MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS PERJANJIAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DALAM HUKUM PERDAGANGAN INDONESIA

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS PERJANJIAN TRANSAKSI ELEKTRONI DALAM HUKUM PERDAGANGAN INDONESIA 

 
 
KATA  PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikanmakalah mata kuliah “ASPEK HUKUM DALAM BISNIS”.
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Mikro di program studi Management Perhotelan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata Internasional (STEIN). Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak H. DARMADI ABDUL KARIM, S.H., M.M. selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekonimi Mikro dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 1 Februari 2015

Penulis


DAFTAR ISI
Halaman Judul  ............................................................................................................. I
Kata Pengantar  ............................................................................................................ II
Daftar Isi  .....................................................................................................................III

BAB I. PENDAHULUAN
    A.     Latar Belakang .................................................................................................   1
    B.     Permasalahan ...................................................................................................   3
    C.     Tujuan Penulisan ..............................................................................................   3

BAB II. PEMBAHASAN
A.     Perjanjian Dalam Perdagangan .............................................................................. 5
    B.     Legalitas Perjanjian Perdagangan .......................................................................9
    C.    Hukum Di Indonesia.............................................................................................15
    D.    Ekonomi Di Indonesia..........................................................................................19
    E.    Kaitan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia.......................................................... 23

BAB III. PENUTUP
Kesimpulan  ...................................................................................................................43
Kritik Dan Saran ............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................45

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Semakin konvergennya (keterpaduan) perkembangan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya produk-produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media informasi. Di tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication network) dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas Negara berikut kedaulatan dan tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi perkembangan teknologi tersebut. (Group Riset UI, 1999: 1). Komputer sebagai alat Bantu manusia dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan public (public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi.     Dengan kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi perdagangan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Jaringan public mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan adanya efisiensi biaya dan waktu. Hal ini membuat perdagangan dengan transaksi elektronik (Electronic Commerce) menjadi pilihan bagi para pelaku bisnis untuk melancarkan transaksi perdagangannya karena sifat jaringan public yang mudah untuk diakses oleh setiap orang ataupun perusahaan.
Sementara itu pola dinamika masyarakat Indonesia khususnya pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai otoritas membuat regulasi akan masih bergerak tak beraturan ditengah keinginan untuk mereformasi semua bidang kehidupannya dua ketimbang suatu pemikiran yang handal untuk merumuskan suatu kebijakan ataupun pengaturan yang tepat untuk itu. Meskipun masyarakat telah banyak menggunakanproduk-produk teknologi informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya khususnya dalam perdagangan, tetapi bangsa Indonesia secara garis besar masih meraba raba dalam mencari suatu kebijakan Public atau Regulasi dalam membangun suatu Infrastruktur yang handal (National Information Infrastructure) dalam menghadapi infrastruktur informasi global (Global Information Infrastructure) Nusantara (21, 1999: 61). Beberapa pembahasan tentang telematika dan cyberlaw telah banyak dibahas, namun demikian RUU tentang Informasi elektronik dan transaksi elektronik belum disahkan sebagai hukum positif bagi aspek hukum transaksi elektronik dalam hokum perdagangan di Indonesia . Dari uraian di atas memunculkan permasalahan hukum dalam perdagangan
yaitu : “ Bagaimanakah aspek hukum perjanjian transaksi electronik (Electronic Commerce) dalam hukum perdagangan di Indonesia ? ”



B. PERMASALAHAN
Penelitian ini lebih berfokus pada penelitian kepustakaan yaitu dilakukan melalui data tertulis dengan membuat referensi secara obyektif dan sistematis dengan mengidentifikasikan karakteristik yang khas dari data-data yang ada, serta penelusuran data melalui browsing dan internet. Dikarenakan belum adanya aturan perundangan (Hukum Positif) yang mengatur transaksi perdagangan dengan model transaksi elektronik (Electronic Commerce) tersebut maka dalam pembahasan tersebut penulis membatasi pada beberapa aspek hukum dalam perdagangan di Indonesia yaitu dengan menggunakan perspektif hukum perjanjian yang berlaku termasuk juga dari KUHP Perdata yang menjadi dasar atau sumber dari perikatan untuk adanya kesepakatan melakukan transaksi perdagangan yang selama ini telah digunakan sebagai dasar dari transaksi perdagangan konvensional .
Aspek hukum Perjanjian tersebut adalah :
1.    Perjanjian dalam perdagangan.
2.    Legalitas Perjanjian perdagangan.
Lingkup Masalah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perjanjian dalam Perdagangan
Pada dasarnya prinsip-prinsip atau kaidah yang fundamental dalam perdagangan internasional mengacu pada 2 prinsip kebebasan walaupun tidak semua ahli hukum internasional sepakat tentang hal ini namun kedua prinsip kebebasan ini merupakan hasil perkembangan yang telah berlangsung berabad abad. Karena itu pula prinsip kebebasan yang telah berkembang lama ini disebut juga sebagai prinsip klasik hukum ekonomi internasional. Ada beberpa prinsip dasar, yaitu
1. “Freedom of Commerce” (prinsip kebebasan berniaga).
Hal ini diartikan luas dari sekedar kebebasan berdagang (Freedom of Trade). Niaga disini mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian dan perdagangan. Jadi setiap Negara memiliki kebebasan untuk berdagang dengan pihak atau negara manapun di dunia.
2. “Freedom of Communication” (kebebasan berkomunikasi)
Bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah negara lain, baik melalui darat atau laut untuk melakukan transaksi perdagangan internasional ( Huala Adolf, 1997: 26).
Berdasarkan pengertian dan pembagian dalam Hubungan Internasionalpun Perjanjian Dalam Perdagangan masih dibagi dalam berbagai aspek, berikut penjelasan lebih rinci dari hubungan Perjanjian Dalam Perdagangan Internasional.
1) Berdasarkan jumlah pihak peserta perjanjian, terbagi menjadi dua bagian yaitu :
•    a. Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian antar dua negara atau dua organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut dengan istilah pembicaraan (talk).
•    b. Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara atau organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut konferensi diplomatik (diplomatic conference).
•   
2) Berdasarkan sifat atau fungsi perjanjian. Berdasarkan sifatnya perjanjian terbagi menjadi dua, yaitu :
•    a. Treaty Contract, yaitu perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, misalnya perjanjian RI dengan RRC mengenai kewarganegaraan.
•    b. Law Making Treaty, yaitu perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar dan kaidah hukum internasional, misalnya Konvensi Hukum Laut tahun 1958, Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.


