MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS TENTANG HUKUM pENGANGKUTAN DIINDONESIA
HUKUM PENGANGKUTAN DIINDONESIA
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. karena dengan rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas Aspek Hukum dalam Bisnis. Makalah ini disusun
berdasarkan apa yang kami peroleh dari berbagai sumber.
Kami
berharap makalah ini dapat membantu kesadaran pembaca agar lebih memahami
bahasa Indonesia. Kami berharap pembaca dapat memberikan dukungan dan saran
demi penyempurnaan makalah ini karna kami merasa masih bnayak kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Padang, Februari 2017
Penulis
HUKUM PENGANGKUTAN
1. PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Demikian
juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang
mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan untuk
dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu
sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga
dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.
2. PENGERTIAN
PENGANGKUTAN
Pengangkutan
adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim,
dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat,
sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan. Dari
pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut
adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah
perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai
kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.
3. FUNGSI
PENGANGKUTAN
Pada
dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang
dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan
nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan
barang-barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat
dimana barang –barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat.
Perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang
diselenggarakan dengan pengangkutan tersebut harus dilakukan dengan memenuhi
beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus
diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk tempat
dan waktunya.
Menurut Sri
Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan,
yaitu :
a) Kegunaan
Tempat ( Place Utility )
Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu
tem-
pat, dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang
menye-
babkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat.
b) Kegunaan
Waktu ( Time Utility )
Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu
perpin
dahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu lebih
diper
lukan
tepat pada waktunya.
4. JENIS
PENGANGKUTAN DAN PENGATURANNYA
Dalam
dunia perdagangan ada tiga jenis pengangkutan antara lain :
a) Pengangkutan
melalui darat yang diatur dalam :
1.
KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90-98.
2.
Peraturan khusus lainnya, misalnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
tentang
Perkeretaapian. Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
3. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi.
b) Pengangkutan
melalui laut
Jenis
pengangkutan ini diatur dalam :
1.
KUHD, Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal.
2.
KUHD, Buku II, Bab V A tentang pengangkutan barang-barang.
3.
KUHD, Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang.
4.
Peraturan-peraturan khusus lainnya.
c) Pengangkutan
udara
Jenis pengangkutan udara diatur dalam :
1.
S. 1939 Nomor 100 ( Luchtvervoerordonnatie ).
2.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.
3.
Peraturan-peraturan khusus lainnya.
5. SIFAT
HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Dalam
perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim
sama tinggi atau koordinasi ( geeoordineerd ), tidak seperti
dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau
kedudukan subordinasi gesubordineerd ). Mengenai sifat hukum
perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :
a) Pelayanan
berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak
bersifat
tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan
(
tidak terus menerus ), berdasarkan atas ketentuan pasal 1601 KUH
Perdata.
b) Pemborongan
sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala te-
tapi
pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat
ini
didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata ( Pasal
penutup dari bab
VII
A tentang pekerjaan pemborongan ).
c) Campuran
perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni per-
janjian
melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian
penyimpanan
(
bewaargeving ).
Unsur
pelayanan berkala ( Pasal 1601 b KUH Perdata ) dan
unsur penyimpanan
(
Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).
6. TERJADINYA
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Menurut
sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak disyratkan
harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak (konsensus).
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian
pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan ( konsensus )
diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutan bersifat
konsensuil. Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat
dokumen yang disebut denga surat muatan ( vracht brief ) seperti
dimaksud dalam pasal 90 KUHD. Demikian juga halnya dalam pengangkutan
pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen yakni tanda
penerimaan barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim
barang. Dokumen-dokumen tersebut bukan merupakan syarat mutlak tentang
adanya perjanjian pengangkutan.
Tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian pengangkutan
yang telah ada ( Pasal 454, 504 dan 90 KUHD ). Jadi dokumen-dokumen
tersebut tidak merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan. Dari uraian
tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan bersifat
konsensuil.
