Suatu keagenan dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Agen
manufaktur
Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung
dengan pabrik untuk melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian
barang-barang hasil produksi pabrik tersebut.
2. Agen
penjualan
Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari
pihak penjual, yang bertuga untuk menjual barang-barang milik pihak principal
kepada pihak konsumen.
3. Agen
pembelian
Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari
pihak pembeli, yang bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas
barang-barang yang telah ditentukan.
4. Agen umum
Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara
umum untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah
ditentukan.
5. Agen khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus
kasus per kasus atau melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut.
6. Agen
tunggal/eksklusif
Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu
agen untuk mewakili principal untuk suatu wilayah tertentu.
Kontrak
Keagenan
Suatu
transaksi keagenan diatur oleh suatu kontak yang dibuat diantara pihak
principal dengan agen, yang disebut dengan kontak keagenan. Pada prinsipnya
kontak keagenan ini berisikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengangkatan
keagenan
2. Hak dan keajiban principal
3. Hak dan
keajiban agen
4. Masa berlaku kontrak keagenan
5. Wilayah
berlakunya keagenan
6. Spesipikasi
produk yang akan dijual oleh agen
7. Tentang
paten dan merk barang yang akan dijual
8. Tentang
komisi atau harga barang
9. Target yang
harus dicapai oleh agen
10. Pelayanan
penjualan
11. Kemungkinan
pengangkatan Sub-Agen
Hal-hal yang
biasanya ada dalam setiap perjanjian. Seperti wanprestasi, force majeure,
penyelesaian perselisihan, hokum yang berlaku, dan sebagainya.
Distributor
Sebelumnya
akan dibahas mengenai Distribusi, dimana pengertian distribusi adalah suatu proses
penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai,
sewaktu dan dimana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses distribusi
tersebut pada dasarnya menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan
pengalihan hak milik. Sedangkan pelaku distribusi adalah distributor.
Pengertian distributor secara lengkap adalah pedagang
yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau
produsen secara langsung, dan distributor tersebut kemudian menjual produk tersebut
ke pengecer atau pelanggan.
Ada beberapa hal yang menjadi tugas distributor,
antara lain :
1. Membeli
barang dan jasa dari produsen atau pedagang yang lebih besar
2. Mengklasifikasi
barang atau memilahnya sesuai dengan jenis, ukuran, dan kualitasnya.
3. Memperkenalkan
barang atau jasa yang diperdagangkan kepada konsumen, isalnya dengan reklame
atau iklan.
Selain itu, terdapat beberapa alasan
perusahaan menggunakan distributor dalam menjalankan usahanya, yaitu :
1. Para
produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas ridak mampu
mengembangkan organisasi penjualan langsung.
2. Para
distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala
operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
3. Para
pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk
ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
4. Pengecer
yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang
grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Seorang distributor harus memiliki kriteria yang
sesuai dari ketentuan-ketentuan yang telah diberikan oleh pihak perusahaan.
Baik mengenai kewajiban. hak. maupun sanksi terhadap pekerjaan tersebut telah
diatur di dalam perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dan distributor itu
sendiri.
Perjanjian Keagenan dan Distributor
1. Dasar Hukum
Perjanjian keagenan dan perjanjian distributor
merupakan perjanjian tidak bernama yang tidak terdapat dalam BW. Dasar hukum
perjanjian-perjanjian ini berdasarkan kebebasan berkontrak, yakni pada pasal
1338 Ayat (1) BW. Sepanjan memenuhi pasal 1320 BW mengenai syarat sahnya
kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan memiliki nilai hukum.
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW
yang menyatakan bahwa, “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama
khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan-peraturan umum.”
Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan
perjanjian distributor tidak hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja,
tapi juga Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.
11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Agen dan Distributor Barang dan/atau Jasa (Permendag 11/2006).
2. Karakteristik
Perjajian
a. Karakteristik
Perjanjian Keagenan
Usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perntara untuk
melakukan transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu
dengan yang lain atau yang menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di
pihak yang lain. Perjanjian Keagenan adalah perjanjian tidak bernama atau tidak
terdapat dalam BW.
Pihak-pihaknya antara lain : Pihak yang memberi
perintah disebut prinsipal, sedangkan pihak diminta untuk melakukan perbuatan
hukum disebut agen.
