KISAH DINASTI-DINASTI KECIL DI TIMUR BAGHDAD (Thahiriyah,Samaniyah dan Ukailiyah)

DINASTI-DINASTI KECIL DI TIMUR BAGHDAD

(Thahiriyah,Samaniyah dan Ukailiyah)


BAB I

PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah (Bani Abbas) adalah merupakan simbol kemajuan peradaban Islam dan  kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan didunia Islam. Kekhalifahan dinasti Abbasiyah ini berlangsung cukup lama yakni tahun 750 – 1258 M, dinasti ini di samping mengalami kemajuan yang cukup pesat juga mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran. Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu;
a.    Periode keemasan ( 750 – 950 M),
b.    Periode disintegrasi (950 – 1050 M)
c.    Periode kemunduran dan kehancuran ( 1050 – 1258 M).

             Adapun yang menjadi pokok bahasan pada makalah ini adalah periode     pertengahan atau masa disintegrasi yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a.    Munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun di timur  Baghdad       yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi
b.    Perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaih dari Persia dan dinasti Seljuk dari Turki di pusat pemerintahan Bani Abbas di Baghdad sehingga mengakibatkan fungsi khalifah seperti boneka,
c.    Lahirnya perang salib antara pasukan Islam dan pasukan salib dari Eropa. 
d.    Lebih spesifik lagi makalah ini akan membahas tentang munculnya dinasti-dinasti kecil di timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi terhadap pemerintahan pusat, dinasti tersebut adalah dinasti Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti Ukailiyyah.


B.    RUMUSAN MASALAH
    Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembahasan terarah maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Sejarah berdirinya dinasti Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti Ukailiyyah ?
2.    Bagaimana perkembangan (kemajuan dan kemunduran) dinasti Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti Ukailiyyah ?


BAB II

PEMBAHASAN

A.    DINASTI THA>HIRIYYAH (205 – 259 H. / 821 – 873 M.) 


1.  Sejarah berdinya
Tha>hiriyah adalah merupakan salah satu dinasti yang muncul pada masa Daulah Abbasiyah di seebelah timur Baghdad, berpusat di Khura>san dengan ibu kota Naisabur. Dinasti ini didirikan oleh Tha>hir ibn Husein pada 205H/821 M di  Khura>san,dinasti ini bertahan hingga tahun 259 H/873 M. [1] Tha>hir muncul pada sa’at pemerintahan Abba>siyah terjadi peerselisihan antara kedua pewaris tahta kekhalifahan antara Muhammad al-Amin ( memerintah 194-198 H/809-813 M ), anak Harun ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan Arab ( Zubaidah) sebagai pemegang kekuasaan di Baghdad dan Abdullah al-Makmun anak Ha>run ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan Persia, sebagai pemegang kekuasaan di wlayah  sebelah timur Baghdad. 
Tha>hir ibn Husein merupakan seorang jenderal pada masa khalifah Dinasti Abba>siyah yang lahir di desa Musanj dekat Marw  dan dia berasal dari seorang keturunan wali Abba>siyah di Marw dan Harrah, Khura>san, Persia bernama Mash’ab ibn Zuraiq. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara pemerintah Abba>siyah di Baghdad dengan keluarga Tha>hir sudah terjalin sejak lama. Karena itu cukup beralasan bila pemerintah Baghdad memberikan kepercayan kepada generasi keluarga Mash’ab ibn Zuraiq untuk melanjutkan estafeta kepemimpinan lokal. Tujuannya tetap sama, menjaga keutuhan wilayah kekuasaan Islam Abba>siyah di wilayah Timur kota Baghdad dan menjadi pelindung dari berbagai kemungkinan serangan negara-negara tetangga di Timur.
Sebenarnya, latar belakang kemunculan dinasti ini diawali oleh peristiwa perebutan kekuasaan antara al-Makmun dengan al-Amin. Perseteruan tersebut terjadi setelah khalifah Ha>run al-Rasyid meninggal dunia pada 809 M. Perseteruan tersebut akhirnya dimenangkan al-Makmun, dan Tha>hir berada pada pihak yang menang. Peran Tha>hir yang cukup besar dalam pertarungan itu dengan mengalahkan pasukan al-Amin melalui kehebatan dan kelihaiannya bermain pedang membuat al-Makmun terpesona. Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya itu, al-Makmun memberinya gelar abu al-Yamain atau Zu al-Yaminain ( trampil ), bahkan diberi gelar si mata tunggal, dengan kekuatan tangan yang hebat (minus one eye, plus an extra right arm). Selain itu, Tha>hir juga diberi kepercayaan untuk menjadi gubernur di Khura>san pada tahun 205 H, jabatan ini diberikan oleh Al-Makmun sebagai balasan atas jerih payahnya dalam medan perang. 
Jabatan ini merupakan peluang bagus baginya untuk meniti karir politik pemerintahan pada masa itu. Jabatan dan prestasi yang diraihnya ternyata belum memuaskan baginya, karena ia mesti tunduk berada di bawah kekuasaan Baghdad. Untuk itu, ia menyusun strategi untuk segara melepaskan diri dari pemerintahan Baghdad. Di antaranya dengan tidak lagi menyebut nama khalifah dalam setiap kesempatan dan mata uang yang dibuatnya. Ambisinya untuk menjadi penguasa lokal yang independen dari pemerintahan Baghdad tidak terealisir, karena ia keburu meninggal pada 207 H, setelah lebih kurang 2 (dua) tahun menjadi gubernur (205-207 H). Meskipun begitu, khalifah Bani Abbas masih memberikan kepercayaan kepada keluarga Tha>hir untuk memegang jabatan gubernur di wilayah tersebut. Terbukti setelah Tha>hir meninggal, jabatan gubernur diserahkan kepada putranya bernama Thalhah ibn Tha>hir.