3) Berdasarkan proses atau tahapan pembentukannya;
•    a. Perjanjian bersifat penting, dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.
•    b. Perjanjian bersifat sederhana, dibuat melalui dua tahap yaitu perundingan dan penandatanganan (biasanya digunakan kata persetujuan atau agreement).
4) Berdasarkan subjeknya:
•    a. Perjanjian antarnegara yang dilakukan banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
•    b. Perjanjian internasional antara negara dengan subjek hukum lainnya.
•    c. Perjanjian internasional antara sesama subjek hukum selain negara.
5) Berdasarkan isi atau bidangnya:
•    a. Politik, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
•    b. Ekonomi, seperti bantuan perekonomian dan perdagangan.
•    c. Hukum, seperti status kewarganegaraan.
•    d. Kesehatan, seperti karantina dan penanggulangan penyakit.
Masalah mengenai kaidah-kaidah fundamental sebagian besarnya didasarkan pada perjanjian-perjanjian dan juga sebagian lain pada hukum kebiasaan internasional. Karena itu pula sepanjang perjanjian perjanjian tersebut sifatnya tidak begitu universal, sangatlah sedikit norma-norma khusus hukum perdagangan internasional yang dianggap sebagai "fundamental". Kesulitan dalam menetapkan atau menyatakan karateristik kaidah-kaidah hukum ekonomi internasional ini sebagai "fundamental" juga berasal dari karakteristik disiplin hokum ekonomi internasional itu. Yakni begitu luasnya perbedaan-perbedaan sistem ekonomi nasional. Sistem hukum Indonesia tentang perjanjian diatur dalam pasal-pasal buku III BW tentang perikatan.
Media elektronik di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media internet yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, Selain merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Begitu pula perlu digaris bawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam ecommerce. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet :
1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses.
2. Menggunakan elektronik data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam transaksi elektronik (electronic commerce), para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa E-commerce yang dilakukan dengan koneksi ke internet adalah merupakan bentuk transaksi beresiko tinggi yang dilakukan di media yang tidak aman. Kelemahan yang dimiliki oleh internet sebagai jaringan public yang tidak aman tersebut telah dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian informasi (Crypthography). Electronic data transmission dalam transaksi elektronik (commerce) disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan rumus algoritma) sehingga menjadi cipher/locked data yang hanya bias dibaca/dibuka dengan melakukan proses reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya yang telah banyak diterapkan dengan adanya sistem sekuriti seperti SSL, Firewall. Perlu diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari open network yang telah dikemukakan tersebut semestinya dapat diantisipasi atau diminimalisasi dengan adanya system pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital Signature (Arianto Mukti Wibowo,1998). Digital Signature selain sebagai system tekhnologi pengamanan berfungsi pula sebagai suatu prosedur tekhnis untuk melakukan kesepakatan dalam transaksi elektronik atau standart prosedur suatu perjanjian dalam transaksi elektronik , dari proses penawaran hingga kesepakatan yang di buat para pihak (Group Riset FIKom.UI,1999: 3).
B. Legalitas Perjanjian Perdagangan
Dalam perspektif hukum, suatu perikatan adalah suatu hubungan hokum antara subyek hukum antara dua pihak, berdasarkan mana satu pihak berkewajibanatas suatu prestasi sedangkan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Karena perjanjian sebagai sumber perikatan maka sahnya perjanjian menjadi sangat penting bagi para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan. Menurut pasal 1320 KUHPerdata sahnya suatu perjanjian meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif ( Subekti, 1996: 1). syarat subyektif adalah :
1.    Kesepakatan
2.    Kecakapan (bersikap tindak dalam hukum) untuk membuat suatu perikatan.
Sedangkan syarat obyektif, adalah :
1.    Suatu hal yang tertentu (obyeknya harus jelas),
2.    Merupakan suatu kausa yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum).
Syarat sahnya perjanjian kesepakatan antara para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian atau perikatan. Kesepakatan inilah yang menjadikan perbuatan tersebut dapat dilaksanakan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan dan kewajiban yang mutlak setelah perjanjian ini disepakati, sehingga ini akan melahirkan sebuah konsekuensi hukum bagi keduanya untuk mentaati dan melaksanakannya dengan sukarela. Berkaitan dengan perikatan yang lahir berdasarkan perjanjian, J.Satrio mengatakan bahwa perjanjian adalah sekelompok/sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan, sehingga apabila salah satu pihak dengan sengaja atau terbukti sengaja melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain, dapat diupayakan hukum untuk meminta pihak yang bersangkutan ( J Satrio, 1995: 6).
Perjanjian alam transaksi elektronik (electronic commerce) sebenarnya tidak berbeda hanya saja perjanjian tersebut dilakukan melalui media elektronik, syarat sahnya perjanjian pun dilakukan dengan proses penawaran hingga terjadi kesepakatan. Hanya tanda tangan “ tinta basah” yang selama ini digunakan dalam menandai telah adanya kesepakatan para pihak dalam perdagangan konvensional diganti dengan tanda tangan digital atau digital signature, yaitu suatu prosedur tekhnis untuk menjamin bahwa para pihak tidak bisa “mengingkari keberadaannya” sebagai subyek hukum dalam perjanjiaan transaksi elektronik. artinya fungsi digital signature tersebut dapat menjadi dasar sahnya suatu perjanjian yang merupakan sumber perikatan bagi para pihak, walaupun secara fisik para pihak tidak bertemu muka (mukti Fajar ND, 2001: 66).
Electronic commerce seperti yang dikutip dari pesan presiden William.J.Clinton dalam pidato pengantar tentang A Framework for Global Electronic Commerce bagi para pengguna Internet tertanggal 1 Juli 1997, sebagian berbunyi : “….One of the most significant uses of the internet is in the world of commerce .Already it is possible to buy books and clothing, to obtain business advice ,,to purchase everything from gardening tools to high-tech telecommunication equipment over the internet…”. ”Goverments can have a profound effect on the growthof electronic commerce . By their actions, they can facilitate electronic trade or inhibit it. Goverment officials should respect the unique nature of the medium and recognize that widespread commposition and increased consumer choice should be the defining features of the new digital marketplace. They should adopt a market approach to electronic commerce that fasilitates the emergence of a global, transparent, and predictable , legal envirounment to support business and commerce.” (William J Clinton).
Pesan Presiden Clinton di atas sedikit banyak menekankan pada suatu bentuk baru perdagangan global yang menggunakan tekhnologi tinggi , dimana hal ini perlu didukung oleh pemerintah dengan mengajak bersama para pengguna electronic commerce membuat suatu kesepakatan tentang sebuah tatanan kerjasama yang baru dalam electronic commerce (A Framework for Global Electronic Commerce). Karena kegiatan Electronic Commerce yang diatur dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 (adalah salah satu produk dari UNCITRAL) maka, sekiranya tersebut, UNCITRAL Model Law on 5 Electronic Commerce 1996 dapat digunakan sebagai "pegangan" atau kepastian dalam transaksi perdagangan internasional di Electronic Commerce. Beberapa hal yang perlu digaris bawahi tentang UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 seperti yang dikutip dari US Framework for Global Electronic Commerce 1997 adalah “ Internationlly, the United Nations Commision on International Trade Law ( UNCITRAL ) , has completed work on a model law that supports the commercial used of internatonal contracts in electronic commerce . This model law establishes rules and norms that validate and recognize contract fromed through electronic means , sets default rules for contract formation and governance of electronic contract performance, defines the characteristicof a valid electronic writing and an original document ,provides far the acceptability of electronic signatures for legal and commercial purposes and support the admission of computer evidence in court and arbitration proceedings“ (UNCITRAL Model Law EC, 1996: 3).
Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada validity and recoqnition of electronic contract performance ( keabsahan serta pengakuan terhadap bentuk kontrak elektronis ) dimana dapat diambil beberapa issues (Richard Hill and Ian Walden, 1996: 1), yaitu : a. “Writing required” (tulisan yang dikehendaki atau dibutuhkan); b. “Signature required” ( tanda tangan yang dikehendaki )
a) Bentuk tulisan
Bentuk tulisan menurut pasal 5 dalam model hukum, secara eksplisit memberikan nilai legal yang sama kepada transmisi elektronik seperti halnya bentuk tertulis:( Richard Hill and Ian Walden, 1996: 6). "(1) Where a rule of law requires information to be in writing or to be presented in writing, or provides for certain consequences if it is not, a data message satisfies that rule if the information contained therein is accessible so as to be usable for subsequent reference." Penyamaan nilai legal antara transmisi elektronik dengan bentuk tertulis ini dimaksudkan untuk mempermudah posisi transmisi ini sehingga dapat digunakan sebagai evidence nyata dalam pembuktian dan sebagai salah satu pendekatan yang relative paling mudah sebagai solusi yang ditawarkan.

