MAKALAH TEORI PORTOFOLIO DAN ANALISIS INVESTASI MODEL MODEL KESEIMBANGAN
MAKALAH
TEORI PORTOFOLIO DAN ANALISIS INVESTASI
MODEL MODEL KESEIMBANGAN
KATA PENGANTAR
Penulis megucapkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segenap kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Model model keseimbangan dalam rangka Melengkapi Tugas Mata Kuliah Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen mata kuliah Teori Portofolio dan Analisis Informasi dan teman-teman yang telah membantu dan mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Padang, Oktober 2016
Penulis,
Kelompok
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 5
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah.............................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penulisan............................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penulisan............................................................................................. 7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pasar Modal di Indonesia................................................................................... 8
2.1.1 Bapepam-LK................................................................................................... 8
2.1.2 Otoritas Jasa Keuangan (OJK)........................................................................ 9
2.1.3 Emiten.................................................................................................... 10
2.1.4 Bursa Efek............................................................................................. 12
2.1.5 Self Regulatory Organizations (SRO)................................................... 12
2.1.6 Perusahaan Efek..................................................................................... 12
2.1.7 Lembaga Penunjang Pasar Modal......................................................... 13
2.1.8 Profesi Penunjang Pasar Modal............................................................. 14
2.1.9 Investor.................................................................................................. 14
2.2 Mekanisme Perdagangan................................................................................. 16
2.2.1 Mekanisme Perdagangan di Pasar Perdana........................................... 16
2.2.2 Mekanisme Perdagangan di Pasar Sekunder......................................... 16
2.3 Hubungan Investor dan Pialang (Broker)........................................................ 17
2.3.1 Margin.................................................................................................... 17
2.3.2 Short Sales............................................................................................. 17
2.4 Indeks Pasar Saham......................................................................................... 18
2.4.1 Indeks Harga Saham Gabungan.............................................................. 18
2.4.2 Indeks LQ45........................................................................................... 18
2.4.3 Indeks Harga Saham Lainnya................................................................. 19
2.4.4 Perhitungan Indeks Harga Saham........................................................... 19
2.5 Perkembangan Pasar Modal Indonesia................................................................
BAB III PENTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 21
3.2 Saran................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar modal sebagai salah satu bentuk investasi merupakan sarana untuk mempertemukan penjual dan pembeli dana. Penjual dana adalah para pemodal pemodal baik perorangan maupun kelembagaan, sedangkan pembeli adalah emiten atau perusahaan atau badan usaha yang membutuhkan dana untuk modal kerja atau investasi.
Dalam perdagangan di pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah efek yaitu surat berharga yang dapat berupa surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek. Perdagangan efek yang ada di pasar modal dilakukan di bursa efek yaitu suatu pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagngkan efek diantara mereka. Di Indonesia perdagangan efek yang dilakukan di bursa efek diorganisasikan oleh badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yaitu PT Bursa efek Indonesia.
Dalam melakukan perdagangan efek di bursa efek, para pihak yang akan melakukan perdagangan efek baik sebgaia emiten atau sebagai investor diwakili oleh wakil perantara perdagngan efek di perushaan efek yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) serta telah terdaftar sebagai anggota di bursa efek. Dengan demikian para wakil perantara pedagang efek inilah yang akan melakukan proses perdagangan efek baik untuk menjual atau membeli efek sesuai dengan “amanah” dan para pihak yang diwakilinya.
Dalam melakukan perdagangan efek di bursa efek harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yaitu perdagangan efek harus dilakukan dengan teratur, wajar dan efisien, maka seluruh perdagngan yang menyangkut transaksi efek harus dilakukan melaui bursa efek. Untuk itulah bursa efek itu senidir didirikan agar menciptakan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien.
Bursa efek sebagai penyelenggara kegiatan perdagangan efek harus menyediakan sarana pendukung seta mengawasi seluruh kegiatan anggota bursa efek agar dapat tercipta perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien.
1.2 Identifikasi Masalah
Di dalam makalah ini yang akan dibahas yaitu :
1. Pasar Modal di Indonesia
2. Mekanisme Perdagangan Efek di Pasar Modal
3. Hubungan Investor dan Pialang (Broker)
4. Indeks Pasar Saham
5. Perkembangan Pasar Modal Indonesia
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dimaklaah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu pasar modal ?
2. Bagaimana mekanisme perdagangan efek di pasar perdana dan sekunder ?
3. Apa hubungan investor dengan pialang (Broker) ?
4. Apa itu indeks pasar saham dan apa saja jenis indeks pasar saham ?
5. Bagaimana perkembangan pasar modal di Indonesia ?
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami apa itu pasar modal
2. Untuk memahami bagaimana mekanisme perdagangan efek di pasar modal
3. Untuk mengetahui apa hubungan antara investor dengan pialang (Broker)
4. Untuk memahai bagaimana indeks pasar saham dalam pasar modal
5. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pasar modal di Indonesi
1.5 Manfaat Penulisan
Pembuatan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak.Terutama bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis untuk mengetahui akhlak,juga bagi pembaca agar dapat menambah dan memperluas wawasannya serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang mampu menambah iman para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
6.1 CAPITAL ASSET PRICING MODEL
CAPM pertama kali dikenalkan oleh Sharpe, Lintnes dan Mossin pada pertengahan tahun 1960-an. CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return yang diharapkan dari suatu aset berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang.
CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz. Berdasarkan model Markowitz, masing-masing investor diasumsikan akan mendiversifikasikan portofolionya dan memilih portofolio yang optimal atas dasar preferensi investor terhadap return dan risiko, pada titik-titik portofolio yang terletak di sepanjang garis portofolio efisien. Di samping asumsi itu, ada beberapa asumsi lain dalam CAPM yang dibuat untuk menyederhanakan realitas yang ada, yaitu:
1. Semua investor mempunyai distribusi probabilitas tingkat return di masa depan yang identik, karena mereka mempunyai harapan atau ekspektasi yang hampir sama. Semua investor menggunakan sumber informasi seperti tingkat return, varians return dan matriks korelasi yang sama dalam kaitannya dengan pembentukan portofolio yang efisien.
2. Semua investor mempunyai satu periode waktu yang sama, misalnya satu tahun.
3. Semua investor dapat meminjam (borrowing) atau meminjamkan (lending) uang pada tingkat return yarg bebas risiko (risk-free rate of return).
4. Tidak ada biaya transaksi.
5. Tidak ada pajak pendapatan.
6. Tidak ada inflasi.
7. Terdapat banyak sekali investor, dan tidak ada satu pun investor yang dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas. Semua investor adalah price-taker.
8. Pasar dalam keadaan seimbang (equilibrium).
Asumsi-asumsi di atas memang terlihat tidak realistis, misalnya tidak adanya biaya transaksi, inflasi, pajak pendapatan dan hanya ada satu periode waktu. Asumsi tersebut memang sulit kita temui dalam dunia senyatanya. Jika demikian, mengapa kita perlu membahas CAPM? Kita perlu mempelajari CAPM karena model CAPM, merupakan model yang bisa menggambarkan atau memprediksi realitas di pasar yang bersifat kompleks, meskipun bukan kepada realitas asumsi-asumsi yang digunakan. Oleh karena itu, CAPM sebagai sebuah model keseimbangan bisa membantu kita menyederhanakan gambaran realitas hubungan return dan risiko dalam dunia nyata yang terkadang sangat kompleks.
Jika semua asumsi di atas terpenuhi maka akan terbentuk suatu pasar yang seimbang. Dalam kondisi pasar yang seimbang, investor tidak akan bisa memperoleh return abnormal (return ekstra) dari tingkat harga yang terbentuk, termasuk bagi investor yang melakukan perdagangan spekulatif. Oleh karena itu, kondisi tersebut akan mendorong semua investor untuk memilih portofolio pasar, yang terdiri dari semua aset berisiko yang ada. Portofolio pasar tersebut akan berada pada garis permukaan efisien (efficient frontier) dan sekaligus merupakan portofolio yang optimal.
2.2. PORTOFOLIO PASAR
Seperti dijelaskan di atas, bahwa pada kondisi pasar yang seimbang, semua investor akan memilih portofolio pasar, yaitu portofolio yang terdiri dari semua aset-aset berisiko yang juga merupakan portofolio yang optimal. Berdasarkan teori Portofolio Markowitz, portofolio yang efisien adalah portofolio yalng berada di sepanjang kurva efficient frontier, seperti terlihat dalam Gambar 6.1 di bawah ini.
Gambar (2.1) Portofolio yang Efisien dan Portofolio yang Optimal
Titik M pada Gambar 2.1. di atas merupakan titik persinggungan antara garis yang ditarik dari RI (tingkat return bebas risiko) dengan efficient frontier yang terdiri dari portofolio aset-aset berisiko. Titik M ini merupakan titik yang memiliki sudut tangen tertinggi dibanding titik-titik lainnya di sepanjang garis efficient frontier, sehingga jika garis RF-L dihubungkan dengan garis efficient frontier, maka titik persinggungan akan berada di titik M. Dalam kondisi pasar yang seimbang, semua investor akan memilih portofolio pada titik M sebagai portofolio yang optimal (terdiri dari aset-aset berisiko). Seperti telah disebutkan di atas, dalam pasar yang seimbang, terdapat asumsi bahwa semua investor menggunakan analisis Markowitz yang sama dalam pemilihan portofolio, sehingga semua pilihan portofolio investor akan mengarah pada satu portofolio aset berisiko yang sama (titik M), dan portofolio inilah yang disebut dengan portofolio pasar.
Meskipun investor bisa saja memilih titik yang berbeda di sepanjang garis RF-L (terdiri dari titik-titik portofolio yang merupakan gabungan aset berisiko dan aset bebas risiko), misalnya di titik C, semua investor diasumsikan akan berinvestasi pada portofolio aset berisiko yang sama yaitu titik M. Perbedaannya bahwa di titik M hanya terdiri dari portofolio pasar yang merupakan gabungan aset-aset berisiko saja, sedangkan titik C merupakan kombinasi antara aset bebas risiko dengan portofolio aset berisiko. Portofolio pada titik M akan selalu terdiri dari semua aset berisiko, sehingga bisa disimpulkan bahwa pada CAPM, poitofolio pasar adalah portofolio aset berisiko yang optimal. Karena portofolio pasar terdiri dari semua aset berisiko, maka portofolio tersebut merupakan portofolio yang sudah terdiversifikasi dengan baik. Dengan demikian, risiko portofolio pasar hanya akan terdiri dari risiko sistematis saja, yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan oleh diversifikasi. Risiko sistematis ini terkait dengan faktor-faktor ekonomi makro yang bisa mempengaruhi semua sekuritas yang ada.
Apa bisa dijadikan ukuran portofolio pasar? Berdasarkan model CAPM, portofolio pasar seharusnya meliputi semua aset berisiko yang ada, baik itu aset finansial (obligasi, opsi, future dan sebagainya) maupun aset riil (emas, real estat). Tetapi dalam kenyataannya hal itu sulit dilakukan karena jumlahnya yang banyak sekali dan tidak mungkin diamati satu per satu. Untuk itu, diperlukan suatu proksi portofolio pasar, yang bisa diwakili oleh portofolio yang terdiri dari semua saham yang ada di pasar. Proksi ini bisa diwakili oleh nilai indeks pasar, seperti indeks Pasar Gabungan (IHSG) ataupun LQ 45, untuk kasus di Indonesia. Untuk selanjutnya indeks pasar inilah yang digunakan sebagai portofolio pasar. Portofolio tersebut merupakan portofolio yang terdiri dari aset berisiko, dan risiko portofolio itu akan diukur dengan menggunakan nilai standar deviasi pasar (sm).