7. KEDUDUKAN
PENERIMA
Dalam
perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah menyerahkan
barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan merupakan pihak yang ada
dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada dasarnya dia adalah pihak ketiga yang
berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317 KUH Perdata ).
Penerima bisa
terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga orang lain. Penerima
akan berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima barang-barang
angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos angkutannya, kecuali ditentukan
lain.
Apabila
penerima tidak mau membayar ongkos atau uang angkutnya maka pihak pengangkut
mempunyai hak retensi terhadap barang-barang yang diangkutnya.
HUKUM
PENGANGKUTAN DARAT
Hukum
Pengangkutan darat dibagi dalam dua bidang
1. Pengangkutan
dengan Kereta Api, (UU No. 13/1992 Tentang Perkeretaapian Jo. PP No.81/1998
Tentang Angkutan Kereta Api)
2. Pengangkutan
dengan kendaraan bermotor (UU No.14/1992 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan
Jo. PP No.41/1993 tentang Angkutan Jalan)
PENGANGKUTAN DENGAN KERETA API
·
Kereta Api adalah kendaraan dengan tenaga
gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lain, yang
akan ataupun sedang bergerak di jalan rel (pasal 1(1) UU Perkeretaapian/UUKA). Menurut kegunaannya ketera api dibagi 2 yaitu kereta api
penumpang dan kereta api barang.
·
Terjadinya
perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian pebuatan penawaran dan
penerimaan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim/penumpang secara timbal balik
·
Untuk
terjadinya pengangkutan dengan kereta api diadakan terlebih dahulu perjanjian
pengangkutan, yang secara tertulis dibuktikan dengan karcis penumpang untuk pengangkutan orang dan surat angkut untuk angkutan barang.
·
Penyelenggaraan
pelayanan angkutan penumpang dan atau barang dilakukan setelah dipenuhinya
persyaratan umum pasal 25 UUKA, yaitu dengan pembayaran biaya angkut yang
ditetapkan dan pengangkut menyerahkan dokumen angkutan berupa karcis atau surat
angkut kepada pengirim/penumpang.
·
Pengangkut
atau penyelenggara angkutan kereta api menurut pasal 6(1) UUKA adalah
pemerintah yang pelaksanaannya diserahkan kepada bandan penyelenggara yaitu PT
Kereta Api Indonesia (KAI)
·
Kewajiban
pengangkut adalah mengangkut penumpang dan atau barang dengan selamat serta
menerbitkan dokumen angkut, sebagai imbalan pengangkut memperoleh haknya berupa
biaya angkutan.
·
Tanggung
jawab pengangkut menurut pasal 31 UUKA dimulai sejak diangkutnya penumpang dan
atau diterimanya barang dan berakhir ditempat tujuan yang disepakati.
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang atau
pengirim dan atau pihak ketiga yang timbul dari penyelenggaraan angkutan kereta
api, tanggung jawab tersebut diberikan dengan ketentuan bahwa sumber kerugian
berasal dari pelayanan angkutan, dibuktikan dengan adanya kelalaian petugas
atau pihak lain yang dipekerjakan oleh pengangkut. Untuk membagi resiko
demikian maka kepada pengangkut diwajibkan ole UU untuk mengasuransikan
tanggung jawabnya.
·
Pengangkut
dapat menentukan dalam perjanjian pengangkutan bahwa ia tidak bertanggung jawab
terhadap barang yang diinformasikan secara tidak benar kepada pengangkut untuk
diangkut.
·
Wewenang
pengangkut menurut pasal 29 UUKA yaitu:
a.
Melaksanakan
pemeriksaan terhadap pemenuhan syarat syarat umum pengangkutan.
b.
Melaksanakan
penindakan atas pelanggaran terhadap syarat syarat umum angkutan berupa
pengenaan denda atau menurunkan penumpang atau barang di stasiun terdekat,
melaporkan kepada pihak berwajib dsb.
c.
Membatalkan perjalanan apabila dianggap
dapat membahayakan ketertiban dan kepentingan umum.