b) Tanda tangan
Tanda tangan dalam model hukum secara eksplisit memberikan solusi teknis yang pas dan sama nilai legalnya dengan tandatangan tradisional, yang dalam maksud-maksud tertentu para pihak bias menyetujuinya jika mereka mau. Teknologi tandatangan elektronik masa depan ini dapat diperkenalkan sebagai teknologi yang cocok, tanpa harus mengubah undang-undang. Ketentuanketentuan pasal 7 dalam model hokum berhubungan erat dengan praktik yang sedang berlangsung (Richard Hill and Ian Walden, 1996:7). Article 7. Signature (1) Where the law requires a signature of a person, that requirement is met in relation to a data message if:
a) a method is used to identify that person and to indicate that person's approval of the information contained in the data message
b) that method is as reliable as was appropriate for the purpose for which the data message was generated or communicated, in the light of all the circumstances, including any relevant agreement.
Selain itu tekhnologi digital signaturetersebut mampu menjamin keutuhan isi data (dokument) perjanjian transaksi perdagangan, sehingga masing-masing pihak tidak bias mengingkari isi perjanjian yang telah disepakati, karena teknologi tersebut mempunyai beberapa sifat : (Arianto Mukti Wibowo, et. All., :1)
1. Authenticity (Ensured) : menunjukan asal muasalnya data
2. Integrity : menjamin keutuhan data yang dikirim
3. Non-Repudiation : tidak dapat disangkal siapa pengirim data tersebut
4. Confidentiality : menjamin kerahasiaan data dari pihak lain.
Sehubungan dengan tekhnologi digital signature yang mempunyai sifat tersebut di atas maka secara hukum dapat dianalogikan bahwa perjanjian yang dibuat melalui media elektronik adalah sah adanya sebab sumber perikatannya sebagaimana perjanjian yang dibuat secara konvensional.

C. Hukum di Indonesia
Pengertian Hukum mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan .Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya,Contohnya:
        1. Menurut Van Kan : Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat
        2. Menurut Utrecht : Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup - perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
        3. Menurut Wiryono Kusumo
Kita dapat menyimpulkan,bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.Sumber – sumber hukum dapat kita tinjau dari :

1. Sumber – sumber hukum material
2. Sumber – sumber hukum formal antara lain ialah :
    a. Undang – undang ( statute )
    b. Kebiasaan ( costum )
    c. Keputusan – keputusan hakim ( Jurisprudentie )
    d. Traktat ( treaty )
    e. Pendapat sarjana hukum ( doktrin )

1. Menurut Edward Jenk, bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia sebutdengan istilah “forms of law” yaitu :
    a. Statutory
    b. Judiciary
    c. Literaty
2. Menurut G.W. Keeton, sumber hukum terbagi atas :
    a. Binding sources ( formal ) yang terdiri :
        - Custom
        - Legislation
        - Judical precedents
    b. Persuasive sources ( materil ) yang terdiri :
        - Principles of morality or equity
        - Professional opinion
2. Kodifikasi Hukum ialah pembukuan jenis – jenis hukum tertentu dalam kitab undang – undang secara sistematis dan lengkap.Ditinjau dari segi bentuknya,hukum dapat dibedakan atas :
1. Hukum tertulis ( statute law, written law )
2. Hukum tak tertulis ( unstatutery law, unwritten law )
Kaidah atau Norma dalam pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib.