2.3 GARIS PASAR MODAL (CAPITAL MARKET LINE)
Setelah pembahasan asumsi-asumsi CAPM dan pengertian portofolio pasar di atas, selanjutnya kita akan membahas hubungan antara risiko dan return suatu investasi dalam kondisi pasar yang seimbang. Untuk memahami hubungan risiko dan return tersebut kita bisa menggunakan konsep capital market line atau garis pasar modal dan security market line atau garis pasar sekuritas. Pembahasan pertama akan difokuskan pada garis pasar modal, dan kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan garis pasca sekuritas.
Garis pasar modal, mengambarkan hubungan antara return yang diharapkan dengan risiko total dari portofolio efisien pada pasar yang seimbang. Berdasarkan Gambar 2.1. di atas, terlihat bahwa titik M merupakan titik persinggungan antara garis Rf-L dengan kurva efficient frontier. Asumsinya, pada pasar yang seimbang semua investor akan berinvestasi pada portofolio M, karena portofolio M merupakan portofolio aset berisiko yang optimal. Selanjutnya, jika kita tarik garis dari titik Rf ke titik L dan menyinggung titik M, maka pilihan investor akan berada pada titik-titik tertentu di sepanjang garis RF-M. Pilihan masing-masing investor bisa berbeda-beda tergantung dari kombinasi porsi dana yang akan diinvestasikan pada aset berisiko dan aset yang bebas risiko. Jika pilihan investor berada pada titik RF berarti 100% dana investor akan diinvestasikan pada aset bebas risiko. Sebaliknya, jika pilihan investor berada pada titik M, berarti 100% dana investor diinvestasikan pada aset berisiko Sedangkan, jika pilihan investor berada pada titik-titik setelah titik M (antara titik M dan L), berarti investor menginvestasikan lebih dananya pada aset berisiko dengan porsi yang melebihi 100%. Tindakan ini sering disebut sebagai short-selling, yaitu meminjam sejumlah dana sebagai tambahan dana untuk diinvestasikan pada aset berisiko (sehingga total dana yang diinvestasikan adalah 100% plus porsi pinjaman). Untuk pembahasan CML kali ini, kita asumsikan bahwa investor tidak melakukan short-selling sehingga pilihan portofolio investor akan berada pada titik-titik di sepanjang garis RF-M.
Jika kurva efficient frontier dalam Gambar 2.1. di atas kita hilangkan dan hanya kita ambil titik M saja sebagai portofolio aset berisiko yang optimal, maka akan kita dapatkan garis RF-L, yang selanjutnya akan disebut sebagai garis CML. Dengan demikian, garis pasar modal (CML) bisa digambarkan seperti dalam Gambar 2.2
Gambar 2,2.Garis Pasar Modal (CML)
|
Gambar 2.2. merupakan gambar garis pasar modal dengan tidak menampilkan efficient frontier. Garis CML tersebut memotong sumbu vertikal pada titik RF. Selisih antara tingkat return yang diharapkan dari portofolio pasar (E(Rm)) dengan tingkat return bebas risiko merupakan tingkat return abnormal (ekstra) yang bisa diperoleh investor, sebagai kompensasi atas risiko portofolio pasar (M) yang harus ditanggungnya. Selisih return pasar dan return bebas risiko ini disebut juga dengan premi risiko portofolio pasar (E(RM)-RF) Besarnya risiko portofolio pasar ditunjukkan oleh garis putus-putus horisontal dari RF sampai M.
Kemiringan (slope) CML pada gambar di atas, menunjukkan harga pasar risiko (market price of risk) untuk portofolio yang efisien atau harga keseimbangan risiko di pasar. Besarnya slope CML akan mengindikasikan tambahan return yang diisyaratkan pasar untuk setiap 1% kenaikan risiko portofolio. Slope CML dihitung dengan menggunakan rumus:
E(Rm)- RF
am Slope CML (2.1)
Contoh: Dalam kondisi pasar yang seimbang, return yang diharapkan pada portofolio pasar adalah 15% dengan standar deviasi sebesar 20%. Tingkat return bebas risiko sebesar 8%.
Maka Slope CML akan sebesar:
(0,15 - 0,08) : 0,20 =0,35
Dengan demikian, slope CML sebesar 0,35 ini dapat diartikan bahwa setiap
terjadi kenaikan 1% risiko portofolio, maka tambahan return yang disyaratkan oleh pasar sebesar 35%.
Dengan mengetahui slopa CML dan garis intersep (RF) tersebut, maka kita dapat membentuk persamaan CML tersebut menjadi:
MT, ) = RE + E(R ")— R "
P
(5M
di mana:
E (Rr) = tingkat return yang diharapkan untuk suatu portofolio yang efisien pada
(2v1L
RF = tingkat return pada aset yang bebas risiko
E(R• = tingkat return portofolio pasar (M)
am = standar deviasi return pada portofolio pasar
or = standar deviasi portofolio efisien yang ditentukan
Dari persamaan 2.2. tersebut, terlihat bahwa tingkat return yang diharapkrn dari setiap portofolio yang efisien pada CML adalah penjumlahan tingkat return bebas risiko (RF) dengan hasil perkalian antara harga pasar risiko (slope CML) dan risiko portofolio (sp) tersebut.