Hubungan prinsipal dengan agen pada prinsipnya didasarkan
pada suatu kesepakatan, yaitu agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum
bagi prinsipal dan pada sisi lain prinsipal setuju atas perbuatan hukum yang
dilakukan oleh agen tersebut. Sehingga dengan adanya kesepakatan tersebut, maka
tanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen dibebankan pada
prinsipal.
Agen pada dasarnya tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatan hukum untuk dan atas nama prinsipal karena
pada dasarnya agen bukanlah pemilik barangdan /atau jasa, pemilik barang
dan/atau jasa tersebut adalah prinsipal.
Hal-hal yang
menjadi unsur esensial perjanjian keagenan adalah :
1. Adanya
perintah atau wewenang untuk melakukan pemasaran
2. Barang
dan/atau jasa milik principal
3. Dalam suatu
wilayah pemasaran tertentu, dan
4. Adanya upah
atau komisi
Syarat sahnya perjanjian distributor harus memenuhi
pasal 1320 BW.
b. Karakteristik
Perjanjian Distributor
Pengertian distribusi adalah cara menjual suatu produk
perusahaan kepada konsumennya. Perjanjian Distributor merupakan perjanjian
tidak bernama atau tidak terdapat dalam BW. Alasan munculnya perjanjian ini
adalah karena prinsipal tidak terlalu menguasai wilayah yang akan menjadi
wilayah pemasaran produknya dan/atau prinsipal membutuhkan pihak lain yang
memiliki jaringan bisnis yang luas sehingga sasaran dan target pemasaran
produknya segera terealisasi.
Esensi perjanjian distributor adalah suatu perjanjian
untuk dan atas namanya sendiri melakukan pembelian, penyimpanan dan penjualan
serta pemasaran barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai dengan tujuan
memperoleh keuntngan. Jadi tidak ada hubungan perwakilan antara prinsipal dan
distributor, hubungannya adalah jual-beli dimana distributor membeli
barang/jasa kepada prinsipal kemudian oleh karena distributor menjadi pemilik
barang/jasa tersebut oleh distributor barang/jasa tersebut dijual kembali
kepada konsumen.
Namun ketentuan jual-beli tidak dapat dapat sepenuhnya
ditetapkan terhadap perjanjian distributor mengingat konteks dari munculnya
adalah mencari keuntungan. Perjanjian distributor adalah bersifat kontinu dan
secara terus menerus. Perjanjian keagenan adalah wujud rekonstruksi dari
perjanjian Pemberian Kuasa.
Unsur esensial pembentuk perjanjian distributor adalah
:
1. Barang
dan/atau jasa
2. Harga, dan
3. Dalam suatu
wilayah pemasaran tertentu.
Syarat sahnya perjanjian distributor harus memenuhi
pasal 1320 BW.
c. Perbedaan
Perjanjian Keagenan dan Perjanjian Distributor
1. Dalam
perjanjian keagenan, agen bertindak sebagai peantara untuk dan atas nama
prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor, distributor bertindak untuk
dan atas namanya sendiri
2. Dalam
perjanjian keagenan, barang dan/atau jasa yag dipasarkan oleh agen adalah bukan
milik agen, tetapi milik prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor,
barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh distributor adalah milik distributor
sepenuhnya.
3. Dalam
perjanjian keagenan, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum agen
ditanggung oleh dan dibebankan kepada prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian
distributor, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum
distributor sepenuhnya ditanggung oleh pihak distributor.
Dasar Hukum Pengaturan Keagenan dan
Distribusi
Dimanakah diaturnya dasar hukumnya suatu keagenan ini
? Dasar hukum pengaturan keagenan kita dapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
1. Dalam KUH
Perdata tentang Kebebasan Berkontrak;
2. Dalam KUH
Perdata tentang Kontrak Pemberian Kuasa;
3. Dalam KUH
Dagang tentang Makelar; dan
4. Dalam KUH
Dagang tentang Komisioner.
5. Dalam bidang
hokum khusus, seperti dalam perundang-undangan dibidang pasar modal yang
mengatur tentang dealer atau pialang saham.
6. Dalam
peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan
perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadap
masalah keagenan ini.
Perbedaan antara Agen dan
Distributor
Antara istilah agen (agent), distributor
(distributor), kantor pemasaran (representative office), dan kantor cabang
(branch office), mempunyai arti yang mirip-mirip, meskipun kita dapat membeda-bedakannya
satu sama lain. Kita tinjau terlebih dahulu antara istilah agen dengan
distributor.