Contoh Jenis & Macam Norma :
    1. Norma Sopan Santun
    2. Agama
    3. Hukum
    Hukum Ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari–hari dalam masyarakat.Lahirnya hukum ekonomi disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Hukum Internasional dan Efek Globalisasi juga berpengaruh dalam sistem perdagangan Internasional berikut perinciannnya, Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.
Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.
Contoh yang bisa diangkat mungkin adalah perdagangan internasional, kebijakan dana moneter internasional hingga ijin operasi perusahaan multi nasional yang menunjukkan bahwa mata-rantai-dampaknya pada akhirnya akan berakhir pada pelaku ekonomi lokal, baik positif maupun negatif. Desain globalisasi ekonomi sendiri misalnya, memang pada awalnya dinilai beritikad positif, yaitu menaikkan kinerja finansial negara-negara yang dianggap masih terbelakang secara ekonomi dengan melakukan kerjasama perdagangan dan kebijakan industri.
Namun, dampak negatifnya ternyata tidak bisa dielakkan ketika penyesuaian kebijakan global itu tidak bisa dilakukan di tingkat lokal. Situasi menang-menang yang ingin dicapai berubah menjadi situasi kalah-menang yang tak terhindarkan bagi pelaku ekonomi lokal. Kasus fenomenal seperti yang tak kunjung usai, penjualan perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah baru-baru ini, atau kasus lain yang nyaris tidak terliput secara luas seperti hilangnya jutaan plasma nuftah di hutan dan Papua Barat, menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentu masih ada banyak yang lain.
Maka, tidak heran apabila kemudian sebagian merasa bahwa isu globalisasi berhembus ke arah negatif, yaitu bahwa globalisasi hanya menguntungkan mereka yang sudah lebih dahulu kuat secara ekonomi dan punya infrastruktur untuk melanggengkan dominasi ekonominya, sementara negara yang terbelakang hanya merasakan dampak positif globalisasi yang artifisial, namun sebenarnya tetap ditinggalkan. Sebagian yang lainnya tetap optimis dengan cita-cita hakiki globalisasi dan yakin bahwa tata manusia yang setara di muka bumi ini akan terwujud suatu saat nanti dengan upaya-upaya membangun kebersatuan sebagai sesama penghuni bola-dunia.
Nampaknya, apapun esensi perdebatannya, yang ada di depan mata adalah berjalannya proses globalisasi di hampir segala bidang tanpa bisa dihentikan.

D. Ekonomi di Indonesia
    Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Manusia sebagai makhluk sosial dan Makhluk ekonomi
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain:
• Faktor Ekonomi
• Faktor Lingkungan Sosial Budaya
• Faktor Fisik
• Faktor Pendidikan
Tindakan , Motif , dan Prinsip Ekonomi
Tindakan Ekonomi
    Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar karena harga minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :
• Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.
• Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.

Motif Ekonomi
    Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua aspek:
• Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas kemauan sendiri.
• Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas dorongan orang lain.
Pada prakteknya terdapat beberapa macam motif ekonomi:
• Motif memenuhi kebutuhan
• Motif memperoleh keuntungan
• Motif memperoleh penghargaan
• Motif memperoleh kekuasaan
• Motif sosial / menolong sesama


Prinsip Ekonomi
    Prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang didalamnya terkandung asas dengan pengorbanan tertentu diperoleh hasil yang maksimal.

Sistem perekonomian
    Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
    Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.

Perekonomian terencana
    Ada dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan sosialisme. Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang mengharuskan pemerintah memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi. Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara; Ketika perekonomian masyarakat dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada para buruh. Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan sistem ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara, Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negara-negara itu pun tidak sepenuhnya mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor produksinya sendiri.

Perekonomian pasar
    Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan liberalisme untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.

Perekonomian pasar campuran
    Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana. Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar atau pun terencana, bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta.

E. Kaitan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia

    E.1. Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi.
Undang-Undang dasar negara modren dewasa ini cenderung tidak hanya terbatas sebagai dokumen politik, tetapi juga dokumen ekonomi yang setidak-tidaknya mempengaruhi dinamika perkembangan perekonomian suatu negara. Karena itu, konstitusi modren dapat dilihat sebagai konstitusi politik, sosial, ataupun sebagai ekonomi. Memang ada konstitusi yang tidak secara lansung dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi, karena tidak mengatur secara eksplisit prinsip-prinsip kebijakan ekonomi.
 Konstitusi negara-negara liberal seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jepang dan sebagainya dapat disebut hanya konstitusi politik. Namun didalam konstitusi negara liberal tersebut, ketentuan mengenai moneter, anggaran (budget), fiscal, perbankan dan pemeriksaan keuangan tetap diatur, yang pada gilirannya juga memengaruhi dinamika perekonomian negara bersangkutan.
    Kebijakan-kebijakan tersebut lebih terkait dengan sistem administrasi negara daripada persoalan sistem ekonomi secara lansung. Konstitusi negara-negara ini mungkin lebih tepat disebut konstitusi ekonomi secara tidak lansung. Sedangkan konstitusi ekonomi secara lansung disebut konstitusi ekonomi adalah kosntitusi yang mengatur mengenai pilihan-pilihan kebijakan ekonomi dan anutan prinsip-prinsip tertentu di bidang hak-hak ekonomi (economic rights).
    Jika corak konstitusi tersebut diukur dari ketentuan-ketentuan mengeanai kebijakan perekonomian seperti yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, maka dapat dikatakan bahwa UUD 1945 merupakan satu-satunya dokumen hukum Indonesia yang dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi. Pasal 33 menentukan:
        • Perekonomian disusun sebagai usaha bersama beradasarkan atas asas kekeluargaan.
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
        • Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Secara normatif, ketentuan pasal 33 UUD 195 merupakan politik hukum ekonomi Indonesia, sebab mengatur tentang prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan roda perekonomian. Pada Pasal 33 Ayat (1), menyebutkan bahwa perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini dapat dipandang sebagai sebagai asas bersama (kolektif) yang bermakna dalam kontek sekarang yaitu persaudaraan, humanisme dan kemanusiaan. Artinya ekonomi tidak dipandang sebagai wujud sistem persaingan liberal ala barat, tetapi ada nuansa moral dan kebersamaannya, sebagai refleksi tanggung jawab sosial. Bentuk yang ideal terlihat seperti wujud sistem ekonomi pasar sosial (social market economy). Pasal ini dianggap dari ekonomi kerakyatan.
    Pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukkan bahwa negara masih mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada dua macam, yaitu sebagai regulator dan sebagai aktor. Ayat (2) menekankan peranan negara sebagai aktor yang berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peranan negara sebagai regulator tidak dijelaskan dalam rumusan yang ada, kecuali jika istilah “dikuasai” diinterpretasikan sebagai “diatur” tetapi yang diatur disini adalah sumber daya alam yang diarahkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
    Sumber daya strategis meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan keseluruhannya telah diatur oleh konstitusi Pasal 33 UUD 1945 didalamnya tercantum demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan dan pemilihan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran seorang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan bangsa.
Perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang-orang yeng berkuasa dan rakyat banyak ditindas.
Sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia ialah sistem ekonomi pancasila. Menurut Mubyarto, ciri-ciri sistem ekonomi pancasila adalah sebagai berikut:
    1 Roda kegiatan ekonomi digerakkan oleh ransangan-ransangan ekonomi, sosial dan         moral.
    2. Ada tekad kuat seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan sosial.
    3. Ada nasionalisasi ekonomi.
    4. Koperasi merupakan sokoguru ekonomi nasional.
    5. Ada keseimbangan yang selaras, serasi, dan seimbang dari perencanaan ekonomi dan pelaksanaannya didaerah.
    Dalam model pembangunan ekonomi yang menempatkan manusia sebagai titi sentralnya, sasaran penciptaan peluang kerja dan partisipasi rakyat dalam arti seluas-luasnya perlu mendapatkan perhatian utama. Ini berarti bahwa dalam penyusunan rencana-rencana pembangunan, setiap kebijakan, program, proyek-proyeknya berisi komponen-komponen kuantitatif dalam sasaran-sasaran peluang kerja, peluang berusaha dan partisipasi rakyat tersebut, lengkap dengan tolak ukur dan cara-cara menilainya.