Dari uraian di atas, beberapa hal penting yang dapat disimpulkad dari penjelasan mengenai garis pasar modal (CML) adalah:
1. Garis pasar modal terdiri dari portofolio efisien yang merupakan kombinasi dari asetyang berisiko dan aset yang bebas risiko. Portofolio M, merupakan portofolio yang terdiri dari aset yang berisiko, atau disebut dengan portofolio pasar. Sedangkan titik RF, merupakan pilihan aset yang bebas risiko. Kombinasi atau titik-titik portofolio di sepanjang garis RF— M ini, selanjutnya merupakan portofolio yang efisien bagi investor.
2. Slope CML akan cenderung positif karena adanya asumsi bahwa investor bersifat risk averse. Artinya, investor hanya akan mau berinvestasi pada aset yang berisiko, jika mendapatkan kompensasi berupa return yang diharapkan yang lebih tinggi. Dengan demikian, semakin besar risiko suatu investasi, semakin besar pula return yang diharapkan.
3. Berdasarkan data historis, adanya risiko akibat perbedaan return aktual dan
return yang diharapkan, akan bisa menyebabkan slope CML yang negatif. Slope negatif ini terjadi bila tingkat return aktual portofolio pasar lebih kecil dari tingkat keuntungan bebas risiko.
4. Garis pasar modal dapat digunakan untuk menentukan tingkat return yang diharapkan untuk setiap risio portofolio yang berbeda.
2.4 GARIS PASAR SEKURITAS (SECURITY MARKET LINE)
Dalam penjelasan garis pasar modal (CML) di atas, bisa disimpulkan bahwa CML mampu memberikan gambaran tentang hubungan risiko dan return pada pasar yang seimbang, untuk portofolio-portofolio yang efisien. Tetapi, bagaimana halnya dengan kasus portofolio yang tidak efisien ataupun aset-aset individual? Untuk menggambarkan hubungan risiko dan return dari aset-aset individual ataupun portofolio yang tidak efisien, kita bisa menggunakan Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line).
Garis pasar sekuritas atau security market line (SML) adalah garis yang menghubungkan tingkat return yang diharapkan dari suatu sekuritas dengan risiko sistematis (beta). SML digunakan untuk menilai sekuritas secara individual pada kondisi pasar yang seimbang. SML dapat digunakan untuk menilai keuntungan suatu aset individual pada kondisi pasar yang seimbang. Sedangkan CML, seperti telah dijelaskan di depan, bisa dipakai untuk menilai tingkat return diharapkan dari suatu portofolio yang efisien, pada suatu tingkat risiko tertentu (M).
Bagaimana cara menghitung kontribusi risiko sekuritas individual terhadap risiko portofolio? Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada Bab 4, untuk menghitung risiko portofolio yang terdiri dari berbagai jenis aset, kita bisa menggunakan standar deviasi suatu portofolio . Rumus ini juga bisa kita pakai untuk menghitung standar deviasi portofolio pasar. Misalnya suatu portofolio pasar terdiri dari n sekuritas, maka standar deviasinya adalah:
CYM = Cov (R1 Rm) + W2 Coy (R2, RM) +....+ Wn Cov(R,,, Rm))112(6.3)
= (Kontribusi sekuritas 1 terhadap varian portofolio + Kontribusi sekuritas 2 terhadap varian portofolio +....+ Kontribusi sekuritas n terhadap varian portofolio)t12
Dari persamaan di atas, bisa diketahui bahwa kontribusi masing-masing aset terhadap standar deviasi portofolio pasar dipengaruhi oleh besarnya kovarian sekuritas tersebut terhadap portofolio pasar, sehingga pada kondisi pasar yang seimbang, ukuran risiko sekuritas yang dianggap relevan adalah kovarian sekuritas tersebut dengan portofolio pasar. Sedangkan besarnya kontribusi sekuritas terhadap risiko portofolio pasar adalah:
(1N.1
di mana,n,m adalah kovarian sekuritas tersebut dengan portofolio pasar.
Dengan memasukkan kontribusi sekuritas terhadap risiko portofolio dalam persamaan CMLmaka kita dapat menghitung return diharapkan suatu sekuritas dengan menggunakan persamaan berikut ini.
E(Rd. RF EtRniRiF 'Jul)
am G
E(R )+ R_
E(R, Rp ts1 (aim
LM
Dengan demikian, return yang diharapkan dan suatu sekuritas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
E(Rd= RF -1-(3; RERM)-RF )1
Garis Pasar Sekuritas (SN1L)
Risiko sekuritas dalam gambar di atas ditunjukkan dengan beta, karena pada pasar yang se,imbang portofolio yang terbentuk sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang relevan adalah risiko sisternatis (beta). Beta merupakan ukuran risiko sistematis suatu sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar. Sebagai ukuran sensitivitas return saham, beta juga dapat digunakan untuk membandingkan risiko sistematis antara satu saham dengan saham yang lain. Gambar 6.4. berikut ini memperlihatkan perbandingan beta dari berbagai sekuritas.
Gambar 6.4.