Antara agen dengan distributor memiliki
perbedaan-perbedaan prinsipil dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Hubungan
dengan Prinsipal
Hubungan principal berbeda antara agen dengan
distributor. Seorang agen akan menjual barang atau jasa untuk dan atas nama
pihak prinsipalnya, sementara seorang distributor bertindak untuk dan atas
namanya sendiri (independent tender).
2. Pendapatan
Perantara
Pendapatan seorang agen adalah berupa komis dari hasil
penjualan barang/jasa kepada konsumen, sementara bagi distributor,
pendapatannya adalah berupa laba dari selisih beli (dari prinsipal) dengan jual
kepada konsumen.
3. Pengiriman
Barang
Dalam hal keagenan barang dikirim lansung dari
principal kepada konsumen, sedangkan dalam hal distribusi, barang dikirim
kepada distributor dan baru dari distributor dikirim kepada konsumen. Jadi
dalam hal distribusi, pihak principal bahkan tidak mengetahui siapa konsumen
itu.
4. Penyebarang
Harga Barang
Prinsip prinsipal akan lansung menerima pembayaran
harga dari pihak konsumen tanpa melalui agen, sedangkan dalam hal distribusi,
pihak distributorlah yang menerima harga bayaran dari konsumen.
B.
PEDAGANG
KELILING
Pedangang keliling ialah pembantu pengusaha yang bekerja keliling diluar
kantor untuk memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara
majikan (pengusaha)dan pihak ketiga.
Pedang keliling ini erat kaitannya dengan majikannya
karena pedagang berkeliling adalah perantara untuk mendistribusikan
barang-barang produksi. Hubungan hukum yang dilakukan antara majikan dengan
pedagang keliling adalah perjanjian kerja.
Perbedaan antara agen perusahaan dan pekerja keliling
adalah pada hubungan kerja dan tempat kedudukan, seperti diuraikan berikut:
1. Pekerja
keliling mempunyai hubungan hukum tenaga kerja dengan pengusaha (majikan),
sedangkan agen perusahaan mempunyai hubungan hukum pemberian kuasa dengan
perusahaan yang diageninya.
2. Pekerja
keliling adalah karyawan perusahaan majikannya, dia tidak berdiri sendiri dan
berkedudukan di tempat kedudukan perusahaan, sedangkan agen perusahaan bukan
bagian dari perusahaan yang diageninya, melainkan perusahaan yang berdiri
sendiri.
C.
MAKELAR
Pengertian
Makelar dalam kitab-kitab fiqh
terdahulu disebut dengan istilah “samsarah” atau simsarah. Makelar
berasal dari bahasa arab, yaitu samsarah yang berarti perantara perdagangan
atau perantara antarapenjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli.
Makelar adalah pedagang perantara
yag berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah tanpa
menanggung resiko, dengan kata lain makelar ialah penengah antara penjual dan
pembeli untuk memudahkan jual beli. Makelar yang terpercaya tidak dituntut
risiko sehubungan dengan rusaknya atau hilangnya baarang dengan tidak sengaja.
Makelar ialah seorang perantara
antara si pembeli dan si penjual barang. Pekerjaan makelar, ialah mengadakan
perjanjian-perjanjian atas nama, atas perintah dan biaya orang lain.
Seorang makelar harus diangkat oleh
pemerintah. Sesudah mendapat pengangkatan, ia harus disumpah dihadapan
pengadilan negeri, dalam wilayah hukum tempat tinggal makelar itu. Makelar
bersumpah, bahwa ia akan memenuhi segala kewajiban yang diberikan kepadanya
dengan tulus dan ikhlas hati.
Seorang makelar bertindak sebagai
pesuruh dengan hak perwakilan, tetapi makelar tidak boleh mempunyai hubungan
kerja yang tetap dengan penyuruhnya, misalnya seorang kuasa
usaha(procutariehouder) dari suatu perseroan terbatas, tidak diperbolehkan
menjadi makelar dati PT itu.
Makelar bertindak atas nama mereka
yang menyuruh, dengan kata lain ia menyiapkan perjanjian yang diadakan oleh
kedua belah pihak. Seorang hanya dapat menjadi makelar untuk satu macam barang
saja, misalnya makelar semen.
