Bagian Waris Untuk Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Menurut Islam
Bagian Waris Untuk Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan
Menurut Islam
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Anak si mati; baik berjenis kelamin laki-laki maupun wanita
adalah orang yang dianggap terdekat hubungannya dengan orang tuanya dan paling
berhak mendapatkan harta warisan. Bagian mereka telah dijamin Allah dalam surat
An-Nisa ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوۡلَـٰدِڪُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً۬ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۖ وَإِن كَانَتۡ وَٲحِدَةً۬ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُۚ
Allah mensyari’atkan bagimu tentang
[pembagian pusaka untuk] anak-anakmu. Yaitu: bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua
, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.... (Q.S. An-Nisa: 11).
Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Anak Laki-Laki (A.lk.)
Anak laki-laki itu tidak memiliki bagian yang tertentu
(fardh) dalam pembagian warisan orang tuanya, ia menempati posisi 'Ashabah.
terkadang mengambil semuanya, terkadang mengambil sisa; tapi tidak mungkin
tidak dapat bagian.
A. Perolehan Warisnya:
1. Kalau ia mewarisi sendirian, ia mengambil semua.
1. A.lk:
100%
2. Kalau ia berdua dengan saudara laki-laki atau
lebih, berbagi rata.
1. A.lk:
1/3,
2. A.lk:
1/3,
3. A.lk.:1/3
3. Kalau ia bersama saudara perempuan, ia dapat dua
bagian, dan seorang saudara perempuan mendapat satu bagian.
1. A.lk.:
2/3;
2. A.pr.: 1/3
4. Kalau ada ahli waris lain, maka ia dapat sisa
('Ashabah), sisa itu dibagi seperti pada poin 1, 2 dan 3.
1. Bapak: 1/4
2. A.lk.:
1/2
3. A.pr.: 1/4
B. Hajib dan Mahjub (Menghalangi dan dihalangi):
Diantara ahli waris, jika ada anak laki-laki, maka
yang mahjub (terhalang) tak dapat bagian adalah semua ahli waris, kecuali:
1. Ibu
2. Bapak
3. Suami (atau isteri).
5. Kakek.
6. Nenek sebelah bapak (Ibunya bapak).
7. Nenek sebelah Ibu (ibunya ibu).
Sementar itu anak laki-laki tidak dapat dihalangi oleh
siapapun dari menjadi ahli waris.
2. Anak Perempuan (A. pr.)
Bersama anak laki-laki ia menjadi 'Ashabah (mengambil
sisa).
A. Perolehan Warisnya:
1. Jika menjadi ahli waris sendirian, bagiannya 1/2.
1. A.pr.:
1/2
2. Jika ia berdua atau lebih dengan sesama anak
perempuan dan tidak ada anak laki-laki, maka bagiannya 2/3 dibagi rata.
1. A.pr.:
1/3;
2. A.pr.:1/3
3. Jika ahli waris hanya anak laki-laki dan beberapa
anak perempuan, maka anak laki mendapatkan 2 kali bagian setiap anak perempuan.
1. A.lk.: 1/2
2. A.pr:
1/4
3. A.pr.:
1/4
4. Jika ada ahli waris lain selain anak laki-laki dan
perempuan, maka anak laki-laki dan perempuan menjadi ashabah (sisa) dengan
komposisi 2:1.
1. Bapak: 1/4
2. A.lk.: 1/2
3. A.pr.:
1/4
B. Hajib dan Mahjub (Menghalangi dan dihalangi):
1. Anak perempuan hanya mampu menghalangi saudara
se-ibu.
2. Dua orang anak perempuan atau lebih mampu
menghalangi cucu perempuan (dari anak laki-laki); kecuali bersama cucu perempuan
ada cucu laki-laki (dari anak laki-laki), mereka menjadi 'Ashabah.
3. Sementara ahli waris lain tidak terhalangi oleh
anak perempuan, cuma ada yang menjadi kurang bagiannya dengan adanya anak
perempuan, yakni ibu dan bapak.
3. Apakah Alasan Laki-Laki Mendapat 2 kali Bagian
Perempuan ?
Bahwa apa yang dijelaskan di dalam Al-Qur'an dan
hadits mengenai pembagian waris antara anak-anak lelaki dan perempuan yang
berbeda, telah menimbulkan bahan kajian dan perdebatan yang panjang hingga
kini; berbagai argumen, dari yang ilmiah, rasio hingga sosial masih ramai dan
akan terus berlangsung.
Berikut saya paparkan beberapa hal mengenai perbedaan di maksud:
Berikut saya paparkan beberapa hal mengenai perbedaan di maksud:
1. Alasan dari Allah dan Rasul-Nya.
Di dalam membuat perintah kepada manusia, terkadang Allah
menyertakan alasan-alasannya, terkadang tidak disertai dengan itu. Ikhwal
jumlah pembagian yang berbeda antara anak-laki dan anak perempuan, setahu saya
tidak ada penjelasan (alasan) yang spesifik baik dari Al-Qur'an maupun sabda
Rasulullah. wallaahu a'lam.