Perbandingan Beta Beberapa Sekuritas
Perbandingan Beta Beberapa Sekuritas
Pada gambar di atas ditunjukkan adanya tiga sekuritas yang mempunyai beta yang berbeda. Sekuritas A mempunyai beta sebesar 1,5 artinya setiap ada kenaikan (penurunan) return pasar sebesar 1% maka return sekuritas akan mengalami kenaikan (penurunan) sebesar 1,5%. Sedangkan sekuritas C dengan beta sebesar 0,5 berarti setiap ada perubahan return pasar sebesar 1 % maka return B hanya berubah sebesar 0,5% dengan arah yang sama. Untuk sekuritas M, perubahan return yang dialami sama besarnya dengan perubahan return pasar yang terjadi. Mungkinkah beta suatu sekuritas benilai negatif? Secara teoritis bisa saja terdapat beta sekuritas yang bernilai negatif, tetapi dalam praktek, jarang ditemui adanya sekuritas yang mempunyai beta negatif (jika return pasar naik, return sekuritas justru turun, dan sebaliknya)
Dalammodel keseirnbangan CAPM, nilai beta sangat rnempengaruhi tingkat return yang diharapkan pada suatu sekuritas (seperti yang terlihat pada persamaan 6 8). Semakin tinggi nilai beta dan return pasar maka akan semakin tinggi tingkat return yang disyaratkan oleh investor.
Berdasarkan hubungan tingkat return dengan beta yang sudah dijelaskan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa return yang diharapkan dari sekuritas i terdiri dari dua komponen utama peayusun tingkat return yang disyaratkan investor (required rate of return), yaitu: tingkat return bebas risiko dan premi risiko. Tingkat return yang disyaratkan adalah jumlah minimum return yang disyaratkan investor untuk berinvestasi pada suatu sekuritas tertentu. Secara matematis, hubungan tersebut bisa digambarkan dalam persamaan berikut ini.
ki = tingkat risiko aset bebas risiko + premi risiko
= RF+RJ[E(RM)-RFj (6.8)
di mana:
kJ = tingkat return yang disyaratkan investor pada sekuritas i
E(RM) = return portofolio pasar yang diharapkan
13. = koeiisien beta sekuritas i
Rr = tingkat return bebas risiko
Dari persamaan 6.8 kita juga bisa mengetahui besamya premi risiko untuk sekuritas i (risk premium). Premi risiko sekuritas i dapat dihitung dengan mengalikan beta sekuritas tersebut dengan premi risiko pasar (market risk premium). Sedangkan premi risiko pasar adalah selisih antara return yang diharapkan pada portofolio pasar (E(RM)) dengan tingkat return bebas risiko (RF).
Premi risiko sekuritas i = bi (market trisk premium)
= bI {E(RM) - RF )} (6.9)
Contoh: Diasumsikan beta saham PT Gudang Garam adalah 0,5 clan tingkat return bebas risiko (RF) adalah 1,5%. Tingkat return pasar yang diharapkan diasumsikan sebesar 2%. Dengan demikian, maka tingkat keuntungan yang disyaratkan investor untuk saham PT Gudang Garam adalah:
ki = 0,015 + 0,5 (0,02 - 0,015)
= 1,75 %
Sekuritas yang undervalued atau overvalued. Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pada kondisi pasar yang seimbang, harga sekuritas-sekuritas seharusnya berada pada SML karena titik-titik pada SML menunjukkan tingkat return yang diharapkan pada suatu tingkat risiko sistematis tertentu. Tetapi terkadang bisa terjadi suatu sekuritas tidak berada pada SML, karena sekuritas tersebut undervalued atau overvalued. Dengan mengetahui besamya beta suatu sekuritas maka kita dapat menghitung tingkat return yang diharapkan pada sekuritas tersebut. Jika tingkat return yang diharapkan tidak berada pada SML, maka sekuritas tersebut undervalued atau overvalued.
Contoh: Seorang analis fundamentalis menganalisis tingkat return yang diharapkan dari sekuritas A dan sekuritas B. Hasil analisis tersebut kemudian digambarkan pada SML seperti pada Gambar 6.5. berikut
Pada gambar di atas, telihat bahwa sekuritas A terletak di atas SML dan dinilai sebagai sekuritas yang undervalued karena tingkat return yang diharapkan E(RA') Iebih besar dari return yang disyaratkan investor E(RA). Dari gambar tersebut, terlihat bahwa dengan beta A sebesar b(A), sehingga besamya return yang disyaratkan oleh investor adalah E(RA). Tetapi ternyata menurut analis, sekuritas A akan memberikan return yang diharapkan sebesar E(RA').
Gambar 6.5. Menilai Sekuritas yang Undervalued atau Overvalueddengan Menggunakan SML
Selanjutnya, investor yang mengetahui bahwa sekuritas A undervalued, akan tergerak untuk melakukan pembelian sekuritas A tersebut. Dengan demikian, permintaan sekuritas A akar naik dan sesuai dengan hukum permintaan-penawaran, selanjutnya harga sekuritas A juga akan terdorong naik pula. Sebaliknya return sekuritas A akan turun sarnpai dengan tingkat yang diindikasikan oleh SML yaitu E(RA).
Sedangkan sekuritas B menurut analis fundamental terletak di bawah SML, sehingga sekuritas B dikatakan overvalued. Hal ini dikarenakan tingkat return yang diharapkan E(RB’) Iebih kecil dari return yang disyaratkan oleh investor E(RB). Investor yang mengetahui bahwa sekuritas B overdervalued akan berusaha untuk menjual, sehingga jumlah penawaran sekuritas B akan naik dan menyebabkan harganya menjadi turun. Selanjutnya, return sekuritas B akan naik sampai dengan return yang diisyaratkan oleh investor E(RB).
Dari gambaran situasi sekuritas yang undervalued atau overvalued seperti di atas, kita bisa melihat bagaimana mekanisme penyesuaian return yang terjadi sehingga akhirnya dicapai kembali posisi keseimbangan (terletak di garis SML).