Makelar untuk beberapa barang atau makelar
untuk segala macam barang dapat juga, asal hal itu dinyatakan dengan tegas
dalam akta pengangkatannya. masyarakat perdagangan mengenal juga makelar
barang-barang tak bergerak, meskipun hal demikian tidak disebut dalam
undang-undang.
Pada jaman hindia-belanda pejabat
itu adalah Gubernur Jenderal atau pembesar lainnya yang diwajibkan oleh
gubernur jenderal itu. Pada waktu sekarang terdapat dua pendapat tentang
pejabat negara yang berhak mengangkat makelar itu:
1. Menurut Prof. Sukardono pengangkatan
itu harus dilakukan oleh menteri kehakiman atau pembesar lainnya yang diberi
delegasi oleh menteri itu.
2. Menurut Prof. Subekti, makelar itu
diangkat oleh Presiden RI atau oleh pembesar lain yang oleh Presiden telah
dinyatakan berwenang untuk itu.
Dengan
kembalinya Negara Republik Indonesia kepada Undang-undang Dasar 1945 (vide
Dekrit Presiden 5 juli 1959) yang menganut sistem kabinet Presidentil, dimana
Menteri-Menteri hanyalah sekedar pembantu Presiden, maka pendapat Prof. Subekti
tersebut kiranya dapat kita ikuti.
Dengan
pengangkatan resmi dan pengucapan sumpah, maka dapatlah dianggap kedudukan
seorang makelar itu semaccam notaris atau Pengacara. Menurut pasal 65 ayat 1
KUHD pengangkatan seorang makelar itu ada 2 macam, yakni:
1. Pengangkatan yang bersifat umum, yaitu
untuk segala jenis lapangan/cabang perniagaan.
2. Pengangkatan yang bersifat terbatas
yakni bahwa dalam aktanya ditentukan untuk jenis-jenis lapangan/cabang
perniagaan apa mereka diperbolehkan menyelenggarakan pemakelaran mereka,
misalnya untuk wesel, efek-efek,
asuransi, pembuatan kapal dan lain-lain.
Menurut pasal 65 ayat 2 KUHD,
makelar tidak boleh berdagang untuk kepentingan sendiri baik secara individu
ataupun dengan perantara orang lain, atau bersama-sama dengan orang lain,
ataupun menjadi penanggung. Larangan ini
berarti bahwa seorang makelar yang diangkat dalam hal jual-beli efek misalnya,
tidak diperkenankan turut ambil bagian dalam transaksi yang bersangkutan,
apabila ini dilanggar maka menurut Pasal 71 KUHD ia harus dibebaskan dari
tugasnya (dischors) atau dilepaskan dari jabatannya, Schorsing dan pemecatan
ini dilakukan oleh pejabat umum yang mengangkatnya, dan berdasarkan Pasal 73
KUHD ia (makelar) tidak dapat diangkat kembali dalam jabatan itu. Seorang
makelar harus bertanggung jawab atas kerugian akibat kesalahannya.
Selanjutnya dalam Pasal 69 KUHD disebutkan tentang Jual beli dengan contoh
(monster). Perjanjian jual-beli dengan contoh adalah berlainan dengan
perjanjian jual-beli secara percobaan (koop of proef), koop of proef diatur
dalam pasal 1463 KUHS disebutkan suatu jual-beli ditentukan, bahwa barang yang
dibeli harus dicoba terlebih dahulu oleh si pembeli, misalnya jual-beli
radio/mobil dan lain-lain.
Dalam hal jual beli secara percobaan tergantung dari pendapat si pembeli
pada saat mencoba barang, apakah jual-beli akan dilanjutkan atau tidak. Selama
pembeli belum menentukan pendapatnya, tentang barang itu, jual beli belum dapat
dilalaksanakan. Akan tetapi perjanjian jual beli sudah terjadi, hanyalah dengan syarat. Alasan
menolak barang barang itu harus terletak pada pendapat tentang baik buruknya
barang yang dibeli. Jika barang ternyata baik, jual beli harus dilanjutkan.
Dalam hal ini pihak pembeli yang berkuasa menetapkan pendapat apakah
sesuatu barang baik atau tidak. Berlainan halnya dengan jual beli dengan contoh
(koop of monster). Koop of monster tidak diatur dalam KUHS.