2. Alasan manusiawi.
Kemudian manusia yang dianugerahi akal mencoba menarik kesimpulan dari beberapa
indikator, sehingga terkumpullah sekian banyak alasan yang dianggap syar'i,
seperti misalnya:
A. Tanggung jawab perekonomian di pikul oleh laki laki.
B. Sebelum seorang menikah , menjadi tugas ayah dan saudara laki laki menanggung akomodasi, rumah, pakaian dan berbagai kebutuhan keuangan seorang perempuan yang lain.
C. Setelah seorang perempuan menikah, tugas itu menjadi tanggung jawab laki laki atau suami.
D. Isteri tidak diwajibkan menafkahi anak dan suaminya, bahkan dirinya sendiri, karena dirinya menjadi tanggung jawab suaminya.
Dll.
3. Sami'na wa atha'na (kami mendengar dan kami taat).
Ketika Allah telah memutuskan suatu hukum, hendaklah manusia mentaatinya tanpa mencari dalih pembenaran untuk menyelisihinya. Allah tidak menjabarkan alasan-alasan suatu perkara, boleh jadi agar manusia taat tanpa mencari dalih atau berusaha "mengakali" hukum tersebut. Terhadap alasan-alasan (hujjah) yang dihasilkan oleh manusia, mungkin benar dan mungkin juga keliru; andaikan benar pun, boleh jadi di sisi Allah masih ada sekian banyak alasan hakiki yang manusia belum atau tidak akan tahu atau tidak akan mampu menjangkaunya.
4. Akibat bersandar kepada alasan manusia.
Menyandarkan hukum kepada alasan yang tidak hakiki, bisa menimbulkan kerancuan dan mengarah ke mansukh (penghapusan) status hukum itu sendiri. Jika alasan-alasan yang dibuat oleh manusia karena perubahan zaman, pola, sosial-politik dll. bisa dipatahkan, apakah kemudian hukum pembagian anak laki: perempuan yang 2;1 tidak berlaku lagi ?
Allah juga telah mengharamkan babi tanpa menyebut alasan detailnya, kecuali dikatakan "innahuu rijs" (kotor/najis), kemudian manusia menguraikan bahwa babi diharamkan karena adanya cacing pita di dalam tubuh babi yang membahayakan kesehatan. Pertanyaannya: jika dengan kemajuan tehnologi sekarang penelitian mampu membuktikan bahwa dengan dicampur zat tertentu atau dipanaskan dengan suhu tertentu daging babi bisa steril dari cacing pita; Apakah kemudian daging babi menjadi halal adanya ?
naudzu billaahi min dzalik.
5. Beberapa polemik yang menyesatkan.
Beberapa orang , diantaranya Thohir al Haddad , dan DR. Nasr Abu Zaid, kemudian diikuti oleh Munawir Syadali (mantan menag R.I) berpendapat bahwa komposisi bagian 2:1 tidak berlaku untuk masa kini dengan alasan bahwa keadaan berbeda, bahkan mungkin sebagian orang dengan rasa bangga menggunakan kaidah di dalam fikih “ taghoyurul ahkam bi taghoyuri zaman wal makan “ (Suatu hukum bisa berubah jika keadaan dan waktunya berubah juga ). Mereka mengatakan, bahwa perempuan hari ini telah ikut berpartisipasi bersama laki- laki di dalam menjalani kehidupan ini dalam segala aspeknya : Ekonomi, Budaya, Pendidikan , dan Politik. Perempuan hari ini bekerja mencari nafkah, sebagaimana laki-laki , bahkan di sebagian daerah, menurut Munawir Syadali, seperti di Solo, perempuanlah yang bekerja mencari nafkah, sedangkan laki-lakinya hanya di rumah, memelihara burung. Perlu dijelaskan, bahwa kaidah fikih yang meyebutkan “perubahan hukum , mengikuti perubahan waktu dan keadaan “ itu hanya berlaku pada hukum- hukum ijitihadiyah, atau hukum –hukum yang di tetapkan berdasarkan maslahat sementara atau keadaan sementara, seperti hukum ta’zir dengan mencambuk peminum khomr 80 kali cambukan, sistem dan metode pendidikan, administrais negara dan lain- lainnya . Adapun hukum- hukum yang telah di tetapkan oleh Syareat batasannya , seperti hukum warisan ini, maka kaidah tersebut tidak bisa dipakai.
Sebagai seorang muslim yang taat, menyikapi perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya cukup berprinsip dengan Sami'na wa atha'na (kami mendengar dan kami taat). Pasti ada hikmah di balik semuanya.
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٍ۬ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥۤ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَـٰلاً۬ مُّبِينً۬
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mu’min dan tidak [pula] bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain]
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S. Al-Ahzab: 36).
3. Contoh Kasus Waris Yang Melibatkan Anak:
Soal 1.
Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris sbb.:
Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris sbb.:
Seorang suami, seorang ibu, seorang bapak, 1 anak
laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Jumlah harta yang ditinggalkan cuma 1
Milyar. Berapakah bagian masing-masing ahli waris ?
Jawab:
Jawab:
Soal 2.
Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan harta
sebesar 500 jt, sementara ahli warisnya adalah:
Seorang isteri, seorang ibu., 1 anak perempuan dan 2
anak laki-laki, berapakah bagian masing-masing ahli waris ?
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci
Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber:
Al-Farai'id, hal.41-44, A.Hassn, Penerbit Pustaka Progresif.
0 Response to "Bagian Waris Untuk Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Menurut Islam"
Post a Comment