2.     Kemajuan-kemajuan yang dicapai
 
           Dinasti Tha>hiriyyah mengalami masa kamajuan ketika pemerintahan dipegang oleh Abdullah ibn Tha>hir, saudara Thalhah. Abdullah memiliki kekuasaan dan pengaruh yang cukup besar, belum pernah hal ini dimiliki oleh para Wali sebelumnya.  Ia terus menjalin komunikasi dan kerjasama dengan Baghdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya terhadap peran dan keberadaan khalifah Abba>siyah. Perjanjian dengan pemerintah Bagdad yang pernah dirintis ayahnya, Tha>hir ibn Husein, terus ditingkatkan. Peningkatan keamanaan di wilayah perbatasan terus dilakukan guna menghalau pemberontak dan kaum perusuh yang mengacaukan pemerintahan Abba>siyah. Setelah itu, ia berusaha melakukan perbaikan ekonomi dan keamanan. Selain itu, ia juga memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan perbaikan moral atau akhlak di lingkungan masyarakatnya di wilayah Timur Baghdad. Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dunia islam, kebudayaan dan memajukan ekonomi, dinansti ini menjadikan kota Naisabur sebagai pusatnya, sehingga pada masa itu, negeri Khurasan dalam keadaan makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik.  Adanya pertumbuhan ekonomi yang baik inilah yang sangat mendukung terhadap kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya.

3.   Masa-masa kemunduran

Dalam perjalanan selanjutnya, dinasti ini justru tidak mengalami perkembangan ketika pemerintahan dipegang oleh Ahmad ibn Tha>hir (248-259 H), saudara kandung Abdullah ibn Tha>hir, bahkan mengalami masa kemerosotan. Faktornya antara lain;

a.    Pemerintahan ini dianggap sudah tidak loyal terhadap pemerintah Baghdad, karenanya Baghdad memanfaatkan kelemahan ini sebagai alasan untuk menggusur dinasti Tha>hiriyah dan jabatan strategis diserahkan kepada pemerintah baru, yaitu dinasti Saffa>riyah.

b.    Pola dan gaya hidup berlebihan yang dilakukan para penguasa dinasti ini. Gaya hidup seperti itu menimbulkan dampak pada tidak terurusnya pemerintahan dan kurangnya perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.