Jual beli dengan contoh hanya
disinggung dalam pasal 69 KUHD tetapi selanjtunya tidak diatur dalam
undang-undang akan tetapi dalam praktek sehari-hari sering terjadi. Apabila
pada waktu jual-beli diadakan, si pembeli belum melihat barang yang akan
dibeli, melainkan ditunjukkan saja suatu contoh dari barang yang akan dibeli,
misalnya kain-kain, atau beras.
Dalam jual beli jenis ini sering
timbul kesulitan, misalnya apabila contohnya hilang, ataupun si pembeli menganggap bahwa barang yang
diserahkan tidak cocok dengan contoh, kesulitan ini dapat dihindarkan, apabila
para pihak sejak semula telah menegaskan maksud yang sebenarnya dari perjanjian
mereka.
Kalau penegasan ini tidak ada, maka
Hakimlah yang akan menentukan kebenaran pendapat masing-masing pihak
berdasarkan kejujuran. Bahwa demi untuk kepentingan principal dan pihak
lawannya dalam hal penjualan dengan contoh, maka makelar harus menyimpan contoh
itu sampai pada penyerahan barang –barang yang dijual dengan diberi tambahan
catatan sepatutnya untuk mengenali contoh itu.
Menurut KUHD pasal 70 dalam hal
jual-beli surat wesel dan surat-surat
berharga lainnya, maka tiap-tiap makelar yang telah menutup jual-beli surat-surat
wesel berharga harus menyerahkan itu kepada si pembeli.
Seperti halnya dengan setiap orang yang menerima perintah, maka makelar
mempunyai hak retentie disebutkan
dalam pasal 1812 KUHS yang menyatakan, hak pihak penerima kuasa untuk menahan
segala apa kepunyaan si pembeli kuasa
yang berda di tangannya, sekian lamanya hingga telah dibayar lunas segala apa
yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (lastgeving).
Kewajiban makelar dan macam-macamnya
1. Kewajiban seorang Makelar
a. Mencatat semua persetujuan yang
dibuat dengan perantaranya, dalam suatu buku harian.
b. Memberi salinan catatan-catatan itu
kepada pihak-pihak yang bersangkutan, apabila dimintanya.
c. Menyimpan contoh(monster), sampai
barang itu diserahkan dan diterima.
d. Dalam hal jual beli wesel,
menanggung bahwa tanda tangan penjual adalah tanda tangan yang benar(sah).
e. Membuka buku-bukunya dalam perkara
dan memberi segala keterangan atas buku-buku itu.
Seorang makelar tidak diperbolehkan
berdagang barang yang menjadi obyek pengangkatannya sebagai makelar artinya:
makelar kopi tidak boleh berdagang kopi. Jika larangan itu dilanggarnya, maka
makelar melakukan tindak pidana.
Jika
ditinjau dari segi hukum perdata, tugas makelar dikuasai oleh
ketentuan-ketentuan mengenai pemberian kuasa untuk menyelenggarakan sesuatu
bagi yang memberi kuasa(lastgeving), lihat pasal 1792 dst. KUH perdata dan
pasal 63 KUH Dagang.
Makelar
itu mempunyai kedudukan bersifat setengah pejabat pemerintah, kemudian timbul
pelbagai akibat-akibat. Sebagaimana telah dicantumkan diatas, makelar diangkat
oleh pemerintah, yang menyerahkan kekuasaan ini kepada suatu pemerintahan,
yaitu di indonesia kepada Propinsi i.c. Gubernur. Lapangan pekerjaan seorang
makelar, tercantum dalam pasal 64 KUH Dagang yaitu: membeli dan menjual barang-barang,
kapal, surat-surat efek, surat-surat dagang seperti wesel, asuransi, pemuatan
kapal-kapal, peminjaman uang dengan cara penggadaian dan lain-lain tugas. Dari
perincian tersebut diatas, maka pekerjaan makelar hanya mengenai barang-barang
bergerak. Kita menjumpai juga makelar yang menyelenggarakan barang-barang tidak
bergerak. Dalam praktek makelar-makelar dalam barang tak bergerak ini dapat
dimasukkan golongan makelaar untuk segala macam barang.
2.
Tata Buku Seorang Makelar
Makelar mempunyai kekuatan bukti
yang bersifat khusus/istimewa. Pasal 68 KUH Dagang menentukan, bahwa jika
perbuatan tidak disangkal sama sekali, catatan-catatan yang sesuai dengan buku
harian dan buku saku, memberikan bukti penuh bagi pihak-pihak yang
bersangkutan, mengenai waktu dari perbuatan dan penyerahan, keadaan atau macam
barang, jumlah dan harga dari barang, syarat-ayarat dari penjualan.