·
Selama proses pengangkutan Pengangkut
wajib melakukan penjagaan, pengawasan dan pemeliharaan terhadap penumpang dan
atau barang yang diangkut. Apabila lalai, menurut pasal 28 UUKA, maka
pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita, kecuali dapat
dibuktikan kerugian itu disebabkan :
- Peristiwa yang tidak dapat diduga terlebih dahulu.
- Cacat barang tersebut
- Kesalahan pengirim/expeditur.
·
Menurut pasal 18 PP No.81/98, pengangkutan
orang dengan kereta api terdiri dari pelayanan ekonomi dan non ekonomi yang
dilayani dengan :
- Kereta api penumpang berjadwal, artinya diselenggarakan dengan jadwal tetap dan teratur.
- Kereta api penumpang tidak berjadwal.
·
Pasal
22 PP No.81/98 juga membagi pengangkutan barang dengan kereta api barang
berjadwal dan kereta api barang tidak berjadwal. Angkutan barang
terdiri dari:
- Barang Umum yang diklasifikasikan atas barang aneka, barang curah, barang cair, hewan, tumbuhan peti kemas dsb.(pasal 22(3) & 23 PP No.81/98)
- Barang Khusus, yang diklasifikasikan barang yang memerlukan fasilitas pendingin atau fasilitas tambahan(alat berat) (pasal 22(3) & 23 PP No.81/98)
- Barang berbahaya, dikalsifikasikan barang yang mudah meledak, gas, radioaktif dsb (pasal 22(3) & 25 PP No.81/98
DOKUMEN DOKUMEN DALAM PENGANGKUTAN LAUT
Dokumen Pelayaran yang umum digunakan an/ :
1.
Surat
Muatan Angkutan laut (Mate’s Receipt) merupakan tanda terima pengiriman barang
yang diberikan oleh pengangkut(carrier) kepada pengirim barang yang menyatakan
bahwa barang tersebut telah diterima dan disetujui oleh pengangkut untuk
diangkut kepelabuhan tujuan dan diserahkan kepada penerima barang (Cosignee).
Surat muatan angkutan laut dapat ditukarkan dengan konosemen/Bill of Lading
(pasal 504 KUHD).
2.
Bill
Of Lading (pasal 506KUHD) adalah Akta bertanggal dalam mana pengangkut
menerangkan bahwa dia telah menerima barang barang tertentu untuk diangkut
kesuatu alamat/tempat tertentu, selanjutnya menyerahkan barang kepada orang
tertentu.
3.
Sea
Waybill adalah dokumen yang tidak dapat diperdagangkan yang dibuat untuk
penerima barang yang disebut didalamnya.
4.
Cargo
manifest merupakan dokumen yang berisi informasi tentang muatan diatas kapal.
Cargo manifest marupakan dokumen yang harus disediakan oleh pengangkut yang
memuat daftar barang yang diangkut. Prakteknya
manifest akan dikirim lebih dahulu kepelabuhan tujuan sebelum kapal
pengangkut tiba (via fax dsb) tujuannya adalah agar agen kapal/perwakilan
pengangkut dan bea cukai dapat mempersiapkan pembongkaran.
5.
Shipping
note : dokumen yang dibuat oleh pengirim (shipper) yang dialamatkan kepada
carrier (pengangkut) untuk meminta ruangan untuk muatanya. Shipping note
merupakan tanda komitmen pengirim untuk mengapalkan muatanya dan dipergunakan
untuk mempersiapkan B/L.
6.
Delivery
Order, bila pemegang konosemen menjual
sebagian barang yang tersebut dalam konosemen, maka penjualannya dapat
dilaksanakan dengan menggunakan akta yang disebut D/O. Akta D/O ini tidak
memberikan hak pemegangnya untuk menuntut barang yang disebut dalam D/O kepada
pengangkut, melainkan melaui pemegang
konosemen yang menerbitkan D/O tersebut (510(2) KUHD). Di Indonesia dikenal
pula D/O yang fungsinya sebagai
pengganti konsemen yang asli (penukaran konosemen dengan D/O yang memberikan
hak kepada pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang yang disimpan di gudang
pengangkut.