Estimasi garis pasar sekuritas. Untuk membentuk persamaan SML, investor perlu mengestimasi tiga variabel, yaitu: tingkat return bebas risiko, tingkat return yang diharapkan oleh pasar (diwakili oleh indeks pasar) dan besarnya beta untuk masingmasing sekuritas. Umumnya estimasi return bebas risiko menggunakan data return obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, misalnya untuk Indonesia digunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sedangkan estimasi return pasar umumnya menggunakan data indeks pasar, seperti Indeks Harga Saham Cabungan (IHSG) ataupun LQ 45.
Beta sekuritas, sebagai komponen ketiga, merupakan variabel yang penting dalam proses estimasi CAPM. Dalam teori CAPM, beta merupakan satu-satunya faktor risiko yang relevan untuk mengukur risiko sekuritas. Estimasi terhadap beta perlu dilakukan untuk setiap sekuritas. Sedangkan, untuk estimasi variabel return bebas risiko dan return pasar hanya perlu dilakukan sekali saja dan bisa dipakai untuk mengestimasi SML setiap sekuritas.
Estimasi beta. Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, bisa digunakan market model. Market model pada dasarnya hampir sama dengan single index model, hanya saja market model tidak digunakan asumsi bahwa error term untuk setiap sekuritas tidak berkorelasi satu dengan lainnya. Oleh karena itu, persamaan market model bisa dituliskan juga seperti persamaan single index model seperti di bawah ini:
Ri = a; + {3,1ZI,/ e; (6.10)
di mana:
Pi = return sekuritas
Rta = return indeks pasar a; = interseja
Ri = slope
ei = random residual error
Persamaan market model di atas bisa digunakan untuk mengestimasi return sekuritas. Lalu, bagaimana cara mengestimasi persamaan market model di atas? Persamaan market model bisa diestimasi dengan melakukan regresi antara return sekuritas yang akan dinilai dengan return indeks pasar. Regresi tersebut akan menghasilkan nilai ai (merupakan ukuran return sekuritas i yang tidak terkait dengan return pasar) dan ai (menunjukkan besarnya slope yang mengindikasikan peningkatan return yang diharapkan pada sekuritas i untuk setiap kenaikan return pasar sebesar 1%). Persamaan regresi market model tersebut selanjutnya juga bisa dipakai untuk membentuk garis karakteristik (characteristic line), yaitu garis yang menghubungkan total return sekuritas dengan return pasar, dengan cara meletakkan (plottiny) titik-titik return total suatu saham dalam suatu periode tertentu terhadap return total indeks pasar.
Garis karakteristik juga bisa dibentuk dengan menggunakan excess return, dengan mengurangkan rnasing-masing return total sekuritas maupun return pasar dengan return bebas risiko. Analisis terhadap garis karakteristik yang dibentuk dengan menggunakan excess return, pada dasarnya akan sama dengan analisis persamaan regresi di atas. Dengan demikian, persamaan regresi di atas dapat dimodifikasi menjadi:
(R, —RF )= a, +0,(R,,, (6.11)
Dalam bentuk excess return, nilai akan menunjukkan besarnya excess return sekuritas pada saat excess return pasar nol. Sedangkan b,atau slope dari garis karakteristik, akan menunjukkan sensitivitas excess return sekuritas terhadap portofolio pasar.
Dariuraian estimasi persamaan regresi di atas, kemudian akan timbul satu pertanyaan tentang sejauh manakah keakuratan hasil estimasi beta sebagai ukuran sensitivitas return suatu saham terhadap return pasar. Hal ini terkait dengan adanya kemungkinan bahwa indeks pasar yang digunakan dalam regresi tersebut tidak bisa menggambarkan portofolio pasar yang sebenarnya. Selain itu, ada beberapa hal lainnya yang bisa membuat kita ragu terhadap keakuratan hasil estimasi beta tersebut, yaitu:
1. Estimasi beta tersebut menggunakan data historis. Hal ini secara implisit berarti bahwa kita menganggap apa yang terjadi pada beta masa lalu, akan sama dengan apa yang terjadi pada beta masa datang. Padahal dalam kenyataannya, apa yang terjadi di masa lalu mungkin akan jauh berbeda dengan apa yang teriadi masa depan.
2. Garis karakteristik dapat dibentuk oleh berbagai observasi dan periode waktu yang berbeda, dan tidak ada satu pun periode dan observasi yang dianggap tepat. Dengan demikian, estimasi beta untuk satu sekuritas dapat berbeda karena observasi dan periode waktunya yang digunakan berbeda.
3. Nilai a dan b yang diperoleh dari hasil regresi tersebut tidak terlepas dari adanya error, sehingga bisa jadi estimasi beta tidak akurat karena dan tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya.
4. Beta merupakan risiko sistematis yang juga bisa berkaitan dengan perubahan perusahaan secara khusus. Jika terjadi perubahan pada kondisi perusahaan (misalnya adanya perubahan pendapatan, utang) maka betanya pun akan berubah. Oleh karena itu beta tidak bersifat stasioner sepanjang waktu.
6.5. PENGUJIAN TERHADAP CAPM
Kesimpulan yang bisa diambil dari penjelasan mengenai CAPM tersebut adalah:
1. Risiko dan return berhubungan positif, artinya semakin besar risiko maka semakin besar pula returnnya.
2. Ukuran risiko sekuritas yang relevan adalah ukuran 'kontribusi' risiko sekuritas terhadap risiko portofolio.
Untuk menguji validitas CAPM perlu dilakukan penelitian-penelitian empiris mengenai CAPM tersebut. Jika CAPM valid, maka hasil penelitian empiris yang dilakukan akan menunjukkan bahwa return yang terjadi (realized return) akan sama dengan estimasi return dengan menggunakan CAPM. Pengujian CAPM dapat menggunakan persamaan berikut:
R,=a,+a,13, (6.12)
di mana:
Ri= rata-rata return sekuritas i dalam periode tertentu
f3; = estimasi beta untuk sekuritas i
Jika CAPM valid, maka nilai a1 akan mendekati nilai rata-rata return bebas risiko selama periode pengujian dan nilai a2 akan mendekati rata-rata premi risiko pasar selama periode tersebut. Elton dan Grubei (1995), mendokumentasikan kesimpulan dari hasil-hasil penelitian empiris pengujian CAPM, yaitu:
1. SML yang terbentuk cenderung linier.
2. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa intersep SMLlebih besar dari return bebas risiko (RF).