Syarat yang menimbulkan kesulitan
“Apabila perbuatan tidak diakui seluruhya”. Ini harus diarttikan, bahwa jika
telah ada petunjuk-petunjuk mengenai adanya perjanjian, kekuatan bukti
termaksud dalam undang-undang, telah menjadi kenyataan. Harus diartikan pula
bahwa dari pihak lain, terdapat bukti (sekedar bukti) tentang adanya perjanjian
walaupun pihak yang bersangkutan tidak mengakuinya!. Dalam menjalankan
pekerjaan makelar, timbul banyak persoalan-persoalan juridis yang perlu
dibahas. Dalam praktek sering terjadi, makelar membeli barang untuk”majikan
yang namanya akan ditentukan”. Harus diartikan demikian: tanpa menyebut nama
dari orang yang menyuruhnya terlebih dahulu dalam membuat perjanjian jual beli.
Dalam hal demikian, makelar wajib dalam waktu yang layak memberikan nama dari
yang menyuruh. Tetapi dapat juga terjadi, makelar membeli barang-barang tanpa
ada orang yang menyuruhnya, dengan maksud dan harapan, kelak kemudian
mencarikan majikan/orang yang menyuruhnya. Demikianlah makelar menimbulkan
bayangan palsu pada si penjual, karena pada hakekatnya ia membeli barang-barang
tanpa ada yang menyuruhnya. Ia juga tidak membeli barang-barang itu untuk
keperluan sendiri. Meskipun ia kemudian dapat menemukan seorang pembeli, akan
tetapi perbuatannya tetap merupakan pembelian tanpa suruhan(opdracht).
Sebenarnya harus dipandang sebagai perbuatan tanpa perjanjian jual beli. Jadi
jika makelar kemudian dapat menemukan seorang pembeli, maka suruhan dari
pembeli ini dianggap sebagai pengesahan perbuatan makelar tersebut diatas.
Dalam hal sedemikian, sebaiknya kedua perbuatan itu, pembelian(oleh makelar
terlebih dahulu) dan suruhan(oleh seorang pembeli kemudian) harus terjadi
sebelum pelaksanaan jual beli terjadi.
Dengan cara yang sama, kita dapat
mengesahkan suatu penyerahan barang-barang yang berdasarkan suatu pembelian
tidak sah, dengan perjanjian jual beli yang baru kemudian diadakan. Demikian
pula kita dapat dianggap suruhan yang kemudian diadakan, sebagai pengesahan
dari pada perbuatan makelar, yang membeli barang-barang tanpa adanya suruhan
terlebih dahulu itu.
Dalam
hal makelar tidak dapat menemukan seorang pembeli yang betul-betul menyuruhnya,
dengan sendirinya penjual tidak boleh dirugikan pada pihak penjual, dalam
praktek ini dikenal 2 cara yaitu:
a. Perbuatan makelar sebagai tercantum
diatas, dipandang sebagai perbuatan melanggaar hukum(onrechtmatige daad),
sehingga makelar dapat diwajibkan membayar segala kerugian yang ditimbulkan
oleh perbuatan itu. Lihat pasal; 1365 KUH Perdata. Tetapi penyelesaian ini
dalam kenyataan menimbulkan keberatan, karena pihak penjual dalam kedudukan
yang sulit, karena ia (si penjual) harus dibebani dengan pembuktian adanya
perbuatan melanggar hukum dan kerugian yang ia derita.
b. Dalam soal ini kita berpendirian,
bahwa biarpun ia tidak membeli barang untuk majikan, makelar tetap dianggap
membelinya untuk keperluan sendiri. Makelar dianggap sebagai pihak dalam
perjanjian, sehingga juridis pihak penjual ada dalam kedudukan sama, seperti
halnya benar-benar ada penyuruh. Cara terkhir ini dalam praktek merupakan cara
penyelesaian yang dapat diterima dan dipuji, meskipun sebenarnya tidak ada
suatu jual beli. Pertanggung jawab makelar dalam hal demikian, harus didasarkan
atas kepercayaan yang ada pada pihak penjual terhadap perbuatan makelar.