c.    Keamanan dan keberlangsungan pemerintahan tidak terpikirkan secara serius, sehingga keadaan ini benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok lain yang memang sejak lama mengincar posisi strategis di pemerintahan lokal, seperti kelompok Saffa>riyah. Kelompok baru ini mendapat kepercayaan dari pemerintah Bagdad untuk menumpas sisa-sisa tentara dinasti Tha>hiriyah yang berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Baghdad dan melakukan makar. Dengan demikian, berakhirlah masa jabatan dinasti Tha>hiriyah yang pernah menjadi kaki tangan penguasa Abba>siyah di wilayah Timur kota Baghdad.

B.    DINASTI SAMA><><<<NIYAH (261 – 389 H. / 874 – 999 M.)


1.  Sejarah berdirinya.
  Pendiri dinasti ini adalah Ahmad bin Asad bin Samankhudat. Nama Sama>niyah dinisbahkan kepada leluhur pendirinya yaitu Samankhudat, seorang pemimpin suku dan tuan tanah keturunan bangsawan terkenal di Balkh, sebuah daerah di sebelah utara Afghanistan. Dalam sejarah Sama>niyah terdapat dua belas khalifah yang memerintah secara berurutan, yaitu;
1.    Ahmad I ibn Asad ibn Sama>n (Gubernur Farghana)        204 H/819 M
2.    Na>sh I ibn Ahmad, (semula Gubernur Samarkand)        250 H/864 M
3.    Isma>il I ibn Ahmad                        279 H/892 M
4.    Ahmad II ibn Isma>il                        295 H/907 M
5.    Al-Amir as-Sa’id Na>shr II                    301 H/914 M
6.    Al-Amir al-Hamid Nuh I                    331 H/943 M
7.    Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I                343 H/954 M
8.    Al-amir as-Sadid Manshur I                    350 H/961 M
9.    Al-Amir ar-Ridha> Nuh II                    365 H/976 M
10.    Mansur II                            387 H/997 M
11.    Abdul Malik II                        389 H/999 M
12.    Isma>il II Al-Muntashir                  390-395H/1000-1005 M

Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah barat Baghdad, dinasti ini tetap tunduk kepada kepemimpinan khalifah Abba>siyyah. 
Dalam sejarah Islam tercatat bahwa dinasti ini bermula dari masuknya Samankhudat menjadi penganut Islam pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik (khalifah Bani Umayyah), sejak itu Samankhudat dan keturunannya mengabdikan diri kepada penguasa Islam. Pada masa kekuasaan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M) dari dinasti Bani Abba>siyyah, empat cucu Samankhudat memegang jabatan penting sebagai gubernur dalam wilayah kekuasaan Abbas>iyah yaitu Nuh di Samarkand, Ahmad bin Asad di Farghana (Turkistan) dan Transoksania, Yahya> bin Asad di Shash serta Asyrusanah (daerah di utara Samarkand), dan Ilya>s di Heart, Afgha>nistan.
Seorang cucu Samankhudat yang bernama Ahmad bin Asad, dalam perkembangannya mulai merintis berdirinya Dinasti Sama>niyah didaerah kekuasaannya, Fargha>na. Ahmad mempunyai dua putra, Na>sr dan Isma’il, yang juga menjadi orang kepercayaan khalifah Abba>siyah. Nasr I bin Ahmad dipercayakan menjadi gubernur di Transoksania dan Isma>’il I bin Ahmad di Bukhara. Selanjutnya Na>sr I bin Ahmad mendapat kepercayaan dari khalifah al-Mu’tamid untuk memerintah seluruh wilayah Khura>san dan Transoksania, dan daerah ini menjadi basis perkembangan dinasti Sama>niyyah. Karenanya Nasr I bin Ahmad dianggap sebagai pendiri hakiki dinasti ini. Antara Nasr dan saudaranya, Isma’il selalu  terlibat konflik yang mengakibatkan terjadinya  peperangan, dalam peperangan yang terjadi  Nasr mengalami kekalahan yang kemudian ia ditawan, sehingga kepemimpinan Dinasti Sama>niyyah beralih ke tangan Isma’il I bin Ahmad. Adanya peralihan kepemimpinan ini menyebabkan berpindahnya pusat pemerintahan yang semula di Khurasan dipindahkan ke Bukhara.