3. Slope CAPM (a2) yang dihasilkan cenderung lebih kecil dari slope hasil perhitungan dari teori CAPM.
4. Meskipun hasilnya beragam, tetapi dapat disimpulkan bahwa investor hanya akan mendapatkan return berdasarkan risiko sistematis yang diasumsikan.
Masalah utama pengujian CAPM adalah bagaimana memformulasikan sesuatu yang belum terjadi (ex ante) berdasarkan data masa lalu (ex post). Di samping itu kita juga tidak akan pernah tahu secara pasti mengenai harapan investor di masa depan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pengujian CAPM akan menghasilkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang diestimasikan dalam teori CAPM. Meskipun demikian, dalam kenyataannya hasil pengujian empiris CAPM cukup mendukung teorinya. Studi dengan menggunakan data beberapa tahun telah menunjukkan bahwa harga pasar sekuritas akan didasari oleh hubungan antara return dan risiko sistematis. Sedangkan risiko nonsistematis (risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi) mempunyai peran yang kecil dalam mekanisme penentuan harga suatu sekuritas.
2.5 ABRITAGE PRICING THEORY
Salah satu alternatif teori model keseimbangan selain CAPM adalah Arbritage Pricing Theory (APT). Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan return, tetapi dengan menggunakan asurnsi dan prosedur yang berbeda. Estimasi return yang diharapkan dari suatu sekuritas dengan menggunakan APT, tidak terlalu dipengaruhi portofolio pasar seperti hanya dalam CAPM. Pada CAPM, portofolio pasar sangat berpengaruh karena diasumsikan bahwa risiko yang relevan adalah risiko sistematis yang diukur dengan beta (menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar). Sedangkan pada APT, return sekuritas tidak dipengaruhi oleh portofolio pasar karena adanya asumsi bahwa return yang diharapkan dari suatu sekuritas bisa dipengaruhi oleh beberapa sumber risiko lainnya (tidak hanya diukur dengan beta).
Di samping itu, APT juga tidak menggunakan asumsi-asumsi yang dipakai dalam CAPM, seperti:
1. Adanya satu periode waktu tertentu, misalnya satu
2. Tidak ada pajak,
3. Investor bisa meminjam dan menginvetasikan dananya pada tingkat return bebas risiko (RF), serta,
4. Investor memilih portofolio berdasarkan return yang diharapkan dan variannya.
Asumsi-asumsi CAPM yang masih digunakan adalah :
1. Investor mempunyai kepercayaan yang bersifat homogen,
2. Investor adalah risk-averse yang berusaha untuk memaksimalkan utilitas,
3. Pasar dalam kondisi sempurna,
4. Return diperoleh dengan mengunakan model faktorial.
APT didasari oleh pandangan bahwa return yang diharapkan untuk suatu sekuritas akan dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut akan menunjukkan kondisi ekonomi secara umum, dan bukan merupakan karakteristik khusus perusahaan. Faktor-faktor risiko tersebut harus mempunyai karakteristik seperti berikut ini:
1. Masing-masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh luas terhadap return saham-saham di pasar. Kejadian-kejadian khusus yang berkaitan dengan kondisi perusahaan, bukan merupakan faktor risiko APT.
2. Faktor-faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return yang diharapkan. Untuk itu perlu dilakukan pengujian secara empiris, dengan cara menganalisis return saham secara statistik, untuk melihat bagaimana faktor-faktor risiko tersebut berpengaruh secara luas terhadap return saham.
3. Pada awal periode, faktor risiko tersebut tidak dapat diprediksikan oleh pasar karena faktor-faktor risiko tersebut mengandung informasi yang tidak diharapkan atau bersifat mengejutkan pasar (ada perbedaan antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang sebenarnya).
Dengan demikian, hal penting yang perlu diamati adalah besarnya penyimpangan (deviasi) nilai aktual faktor risiko tersebut dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jika suku bunga diperkirakan naik 19% pertahun, dan temyata kenaikan tingkat suku bunga yang terjadi adalah 30%, maka penyimpangan sebesar 11% inilah yang akan mempengaruhi return aktual selama periode tersebut.
Model APT. Dari uraian di atas, diketahui bahwa APT mengasumsikan investor percaya bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan n•faktor risiko. Dengan demikian, kita dapat menentukan return aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus 6.13 berikut ini.
Ri = E(R;) + b tft + lai2f2 +...+ binfn + ei (6.13)
di mana: R, =
E(Ri ) = f bi tingkat return aktual sekuritas i
return yang diharapkan untuk sekuritas i
deviasi faktor sistarn atis F dari nilai yang dTharapkan sensitivitas sekuritas i terhadap faktor i
random error
ei
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa nilai yang diharapkan pada masingmasing faktor risiko (F) adalah nol, sehingga tingkat return aktual suatu sekuritas i akan sama dengan return yang diharapkan, jika faktor risiko berada pada tingkat yang diharapkan.