Makelar harus dipandang membeli barang untuk diri sendiri, akan tetapi tidak
berdasae perjanjian jual beli yang lazim terjadi, melainkan berdasarkan
pertanggungjawab, karena menimbulkan kepercayaan pada pihak penjual. Semua ini
mengenai ajaran tentang kepercayaan yang ditimbulkan.
D.
KOMISIONER
Pengertian
Mengenai komisioner diatur dalam pasal 76 sampai dengan
pasal 85 KUHD. Dalam pasal 76 KUHD dirumuskan, bahwa komisioner adalah seorang
yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan
menutup persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan
taggungan orang lain dan dengan menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.
Ciri-ciri khas komisioner ialah:
1. Tidak ada
syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagai halnya makelar,
2. Komisioner
menghubungkan komitetn dengan pihak ketiga atas namanya sendiri (pasal 76),
3. Komisioner
tidak berkewajiban untuk menyebut namnay komiten (pasal 77 ayat (1)). Dia
disini menjadi pihak dalam perjanjian (pasal 77 ayat (2)),
4. Tetapi
komisioner juga dapat bertindak atas pemberi kuasanya (pasal 79). Dalam hal ini
maka dia tunduk pada Bab XVI, buku II KUHPER tentang pemberian kuasa, mulai
pasal 1972 dan seterusnya. Konisioner mempunyai hubungan kerja tidak tetap dan
koordinatif dengan pengusaha.
Berakhirnya
pemberian kuasa perjanjian komisioner :
1. Meninggal si
pemberi / penerima
2. Dicabutnya
pemberian kuasa
3. Pengembalian
pemberi kuasa oleh pemegang kuasa
4. Pengampuan,
failit tidak mampu
Hubungan pihak ketiga dengan komisioner adalah hubungan
para pihak dalam perjanjian dimana komiten tidak dapat menggugat pihak ketiga
sedangkan pihak ketiga tidak perlu tahu untuk siapa komisioner bertindak,
begitu pula komiten tidak perlu tahu dengan siapa komisioner bertindak, tetapi
semua biaya yang dikeluarkan oleh komisioner untuk melaksanakan perjanjian
harus ditanggung oleh komiten (Pasal 76&77).
Hak – hak yang
dimiliki komisioner :
1. Hak retensi,
hak komisioner untuk menahan barang komiten, bila provisi dan biaya yang lain
belum dibayar
2. Hak istimewa,
hak isitimewa komisioner terhadap barang komiten, yaitu :
a. Hak untuk jual
b. Hak untuk
ditahan bagi kepentingan lain yang akan datang
c. Hak untuk
dibeli dan diterimanya untuk kepentingan lain
Tugas pekerjaan
komisioner dalam hal jual beli :
1. Menerima,
menyimpan, mengasuransikan barng-barang milik prinsipalnya.
2. Membayar
ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk kepentingan barang-barang tersebut.
3. Menjual
barang-barang tersebut dengan harga setinggi-tingginya
4. Menagih
pendapatan penjual dan mengirimkan perhitungan kepad prinsipalnya.
5. Membayar kepada
prinsipalnya yaitu pendapatan kotor setelah barang dan komisi.
Sifat Perjanjian Komisi
Perjanjian komisi adalah perjanjian antara komisioner
dengan komiten, yakni perjanjian pemberi kuasa. Dari perjanjian ini timbul
hubungan hukum yang bersifat tidak tetap dan sifat ini tidAk diatur dalam undang – undang.
Perbedaan Agen, Makelar dan Komisioner
1. Agen :
a. Sifat hubungan
hukum tetap
b. Pengangkatan
tidak dapat disumpah
c. Berkewajiban
menjual barang sesuai yang ditentukan oleh prinsipalnya
d. Kebiasaan
(dasar hukumnya)
e. Hak provisi
f.
Aturan kebiasaan, KUHPerdata
2. Makelar
a. Hubungan hukum
pemberian kuasa
b. Sifat hubungan
hukum tidak tetap
c. Pengangkatan
diangkat dan disumpah
d. Resiko
ditanggung prinsipal
e. Hak komisi dan
retensi
f.
Aturan dalam KUHD
g. Menyimpan contoh
barang, membuat pembukuan
3. Komisioner
a. Hubungan hukum
pemberian kuasa khusus
b. Sifat hubungan
hukum tidak tetap
c. Pengangkatan
tidak ada
d. Bertindak atas
nama sendiri
e. Resiko
ditanggung komisioner
f.