E.2. Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi Menghadapi Era Globalisasi.
    Salah satu masalah serius yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia adalah mempraktekkan kerangka hukum dan kostitusi dalam pengembangan kebijakan-kebijakan perekonomian. Selama ini, persoalan tersebut dianggap tidak penting mengingat praktek penyelenggaraan ekonomi sejak kemerdekaan telah berjalan mengikuti arus logika pembangunan ekonomi yang berkembang atas dasar pengalaman empiris dilapangan atau teori-teori dan kisah-kisah sukses di negara-negara lain yang dipandang layak dijadikan contoh. Sulit membayangkan bahwa konstitusi harus diajdikan acuan subtantif dalam setiap kebijakan resmi dalam proses pembangunan ekonomi.     Apalagi kenyataan dizaman sekarang menuntut semua bangsa akrab bergaul dengan sistem ekonomi pasar yang diidialkan bersifat bebas dan terbuka. Tidak eksklusif. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi ekonomi sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat di hindarkan.
   
Dalam keadaan demikian, memang sulit dibayangkan bahwa penyusunan kebijakan ekonomi harus tunduk kepada logika normatif yang sempit sebagaimana telah disepakati dalam rumusan undang-undang dasar yang tertulis. Sebaik-baiknya rumusan konstitusi sebagai sumber kebijakan tertinggi tidak dapat mengikuti dengan gesit dan luwes perubahan-perubahan dinamis yang terjadi dipasar ekonomi global maupun lokal yang bergerak cepat setiap hari. Karena itu, kebiasaan untuk menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan ekonomi dapat dikatakan sangat minim. Hal itu terjadi disemua negara demokrasi. Pengaturan kebijakan ekonomi secara ketat dalam konstitusi merupakan fenomena negara-negara sosialis-komunis yang terbukti tidak berhasil memenuhi hasrat warga negara untuk bebas, baik secara politik maupun ekonomi.
    Indonesia sebagai negara yang bukan komunis, juga berusaha mengadopsi beberapa prinsip yang dipraktekkan terutama dinegara-negara eropa timur, yaitu dengan mengatur prinsip-prinsip dasar kebijakan ekonomi dalam bab XIV UUD 1945 tentang perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Namun kemudian, kalaupun disadari dan dalam praktek memang dijadikan acuan, biasanya, ketentuan-ketentuan undang-undang dasar itu hanya dijadikan rujukan formal, sekedar untuk menyebut bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi itu dikembangkan berdasarkan UUD 1945.
    Oleh beberapa ahli ekonomi, pasal yang mengatur tentang perekonomian didalam UUD 1945 dinilai tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Pertama, perekonomian tidak dapat lagi hanya berdasarkan kepada asas kekeluargaan, karena didunia bisnis modern tidak dapat dihindarkan sistem pemilikan pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi oleh undang-undang dasar. Sifat-sifat kekeluargaan dari suatu bangun usaha hanya relevan jika dikaitkan dengan koperasi sebagai bentuk-bentuk perseroan, yang  hak milik (property), yaitu sama tingginya dengan penghargaan terhadap kebebasan (freedom). Hal ini tercermin dalam cara pandang masyarakat modern yang sangat mengagungkan prinsip liberty dan property.
    Kemudian, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak memang harus dikuasi oleh negara, tetapi pengertian dikuasai tersebut tidak dimaksudkan untuk dimiliki. Perekonomian modern menghendaki efisiensi yang tinggi, sehingga membiar badan-badan usaha milik negara untuk eksis selama ini justru sama dengan membiarkan berkembang inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya ekonomi yang justru merugikan negara dan rakyat banyak. Lagi pula, zaman modren menghendaki adanya pemisahan yang tegas antara fungsi regulasi dan policy maker dengan fungsi pelaku usaha. Tidak seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab dibidang regulasi dan pembuatan kebijakan, terjun sendiri dalam kegiatan usaha. Karena itu, perusahaan milik negara yang ada, justru perlu diprivatisasikan agar lebih efisien dan menjamin fairness diantara pelaku usaha. Tidak mungkin ada fairness bagi pengusaha swasta jika instansi menentukan kebijakan juga turut mengambil bagian sebagai pelaku usaha secara lansung.
    Dan yang terakhir, pengertian “di kuasai oleh negara” harus dipahami tidak identik dengan “dimiliki oleh negara”. Bahkan, dikatakan bahwa pengertian pengusaan oleh negara dalam ketentuan Pasal 33 Ayat (2) dan (3) tersebut bukan harus diwujudkan melalui kepemilikan negara. Negara cukup berperan sebagai regulator, bukan pelaku langsung.
Perdagangan internasional berkaitan dengan berbagai aspek, termasuk hukum terutama Hukum Perdagangan Internasional. Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai: “…the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations“. Dari definisi ini didapatkan unsur-unsur sebagai berikut.
1) Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hukungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata.
2) Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.
Cakupan dari hukum ini menurut Schmitthoff meliputi: 1) Jual beli dagang internasional: (i) pembentukan kontrak; (ii) perwakilan-perwakilan dagang (agency); (iii) pengaturan penjualan eksklusif; 2) Surat-surat berharga; 3) Hukum mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan internasional; 4) Asuransi; 5) Pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, perairan pedalaman; 6) Hak milik industri; 7) Arbitrase komersial.
Adapun prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) dari bidang hukum ini menurut Aleksander Goldstajn ada tiga, yaitu: (1) Prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of the freedom of contract); (2) prinsip pacta sunt servanda; dan (3) prinsip penggunaan arbitrase. Huala Adolf menambahkan prinsip kebebasan komunikasi dalam arti luas termasuk di dalamnya kebebasan bernavigasi, yaitu kebebasan para pihak untuk berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapa pun juga dengan melalui berbagai sarana navigasi atau komunikai, baik darat, laut, udara, atau melalui sarana elektronik.
Sumber hukum perdagangan internasional meliputi perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan dan doktrin, kontrak, dan hukum nasional. Diantara berbagai sumber hukum tersebut yang terpenting adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh sendiri oleh para pedagang sendiri.
Kontrak tersebut harus memenuhi beberapa standar internasional, seperti kewajiban memenuhi standar kualitas (quality standard), kejujuran (good faith and fair dealing), permainan bersih (fair play), perlindungan pihak lemah (protection for the weak), pembinaan usaha yang baik (good corporate governance), persaingan sehat (fair competition), perlindungan konsumen (consumer protection).
Perjanjian/Kontrak
Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan sebutan perjanjian ekspor/impor. Dalam jual beli semacam ini kegiatan jual disebut ekspor dan kegiatan beli disebut impor. Pihak penjual disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importir. Secara ringkas kegiatan ini disebut ekspor dan impor.
Sebagaimana dalam perjanjian secara umum, perjanjian ekspor/impor berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Eskportir berkewajiban memberikan barang kepada importir dan berhak menerima pembayaran dari importir. Importir berkewajiban melakukan pembayaran kepada eksportir dan berhak menerima barang dari eksportir. Persoalan muncul mana kala masing-masing pihak hanya mau menikmati hak tanpa mau melaksanakan kewajiban masing-masing.
Walaupun perjanjian ekspor/impor pada hakikatnya tidak berbeda dengan perjanjian jual beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam suatu negara tetapi mempunyai beberapa perbedaan. Beberapa hal yang menyebabkan ekspor/impor berbeda antara lain: Pembeli dan penjual dipisahkan dengan batas-batas negara, barang yang diperjualbelikan dari satu negara ke negara lain terkena berbagai peraturan seperti kepabeanan yang dikeluarkan masing-masing negara, diantara negara-negara yang terkait terdapat berbagai perbedaan seperti bahasa, mata uang, kebiasaan dalam perdagangan, hukum, dan sebagainya.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.Kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis.Menurut Pollock sebagaimana dikutip oleh P.S Atiyah, a contract is a promise or a set of promises, which the law will enforce.
Sebagai perwujudan tertulis dari perjanjian, kontrak adalah salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain undang-undang (KUHPdt Pasal 1233) yang dapat menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu keadaan hukum yang mengikat satu atau lebih subjek hukum dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain.
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian dicantumkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu: Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem ini melahirkan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang membuka kesempatan kepada para pihak yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut ini.
a. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.
b. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut.
c. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan penunjukan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.
Salah satu perjanjian yang dikenal adalah perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Sebagaimana telah dikemukakan, jual beli dapat terjadi diantara penjual dan pembeli yang berada dalam satu negara maupun beberapa negara. Jual beli di antara penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda disebut jual beli internasional. Hukum tentang jual beli internasional akan berjalan berbarengan dengan hukum tentang ekspor-impor.
Dalam hukum tentang perdagangan internasional, berdasarkan waktu pembayaran, dikenal beberapa metode pembayaran, yaitu: Metode pembayaran terlebih dahulu; Metode pembayaran secara Open Account; Metode pembayaran atas Dasar Konsinyasi; Metode pembayaran secara Documentary Collection; Metode pembayaran secara Documentary Credit.
Menurut Michael Melvin: A Letter of Credit (LOC) is a written instrument issued by a bank at the request of an importer obligating the bank to pay a specific amount of money to an exporter.
Pengertian L/C mempunyai makna sebagai berikut.
1. Merupakan suatu perjanjian bank untuk menyelesaikan transaksi perdagangan internasional.
2. Memberikan suatu bentuk pengamanan untuk semua pihak yang bersangkutan dengan transaksi tersebut.
3. Menjamin pembayaran yang disediakan apabila syarat-syarat dan kondisi-kondisi dalam L/C terpenuhi.
4. Bahwa setiap pembayaran yang dilakukan didasarkan hanya pada dokumen-dokumen semata dan tidak pada barang atau jasa yang bersangkutan.
Pada saat ini dikenal berbagai jenis L/C. Berdasarkan sifat, L/C dapat dibagi menjadi sebagai berikut: Revocable L/C, yaitu L/C yang dapat dibatalkan kembali kapan saja oleh importir tanpa memerlukan persetujuan eksportir; Irrevocable L/C, yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dan opening bank mengikatkan diri untuk melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu berlakunya L/C, kecuali dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam L/C ; Irrevocable dan Confirmed L/C, yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan mempunyai jaminan pelunasan berganda atas wesel atas penyerahan dokumen pengapalan yang diberikan oleh opening bank bersama-sama dengan advising bank.
Sementara itu dari segi pembayaran, L/C dapat dibagi menjadi: Sight L/C, yaitu L/C yang jika semua persyaratan dipenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama dalam 7 hari kerja; Usance L/C, yaitu L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan (tanggal Bill of Lading); Red Clause L/C, yaitu L/C di mana pembayaran dilakukan oleh negotiating bank kepada eksportir sebelum barang dikapalkan.
Kemudian dari segi syarat-syarat, L/C dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Open L/C, yaitu suatu L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima L/C untuk menegosiasikan dokumen pengapalan melalui bank mana saja yang diingininya.
2. Restricted L/C, yaitu kebalikan daari open L/C di mana negotiating bank dibataasi pada bank tertentu.
3. Documentary L/C, yaitu L/C yang mewajibkan eksportir penerima L/C untuk menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta dokumen pelengkap lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran.
4. Revolving L/C, yaitu L/C di mana kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu mengadakan perubahan syarat baik dalam bentuk waktu maupun nilai uang.
5. Back to Back L/C, yaitu L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportit penerima L/C pertama kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang diterimanya. L/C ini biasa digunakan dalam perdagangan segi tiga.
L/C disebut juga kredit berdokumen. Dengan kata lain L/C merupakan kredit. Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi credere yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya. Jadi seseorang yang mendapatkan kredit adalah seseorang yang telah mendapat kepercayaan dari kreditur.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam L/C adalah:
a. Pihak Pembeli
Pihak pembeli adalah pihak imporir yang membeli barang dan membuka L/C.
b. Pihak Penjual
Pihak penjual adalah pihak eksporir terhadapnya L/C dibuka.
c. Pihak Pembuka L/C
Bank pembuka L/C atau yang disebut dengan issuing bank adalah bank yang membuka L/C setelah dimintakan oleh pihak pembeli.
d. Pihak Penerus L/C
Bank penerus L/C adalah bank yang dimintakan oleh bank pembuka L/C untuk meneruskan L/C dan membayarkan kepada pihak penjual. Bank penerus L/C ini disebut juga dengan Conforming Bank, Correspondent Bank, Advising Bank, Paying Bank, atau Negotiating Bank.
Adapun unsur-unsur pokok dalam L/C meliputi:
a. Credit substitution, yaitu issuing bank menggantikan (mensubstitusikan) kredibilitas applicant dengan kredibilitasnya sendiri.
b. Promise to pay, yaitu L/C berisi jaminan pembayaran dari issuing kepada beneficiary.
c. Terms and conditions, L/C merupakan jaminan pembayaran bersyarat (conditional guarantee), dimana akan dilakukan pembayaran sepanjang beneficiary telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan dalam L/C.
d. Parties, yaitu dalam suatu L/C akan terlibat beberapa pihak antara lain, applicant, issuing bank, beneficiary, advising bank, negotiating bank atau confirming bank (jika L/C di confirm oleh bank lain)
e. Time, yang menyangkut expire date yaitu tanggal berakhirnya jangka waktu berlakunya suatu L/C, latest shipment date yaitu tanggal terakhit untuk melaksanakan pengapalan/pengiriman sesuai dengan yang ditentukan dalam L/C dan latest presentation date, yaitu tanggal terakhir bagi beneficiary untuk penyerahan dokumen ke bank.[24]
Dasar hukum dari suatu L/C adalah klausula dalam kontrak jual beli yang menundukkan diri kepada Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (disingkat UCP), hukum setempat (di Indonesia termasuk peraturan di bidang perbankan), dan kebiasaan dalam perdagangan (trade usage).[25] International Chamber of Commerce (ICC) pada tahun 1933 telah menyeragamkan L/C dengan terbentuknya Uniform Customs and Practices for Documentary Credir (UCP).
UCP pertama diterbitkan pada tahun 1933 dengan brosur Nomor 82. Selanjutnya UCP pertama itu mengalami revisi-revisi agar memenuhi kebutuhan bisnis internasional yang terus berkembang. Revisi pertama terjadi pada tahun 1951, kedua pada tahun 1962, ketiga pada tahun 1972, keempat pada tahun 1983 yang dikenal dengan nama UCP 400, dan kelima atau terakhir pada tahun 1993 dengan terbitan Nomor 500 sehingga lebih populer dengan sebutan UCP 500.
Secara umum materi pokok Sales Contract berisi hal-hal berikut ini.
1. Nama Penjual (Seller)
2. Nama Pembeli (Buyer)
3. Barang yang diperjualbelikan dengan spesifikasi tertentu (berat, ukuran, kualitas, packing, dll.)
4. Harga
5. Ketentuan Penjualan (Commercial Terms)
a. FOB (Free on Board)
b. C & F (Cost and Freight)
c. CIF (Cost Insurance & Freight)
6. Pelabuhan Asal
7. Pelabuhan Tujuan
8. Transportasi / Pengalihan diperbolehkan/dilarang (Transhipment: Allowed/ Prohibited)
9. Pengiriman Barang
10. Ketentuan Pembayaran
a. L/C : Letter of Credit
b. D/P : Document Againts Payment
c. D/A : Document Againts Acceptance
11. Sertifikat-sertifikat
a. COO (Certificate of Origin)
b. Export License
12. Dan lain-lain yang dianggap perlu.
Mekanisme L/C secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Diadakan kontrak jual beli antara penjual kepada pembeli dalam jual beli mana pembeli diwajibkan membuka L/C.
2. Kemudian pembeli mengajukan aplikasi L/C kepada Bank Devisa langganannya untuk manfaat pihak penjual.
3. Bank penerbit mengirim surat L/C kepada penikmat melalui bank korepondennya di negara penikmat.
4. Advising bank memberitahu penikmat bahwa kepadanya telah dibuka L/C.
5. Setelah penikmat menerima L/C, dia lantas mengirim barang kepada pembeli.
6. Dokumen asli diserahkan kepada advising bank dan duplikat dikirim kepada pembeli.
7. Dilakukan pembayaran oleh advising bank setelah meneliti kelengkapan dokumen.
8. Dokumen yang telah diterima oleh advising bank kemudian dikirim ke issuing bank.
9. Setelah menerima dokumen-dokumen issuing bank membayar kepada advising bank.
10. Pembuka kredit membayar semua kewajiban kepada issuing bank setekah dinotifikasi oleh issuing bank bahwa semua dokumen telah datang.
11. Issuing bank mengirim dokumen asli kepada pembuka kredit, berdasarkan dokumen-dokumen mana barang-barang dapat diminta dari pengangkut.
Tahapan pembayaran dengan L/C secara ringkas sebagai berikut:
a. Penjual dan pembeli di luar negeri setuju dalam sales contract bahwa payment dilakukan menurut documentary credit.
b. Pembeli memberikan instruksi kepada bank di kediamannya (The Issuing Bank) untuk membuka documentary credit untuk penjual.
c. The Issuing Bank mengatur dengan bank di domisili penjual (Correspondent Bank) untuk melakukan negosiasi, menerima, atau membayar exporter draft atas penyerahan dari dokumen pengapalan.
d. Correspondent Bank memberitahu kepada penjual untuk menegosiasi, menerima, atau membayar exporter draft atas penyerahan dokumen pengapalan.[27]