Model faktorial di atas tidak memberikan penjelasan mengenai kondisi keseimbangan. Untuk itu kita perlu mengubah persamaan 6.13 ke dalam model keseimbangan, sehingga return yang diharapkan untuk suatu sekuritas adalah:
E(RI) = ao+ baF, + bi2F2 (6.14)
di mana:
as
ba, =
F
|
retti. n yang dil.arapkan Jai: seKuntas :
return yang diharapkan dari sekuritas bila risiko sisternatis sebesar nol koefisien yang menujukkan besarnya pengmh faktor n terhadap return sekuritas i
Premi risika untuk sebuah faktor (misalnya premi risiko ur.tuk F1 adalah E(F1) — as)
|
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dalam APT, risiko didefinisikan sebagai sensitivitas saham terhadap faktor-faktor ekonomi makro (bi) dan besarnva return yang diharapkan akan dipengaruhi oleh sensitivitas tersebut. Ukuran sensitivitas dalam APT (bi) akan mempunyai interpretasi yang sama dengan nilai sensitivitas dalam CAPM (b), karena bi dan b tersebut sama-sama merupakan ukuran sensitivitas return sekuritas terhadap suatu premi risiko. Kesimpulan tersebut bisa kita tarik atas dasar perbandingan hubungan return dan sekuritas dari kedua model tersebut (APT dan CAPM). Seperti telah dijelaskan di depan, hubungan return dan risiko pada CAPM adalah :
E(R.)= RF 13, (premi risiko pasar)
Sedangkan hubungan return dan risiko pada APT adalah:
E(Ri) RF+ (premi risiko untuk faktor 1) + bi2 (premi risiko untuk faktor
2) +... + b, (premi risiko untuk faktor n)
Dari perbadingan tersebut, terlihat bahwa pada CAPM, nilai bi merupakan ukuran sensivitas return sekuritas terhadap premi risiko pasar (tingkat return pasar dikurangi RF) sedangkan pada APT, nilai bi juga merupakan sensitivitas relatif return sekuritas terhadap premi risiko untuk suatu faktor risiko. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa CAPM pada dasarnya merupakan model APT yang hanya mempertimbangkan satu faktor risiko yaitu risiko sistematis pasar.
Salah satu kritik atas model APT adalah adanya kesulitan dalam menentukan faktor-faktor risiko yang relevan, karena faktor-faktor tersebut merupakan data exante. Untuk mengimplementasikan APT, kita perlu menemukan faktor-taktor resiko yang relevan bagi tingkat return sekuritas, yang dalam kenyataannya belum ada kesepakatan mengenai faktor-faktor risiko apa saja yang relevan dan berapa jumlahnya. Oleh karena itu, dalam penerapan model APT, berbagai faktor risiko bisa saja dimasukkan sebagai faktor risiko.
Beberapa penelitian empiris, pernah menggunakan tiga sampai lima faktor risiko yang mempengaruhi return sekuritas. Sebagai misal, Chen, Roll dan Ross (1986), mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu:
1. Perubahan tingkat inflasi
2. Perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi
3. Perubahan premi risk-aefault yang tidak diantisipasi
4. Perubahan struktur tingkat suku bunga yang tidak diantisipasi.
Menurut Chen, Roll dan Ross, dua faktor pertama akan mempengaruhi aliran kas pada perusahaan, sedangkan dua faktor lainnya akan mempengaruhi tingkat diskonto.
Penelitian lain ada yang menggunakan lima variabel ekonomi makro yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu:
1. Default risk
2. Struktur tingkat bunga
3. Inflasi atau deflasi
4. Pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
5. Risiko pasar residual
Dengan demikian, APT mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan mempunyai sensitivitas terhadap taktor-faktor risiko sistematis yang berbeda pula. Masing-masing investor mempunyai perilaku terhadap risiko yang berbeda, sehingga investor dapat membentuk portofolio tergantung dari preferensinya terhadap risiko, pada masing-masing faktor risiko. Dengan mengetahui harga pasar dari faktor-faktor risiko yang dianggap relevan, dari sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan pada faktor tersebut, maka kita dapat menentukan estimasi return yang diharapkan untuk berbagai sekuritas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum melakukan transaksi, investror harus terlebih dahulu menjadi nasabah di salah satu perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Setelah nasabah membuka deposit di sebuah perusahaan efek dan mendapatkan persetujuan dari perusahaan efek tersebut baru dapat dilakukan transaksi saham. Transaksi efek diawali dengan pemesanan (order) untuk harga tertentu. Pesanan tersebut dapat berupa surat maupun melalui telepon yang disampaikan kepada perusahaan efek melalui sales (dealer). Pesan tersebut harus menyebutkan jumlah yang akan dibeli atau dijual dengan menyertakan harga yang ingin diinginkan.
Scripless Trading adalah suatu mekanisme perdagangan di pasar modal, dimana saham-saham yang biasanya diperdagangkan dalam bentuk kertas-kertas saham dan dilakukan dalam bentuk manual, maka dengan sistem ini perdagangan ini dilakukan secara elektronik seperti yang ada pada rekening perbankan.
Pasar modal merupakan pasar bagi instrumen finansial jangka panjang (lebih dari satu tahun jatuh temponya). Yang dimaksud instrumen dalam pasar modal ini, yaitu semua surat-surat berharga (sekuritas) yang diperdagangkan di bursa.
3.2 Saran
Dan diharapkan dalam makalah ini, semua kalangan masyarakat agar lebih sadar akan pentingnya investasi, karena menyangkut kehidupan di masa yang akan datang sehingga mampu mempertahankan tingkat pendaptan di atas daya beli saat inflasi pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tandelilin, E. (2010). PORTOFOLIO dan INVESTASI. Yogyakarta: KANISIUS.
Untuk File Wordnya Silahlan >>>
0 Response to "MAKALAH TEORI PORTOFOLIO DAN ANALISIS INVESTASI MODEL MODEL KESEIMBANGAN"
Post a Comment