Hak berupa komisi, retensi, privillege
g. Aturan dalam
KUHD, KUHPerdata
Persamaan Agen
dan Makelar
1. Sama – sama
pemegang kuasa, bertindak atas nama pemberi kuasanya tapi tanggungjawab masih
berada ditangan si pemberi kuasa (Prinsipal), karena pemberi kuasa merupakan
para pihak dalam perjanjian
2. Sama- sama
perantara .dan pembantu perusahaan
E.
EKSPENDITUR
Dasar hukum
ialah pasal 86-90 KUHD
Pengertian (pasal 86 ayat (1) KUHD)
Yaitu
orang yang pekerjaannya menyuruh pihak pengangkut untuk menyelenggarakan
pengangkutan atas nama sendiri dan untuk kepentingan principal.
Tugas
ekspeditur
Ekspeditur
bertugas untuk mencarikan alat angkut yang tepat untuk mengirim barang.
Kewajiban ekspeditur
Ekspeditur
wajib membuat pembukuan (pasal 86 ayat (2) KUHD)
Tanggung jawab ekspeditur
1. Ekspeditur bertanggung jawab pada
principal.
2. Ekpeditur bertanggung jawab untuk
mencari alat angkut yang tepat.
Ciri-ciri ekspeditur
1. Bertindak atas nama sendiri (pasal
86 ayat (1) KUHD)
2. Untuk kepentingan principal. (pasal
86 ayat (1) KUHD)
3. Bertanggung jawab pada principal
(pasal 87, 88 KUHD)
4. Bertanggung jawab terhadap
ekspeditur antara yang dipakainya. (pasal 89 KUHD)
Contoh ekspeditur : TIKI, Pos
Indonesia, Fed Ex
Hubungan hukum
Sifat hubungan hukum
1. Ekspeditur – Principal
Tunduk
pada BW tentang perjanjian pemberian kuasa (pasal 1792-1819 BW)
2. Ekspeditur – Pengangkut
Tunduk
pada KUHD tentang perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan atau
perjanjian pemindahan barang ialah perjanjian yang berupa hubungan hukum yang
timbul karena pemindagan barang dan atau orang dari satu tempat ke tempat lain.
Para pihak
1. Ekspeditur dan pengangkut :
merupakan pihak dalam perjanjian pengangkutan
2. Pengirim dan penerima : BUKAN para
pihak dalam perjanjian pengangkutan
Rusaknya
barang
1. Penerima menggugat pengirim atas
dasar alas hak yang sah.
2. Pengirim menggugat ekspeditur.
3. Penerima tidak dapat menggugat
pengangkut atau ekspeditur karena penerima bukan pihak dalam perjanjian
Ekspeditur antara
Ekspeditur
antara dipekerjakan oleh pengangkut. Ekspeditur antara bertugas untuk menata
barang, misalnya barang yang ada di pesawat atau yang berada si peti kemas.
Apabila barang rusak di ekspeditur antara, maka yang bertanggung jawab adalah
pengangkut.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan
perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat: Melakukan
sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan
sendiri, merupakan perusahaan perseorangan. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut
serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu
sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam
melakukan perusahaan.
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
Pelayan toko, Pekerja keliling, Pengurus filial, Pemegang prokurasi, Pimpinan
perusahaan. Sedangkan pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain: Agen
perusahaan, Perusahaan perbankan, Pengacara, Notaris, Makelar, Komisioner dan
ekspenditur
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan
pengusaha bersifat : (a) Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang
subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. (b)
Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792
dsl KUHPER.
Dalam UU No. 13 tahun 2003 dijelakan secara mendetail
mengenai hak dan kewajiban antara pengusaha dan pembantu-pembantunya, hal ini
sebagai penyempurnaan dari KUHPer dan KUHD yang telah dulu berlaku.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bakry dan Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Cipta Prakarsa: Jakarta
Kansi. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.2008. Jakarta;
Sinar Grafika.
Mega, Tiefany. 2012. Perantara Dalam Perdagangan. Jakarta: Erlangga.
Purwosutjipto. Pokok Hukum Dagang
Indonesia 1 : Pengetahuan Dasar Hukum Dagang. 2007. Jakarta : Djambatan.
Rahmi, Alvinur.2014. Agen dan Distributor Dalam Perusahaan.
Jakarta: Erlangga.
0 Response to "MAKALAH PERANTARA DAGANG ASPEK HUKUM DALAM BISNIS"
Post a Comment