Beberapa risiko umum L/C adalah:
1. Barang yang diperjualbelikan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Padahal ketepatan barang ini sangat penting dalam ekspor/impor yang menggunakan L/C karena pembayaran semata-mata didasarkan pada dokumen bukan pada barang.
2. Opening bank sengaja tidak membayar (default)
3. Situasi dan kondisi negara salah satu atau beberapa pihak yang terkait tidak baik sehingga mengakibatkan L/C tidak dibayar (high country risk)
Selain beberapa risiko di atas dikenal juga risiko fasilitas. Dalam kaitan ini risiko terjadi karena kegagalan nasabah melunasi kewajiban pembayaran Sight L/C maupun Usance L/C yang telah jatuh tempo. Kegagalan ini kebanyakan disebabkan beberapa hal berikut ini.
1. Kondisi keuangan (cash flow) debitur  Credit Risk
2. Pengaruh forex (jatuhnya nilai IDR)  Exchange Risk
3. Barang yang diimpor tidak laku(ULC)  Commercial Risk
4. kondisi ekonomi, sosial, politik, keamanan Country Risk
Sengketa
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang tentu menghendaki segala sesuatu berjalan dengan baik tanpa masalah apapun terlebih berupa sengketa. Akan tetapi, pada kenyataannya hidup ini tidak pernah luput dari masalah. Tidak heran tidak hanya masalah yang muncul melainkan sengketa juga.
Beberapa diantara masalah/sengketa itu hadir tanpa dikehendaki atau tidak dapat dicegah oleh seseorang sebab bermula dari pihak lain. Dengan demikian tidak ada seorang pun dapat memastikan dirinya akan senantiasa luput dari sengketa. Sehubungan dengan kenyataan itu setiap orang nampaknya perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah dan/atau sengketa sehingga tetap dapat menjaga kepentingannya. Bahkan pada saat-saat tertentu seseorang perlu mempunyai kemampuan untuk melihat masalah atau sengketa sebagai sebuah peluang yang mesti dimanfaatkan bukan sekedar masalah yang harus dihindari. Sebagai sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan sudah selayaknya kita mengenal seluk beluk penyelesaian sengketa.
Ibarat pisau yang dapat bermanfaat jika digunakan secara benar dan merugikan orang lain serta diri sendiri jika digunakan secara salah demikian pulalah penyelesaian sengketa. Dengan mengetahui beberapa segi penting penyelesaian sengketa diharapkan akan memiliki dasar pertimbangan untuk menggunakan penyelesaian sengketa secara tepat. Kapan harus menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa, kapan harus menghindari. Kalau pun sudah yakin perlu memanfaatkan penyelesaian sengketa masih harus memilih cara penyelesaian sengketa yang paling tepat di antara cara-cara yang ada.
Sengketa dapat terjadi karena berbagai sebab, terutama perbuatan melawan hukum dan cidera janji (wanprestasi). Terhadap sengketa yang terjadi pihak-pihak yang terkait dapat menaruh berbagai keinginan atau harapan. Keinginan ini sangat berpengaruh pada upaya-upaya penyelesaian sengketa terutama pilihan terhadap cara-cara penyelesaian yang ada. Hal ini berkaitan erat dengan putusan yang dapat dihasilkan dari masing-masing cara penyelesian berbeda satu sama lain. Kekeliruan atas pilihan cara penyelesaian bukan hanya dapat menyebabkan ketidakpuasan melainkan kegagalan. Penyelesaian perbuatan melawan hukum dapat diselesaian melalui pengadilan sedangkan wanprestasi melalui pengadilan negeri, arbitrase, atau cara-cara lain yang tersedia.
Secara garis besar dikenal dua kelompok besar penyelesaian sengketa, yaitu melalui persidangan di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Menurut pengalaman dan pengamatan, beberapa permasalahan, terutama permasalahan keluarga dan bisnis, lebih baik diselesaikan di luar pengadilan. Terdapat berbagai alasan yang mendukung pilihan ini, seperti kemungkinan untuk tetap menjaga hubungan baik di antara pihak-pihak yang bermasalah


BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
    Pembangunan ekonomi harus dibarengi dengan pembangunan hukum. Pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pembangunan hukum maka akan terbentuk tatanan perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam perekonomian negara. Sehingga pembangunan ekonomi bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 maupun Pancasila. Maka untuk itu diperlukan pembangunan hukum yang progresif yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan yuridis, keadilan sosiologis maupun keadilan filosofis.
Dampak dari globalisasi telah menyentuh semua sendi-sendi kehidupan bangsa, termasuk ekonomi. Saling ketergantungan antar negara menimbulkan norma-norma baru dalam menjalin hubungan antar negara. Dan terkadang norma-norma tersebut selalu berbenturan dengan nilai-nilai yang terdapat didalam sebuah konstitusi, untuk memenuhi kebutuhannya, maka mau tidak mau dilakukan langkah-langkah berani untuk menerobos konstitusi dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Untuk itu diperlukan sebuah konstitusi dibidang ekonomi yang memiliki nilai keseimbangan dan keadilan.

B. Kritik Dan Saran
Semoga apa yang kami paparkan di atas bisa menambah pengetahuan para pembaca serta dapat diamalkan sebagaimana mestinya.
    Sebagai seorang manusia kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami selalu mengharap kritik dari pembaca yang sifatnya dapat membangun dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.



DAFTAR PUSTAKA


Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Mas     media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia, Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato yang disampaikan pada Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 2000
Griffin R dan Ronald Elbert. 2006. Business. New Jersey: Pearson Education.
H.R.E. Kosasih Taruna Sepandji, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Penerbit     Universal, Bandung, 2000
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Januari 2010
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1994
Wikipedia.com

JIka Sobat ingin mendapatkan semua makalah yang ada di website ini secara gratis siilahkan klik tombol Subscribe yang ada dibawah ini, dan Perlu diketahui Setelah Sobat Mendaftarkan Email Jangan Lupa Konfirmasi Link yang di Kirim Ke Email Agar Pemberitahuannya Aktif:

0 Response to "MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS PERJANJIAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DALAM HUKUM PERDAGANGAN INDONESIA"

Post a Comment