     Pada sa’at pemerintahan dipimpin Isma’il I bin Ahmad, ia selalu merusaha untuk;
1.    Memperkukuh kekuatan dan mengamankan batas wilayahnya dari ancaman suku liar Turki.
2.    Membenahi administrasi pemerintahan.
3.    Memperluas wilayah kekuasaan ke Tabaristan (Irak utara) dan Rayy (Iran).

Isma’il I bin Ahmad adalah orang yang sangat mencintai dan memuliakan para ilmuwan serta bertindak adil terhadap rakyatnya, setelah ia wafat pemerintahan diteruskan putranya Ahmad bin Isma’il. Setelah Ahmad bin Isma’il, pemerintahan diteruskan putranya Nasr II bin Ahmad yang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga Sijistan, Karman, Jurjan di samping Rayy, Tabaristan, Khura>san, dan transoksania. Setelah Nasr II bin Ahmad, para khalifah berikutnya tidak mampu lagi melakukan perluasan wilayah, bahkan pada khalifah terakhir Isma’il II al-Muntasir, tidak dapat mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara dinasti Qarakhan dan dinasti Ghazna>wiyah dari Turki. Akhirnya wilayah Sama>niyah dipecah menjadi dua, daerah Transoksania direbut oleh Qarakhan dan wilayah Khura>san menjadi pemilik penguasa Ghazna>wiyah.

2. Kemajuan-kemajuan yang dicapai
Dinasti Sama>niyah telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kemajuan Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filasafat, budaya, politik, dan lain-lain. Tokoh atau pelopor yang sangat berpengaruh di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini adalah Ibn Sina, selain beliau juga muncul para pujangga dan ilmuwan di bidang kedokteran, astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi, Ummar Kayam, Al-Bairuni dan Zakariya Ar- Razi.  Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota ini dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga kehidupan masyarakatnya sangat tentram, hal terjadi karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat di Baghdad.

3.  Masa-masa kemunduran
Pada sa’at dinasti mencapai kejayaannya, banyak imigran Turki yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan, namun bersebab dari tingginya fanatic kesukuan pada dinasti ini, akhirnya mereka para imigran Turki yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan tersebut banyak yang dicopot, langkah-langkah inilah yang menyebabkan kehancuran dinasti ini, karena mereka tidak terima dengan perlakuan tersebut, sehingga mereka mengadakan penyerangan sampai mereka berhasil melumpuhkan dinasti ini.

C. DINASTI UKAILIYYAH (386 – 489 H / 996 – 1095 M)

Ukailiyyah berasal dari kelompok suku badui besar Amir ibn Sha’sha’a, yang juga mencakup Khafaja> dan Muntafiq di Irak bawah. Dengan runtuhnya penguasa terakhir Hamda>niyyah di Mosul, kota itu beralih ketangan Abu Dzawa>d Muhammad Ibnul Musayyib al-Aqili  dari Ukailiyyah. Setelah Abu Dzawa>d Muhammad Ibnul Musayyib al-Aqili meninggal, terjadi upaya untuk merebut kekuasaan di antara putra-putranya, suatu upaya yang menghancurkan semua pihak. Namun penguasaan atas Mosul dan kota-kota lain Ukailiyah dan benteng-bentengnya di Al- Jazirah akhirnya berada ditangan Mu’tamid Daulah Qarawisy ibn Al-Muqallid. Problem utama Mu’tamid Daulah Qarawisy ibn Al-Muqallid  adalah menjaga keutuhan wilayah kekuasaannya agar tidak diinvasi Oghuz dari Persia barat dan Irak. Upaya menjaga keutuhan ini mengharuskan membuat persekutuan dengan penguasa lain di Irak yang sama-sama terancam yaitu Mazya>diyyah Hilla.
Kemudian, di bawah Syara>fud Daulah Muslim ibn Qara>wisy wilayah kekuasaan Ukailiyah terbentang hampir dari Baghdad sampai ke Aleppo. Ukailiyah bukanlah dinasti Badui yang haus perang, tetapi telah memperkenalkan beberapa hal penting dari pola baku pemerintahan Abba>siyyah ke wilayah mereka. Pemerintahan ini terus berlangsung hingga akhirnya dihancurkan oleh orang-orang Saljuk pada tahun 489 H/1095 M. 


BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

    Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.    Pada masa kekhalifahan dinasti Abbasiyyah, setelah khalifah al-Ma’mun khalifahnya lemah-lemah (di Baghdad) sehingga memberikan otonomi kepada daerah-daerah, khususnya di timur Baghdad ada dinasti Thahiriyyah, Samaniyyah dan Ukailiyah.
2.    Keberadaan dinasti-dinasti tersebut pada satu sisi membawa kamajuan khususnya perluasan wilayah kekuasaan, dan juga perkembangan ilmu pengetahuan. Pada sisi yang lain dinasti-dinasti tersebut mengalami konflik internal sehingga tidak mengalami kelanggengan, hal ini mengakibatkan kehancuran dinasti tersebut pada khususnya dan pemerintahan bani Abbasiyah pada umumnya.
3.    Upaya yang dilakukan oleh dinasti Tha>hiriyah adalah;
a.    Perbaikan ekonomi dan keamanan.
b.    Pengembangan ilmu pengetahuan.
4.    Adapun penyebab dari kehancuran dinasti ini adalah :
a.    Dinasti ini tidak lagi loyal terhadap pemerintah pusat.
b.    Pola dan gaya hidup pemimpinnya yang berlebih-lebihan.
c.    Bidang keamanan dan pemerintahan sering diabaikan.
5.    Upaya yang dilakukan oleh dinasti Samma>niyah adalah :
a.    Mengamankan batas wilayahnya dari ancaman suku Turki.
b.    Membenahi administrasi pemerintahan.
c.    Memperluas wilayah hingga ke Asia.
d.    Menjadikan Bukhara> sebagai pusat ilmu pengetahuan.
6.    Adapun penyebab dari kehancuran dinasti ini adalah :
a.    Tidak mampu mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara dinasti Qorakhan dan Ghazna>wiyah.
7.    Upaya yang dilakukan oleh dinasti Ukailiyah adalah :
a.    Menjaga keutuhan wilayah kekuasaannya.
b.    Menjalin persekutuan dengan penguasa Mazyadiyah Hilla> di Irak.


  

DAFTAR PUSTAKA

Al-usairy, Ahmad. at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; ____, Terj. 2003),

Ansary, Tamin. Dari Puncak Bagdad, Sejarah Dunia Versi Islam.Jakarta : Zaman,     2009.

Bosworth,C.E. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Manchester : _________, 1980.

Bosworth,C.E. The Islamic Dynasties. Terj. Bandung : Mizan, 1993.

Dedi Supriyadi, Sejarah peradaban Islam,Bandung. CV,Pustaka Setia 2008

Lubis, Amany. Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005.

Mufrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.

Nurhakim, Moh. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang : UMM Press, 2004.

Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam,(Jakarta;Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002). 

Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.

Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah II. Jakarta : Bulan Bintang, 1977.

Watt, W.Montgomery. Kejayaan Islam : Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Terj.:Hartono
Hadikusumo. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1990.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.

JIka Sobat ingin mendapatkan semua makalah yang ada di website ini secara gratis siilahkan klik tombol Subscribe yang ada dibawah ini, dan Perlu diketahui Setelah Sobat Mendaftarkan Email Jangan Lupa Konfirmasi Link yang di Kirim Ke Email Agar Pemberitahuannya Aktif:

0 Response to "KISAH DINASTI-DINASTI KECIL DI TIMUR BAGHDAD (Thahiriyah,Samaniyah dan Ukailiyah)"

Post a Comment