KONOSEMEN/BILL OF LADING
·
Bill Of Lading (pasal 506 KUHD) adalah
Akta bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa dia telah menerima
barang barang tertentu untuk diangkut ke suatu alamat/tempat tertentu,
selanjutnya menyerahkan barang kepada orang tertentu.
·
Konosemen tidak hanya sebagai tanda bukti
penerimaan barang tetapi juga surat berharga yang mudah diperjualbelikan (pasal
507 & 508 KUHD).
·
Fungsi Konosemen :
1.
sebagai
bukti barang telah dimuat di kapal
2.
Dokumen
hak milik dari pemilik barang
3.
Sebagai kontrak angkutan
4. Dokumen
jual beli
·
Konosemen mempunyai hak kebendaan, dimana
setiap pemegang konosemen berhak menuntut penyerahan barang yang disebut dalam
konosemen dimana kapal berada (Pasal 510 KUHD)
·
Bentuk konosemen :
a. Konosemen
atas nama/op naam (Staight Bill of Lading). Pengalihan hak untuk jenis ini
adalah dengan cara cessie yang dilakukan dengan jalan membuat akta
otentik/bawah tangan yang menyatakan bahwa hak kebendaan telah diserahkan
kepada orang lain.
b. Konosemen
kepada pengganti/An order (Negotiable Bill of Lading). Pengalihan hak atas
konosemen kepada pihak lain dilakukan dengan cara endossemen yaitu dengan
menulis pada konosemen kata kata untuk saya kepada X atau pengganti,
ditandatangani dan diserahkan kepada X
c. Konosemen
kepada pembawa/perintah/An Toonder (Order Bill of Lading), pengalihan cukup
diserahkan secara fisik kepada pemegang atau pemilik konosemen baru.
d. Trough
Bill of Lading merupakan B/L yang berlaku untuk barang yang diangkut oleh kapal
pengangkut pertama kemudian diteruskan oleh kapal pengangkut lain ke pelabuhan
tujuan. Dan untuk seluruh pengangkutan digunakan satu set dokumen saja.
e. To
be shipped B/L merupakan B/L yang dikeluarkan oleh pengangkut untuk barang
barang yang belum dimuat kedalam kapal, tetapi barang telah diterima oleh
pengangkut.
·
Pasal 504 & 505 KUHD menyebutkan bahwa
yang berhak menerbitkan konosemen adalah pengangkut juga Nakhoda dalam hal
perwakilan pengangkut tidak ditemui disetiap pelabuhan. Secara praktek
konosemen diterbitkan oleh perwakilan pengangkut atau agen pengangkut.
·
Adakalanya keadaan barang saat diterima
tidak sama dengan yang tersebut dalam konosemen. Dalam hal ini ada beberapa
penyelesaian :
1. Bila
pemegang konosemen adalah pengirim sendiri, maka pegangkut dalam hal ini bebas,
asal keadaan barang pada saat diserahkan kepada penerima adalah sama dengan
keadaan barang pada saat dimuat dalam kapal (pasal 512 KUHD)
2. Bila
dalam konosemen disebut suatu klausul yang menerangkan bahwa ujud, jumlah,
berat dan ukuran dari barang yang
diangkut tidak dikenal, maka pengangkut tidak terikat dengan penyebutan hal hal
itu diluar konosemen, kecuali pengangkut tahu atau selayaknya harus tahu
tentang ujud barang barang itu (pasal 513 KUHD)
3. Kalau
dalam konosemen tidak sama sekali disebut tentang keadaan barang yang diangkut,
maka pengangkut hanya bertanggung jawab atas tetap ujudnya barang barang dalam
keadaan semula waktu dimasukan ke kapal sepanjang dapat dilihat dari luar
(pasal 514 KUHD)
·
Pengangkut
dapat menetapkan dalam perjanjian saat kapan dianggap terjadinya penerimaan dan
kapan dianggap terjadinya penyerahan.
·
Proses pergerakan konosemen :
1. Proses
perjanjian Jual beli. Berdasarkan sales contract telah disepakati jual beli
antara pembeli dan penjual. Dimana syarat pembayaran dan penyerahan barang
telah disepakati. Misalkan pembayaran dilakukan secara langsung atau melalui
penerbitan Letter of Credit L/C. Sebagai contoh
transaksi dagang melaui penerbitan L/C antara Importir Indonesia dengan
penjual orang amerika dengan pembayaran melalui fasilitas L/C. Pembeli
menghubungi citi bank jakarta untuk mengajukan permohonan pembukaan rekening
L/C, Citibank jakarta disebut issuing bank yang kemudian menghubugi bank
korespondennya (advising bank) di negara penjual misalnya citibank New York.
Citibank New York akan menghubungi penjual bahwa L/C telah dibuka dan bank
koresponden akan membayar harga yang telah disepakati, dengan syarat penjual
harus menyerahkan dokumen pengangkutan barang, dokumen asuransi barang,
commercial invoice dll.
2. Proses
pengiriman barang. Setelah menerima kesepakatan jual beli, maka penjual atau
pengirim segera menghubungi agen pengangkut untuk mengapalkan barang. Pengirim
akan menerima mate’s receipt yang kemudian ditukar dengan konosemen.
3. Apabila
dokumen telah dilengkapi, penjual menyerahkan kepada bank korespondensi
(fungsinya berubah dari advising bank menjadi confirming bank) dan penjual
menerima pembayaran dari confirming bank.
4. Confirming
bank akan meneyarahkan dokumen bila isuing bank telah mengirim transfer uang.
Segera setelah ditransfer, dokumen diserahkan kepada pembeli atau issuing bank,
untuk dapat menerima barang.
DOKUMEN DOKUMEN YANG DIPERSIAPKAN PENGIRIM DALAM KEGIATAN EKSPOR
1.
FAKTUR/COMERCIAL INVOICE : dibuat oleh eksportir(penjual) dan diberikan kepada
pembeli barang/importir yang memuat keadaan barang, jumlah barang, harga,
kwalitas, kapal yang mengangkut, tanggal kapal berangkat & tiba dsb.
2.
DAFTAR
PENGEMASAN/PACKING LIST : Merupakan daftar yang dibuat dan
ditandatangani eksportir yang berisi/menyebutkan perincian isi barang setiap
peti/coly.
3.
LISENSI
EKSPORT
4. SERTIFIKAT ASAL/CERTIFICATE OF ORIGIN
: Dibuat oleh chamber of commerce atau Kamar Dagang dari negara eksportir yang
menjelaskan bahwa barang tersebut benar benar produksi negara tersebut.
5. SERTIFIKAT PEMERIKSAAN/CERTIFICATE OF
INSPECTION Dibuat oleh surveyor independen mengenai barang
ekspor yang dikirim oleh eksportir. Sertifikat ini sangat penting bagi
pembeli(importir) karena memberi jaminan atas : kwalitas & kwantitas
barang, ukuran berat, keadaan barang dan pengemasan. Jaminan berupa sertifikat
ini sangat penting karena jaminan atas kerugian ini tidak diberikan oleh B/L.
6. SERTIFIKAT PEMUATAN/CERTIFICATE OF
LOADING: Untuk lebih menjamin kepastian atas barang yang
dikirim, maka perlu ditambah dengan sertifikat pemuatan yang memberi
jaminan bahwa barang yang dimuat
tersebut adalah benar benar dimuat dalam kapal yang akan mengangkut ke
pelabuhan tujuan.
7.
POLIS
ASURANSI
0 Response to "MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS TENTANG HUKUM pENGANGKUTAN DIINDONESIA"
Post a Comment